Kamis, 14 August 2008)
Jayapura – Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman mengatakan pemerintah dan masyarakat perlu menyadari bahwa kepedulian dan perhatian masalah kemanusiaan, keadilan bagi orang asli Papua sebenarnya bukan saja datang dari Kongres Amerikan Serikat.
Tetapi, anggota Parlemen Inggris dan House of Lords Inggris seperti Addrew Smith, Lord Harris (Revd. Bishop Richard Harries), dan Ibu Dr. Caroline Lukas anggota Parlemen Uni Eropa secara aktif dan terus-menerus mendesak Pemerintah mereka di London untuk mendukung Perjuangan Rakyat Papua Barat untuk Hak Penentuan Nasib Sendiri (the Rigth to Self Determination). Lebih luar biasanya ialah pendirian Adrew Smith, Lord Harris dan Caroline Lucas dan beberapa anggota Parlemen bahaw: Masa depan rakyat dan Bangsa Papua Barat harus dibicarakan pada tanggal 15 Oktober 2008 di London melalui Peluncuran Parlemen Internasional.
“Seperti ada pesan dari Ibu Dr. Caroline Lucas pada 8 Agustus 2008 yang menyatakan: Pak Pdt. Yoman, sampaikan pesan saya ini kepada orang-orang Papua Barat, Penentuan Nasib sendiri adalah hak orang Papua dan suatu hari nanti semua orang Papua akan mempunyai kesempatan untuk memilih masa depan sendiri. Sampai hari itu, ada banyak orang berdiri dalam solidaritas dengan orang-orang Papua Barat tidak dilupakan.
Sedangkan Lord Harris mengatakan: “Yakinlah, kehendak baik lkami, doa kami tetap dalam perjuangan orang-orang Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri. Alasan-alasan orang asli Papua Barat sangat jelas, masuk akal, rasional”.
Bukan saja Parlemen yang mendukung tetapi rakyat Inggris juga semakin mengerti masalah Papua Barat tentang manipulasi sejarah Perjanjian New York 15 Agustus 1962, PEPERA 1969 yang tidak demokratis, pelanggaran HAM sejak 1963 dan kegagalan Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001.
Ini bagian dari suara Gereja yang menyampaikan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan informasi yang jujur. Gereja secara konsisten berpihak bagi umat tertindas. Geraja tetap membela umat Tuhan yang diberikan stigma separatis, anggota OPM. Karena dalam Alkitab tidak ada namanya separatis dan OPM. Jadi, kalau ada masalah haru dikomunikasikan dengan pendekatan dialog yang jujur dan adil sebagai manusia yan g mempunyai hati nurani dan pikiran. Bukan mengunakan kekerasan dan pernyataan-pernyataan yang tidak bertangggungjawab.
Tetapi, anggota Parlemen Inggris dan House of Lords Inggris seperti Addrew Smith, Lord Harris (Revd. Bishop Richard Harries), dan Ibu Dr. Caroline Lukas anggota Parlemen Uni Eropa secara aktif dan terus-menerus mendesak Pemerintah mereka di London untuk mendukung Perjuangan Rakyat Papua Barat untuk Hak Penentuan Nasib Sendiri (the Rigth to Self Determination). Lebih luar biasanya ialah pendirian Adrew Smith, Lord Harris dan Caroline Lucas dan beberapa anggota Parlemen bahaw: Masa depan rakyat dan Bangsa Papua Barat harus dibicarakan pada tanggal 15 Oktober 2008 di London melalui Peluncuran Parlemen Internasional.
“Seperti ada pesan dari Ibu Dr. Caroline Lucas pada 8 Agustus 2008 yang menyatakan: Pak Pdt. Yoman, sampaikan pesan saya ini kepada orang-orang Papua Barat, Penentuan Nasib sendiri adalah hak orang Papua dan suatu hari nanti semua orang Papua akan mempunyai kesempatan untuk memilih masa depan sendiri. Sampai hari itu, ada banyak orang berdiri dalam solidaritas dengan orang-orang Papua Barat tidak dilupakan.
Sedangkan Lord Harris mengatakan: “Yakinlah, kehendak baik lkami, doa kami tetap dalam perjuangan orang-orang Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri. Alasan-alasan orang asli Papua Barat sangat jelas, masuk akal, rasional”.
Bukan saja Parlemen yang mendukung tetapi rakyat Inggris juga semakin mengerti masalah Papua Barat tentang manipulasi sejarah Perjanjian New York 15 Agustus 1962, PEPERA 1969 yang tidak demokratis, pelanggaran HAM sejak 1963 dan kegagalan Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001.
Ini bagian dari suara Gereja yang menyampaikan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan informasi yang jujur. Gereja secara konsisten berpihak bagi umat tertindas. Geraja tetap membela umat Tuhan yang diberikan stigma separatis, anggota OPM. Karena dalam Alkitab tidak ada namanya separatis dan OPM. Jadi, kalau ada masalah haru dikomunikasikan dengan pendekatan dialog yang jujur dan adil sebagai manusia yan g mempunyai hati nurani dan pikiran. Bukan mengunakan kekerasan dan pernyataan-pernyataan yang tidak bertangggungjawab.
Terpujila Tuhan Ia punnya rencana yang indah buat bangsa Papua.
ReplyDelete