SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Apa Solusi Atas Konflik Papua?

Scoop Voice Baptist

About Me

My Photo
Papua, Papua barat/Indonesia, Indonesia
Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua tidak akan pernah memilih diam ketika umat ditintas dan akan terus bersuara sampai keadilan benar-benar terjadi di tanah papua

Voice of Baptist Papua

Asian Human Rights Commission

Welcome to Suara Baptis Papua Online

SB - PAPUA-News

© Copyright 2011 suara baptis papua. Powered by Blogger.

Latest Post

Showing posts with label west papua. Show all posts
Showing posts with label west papua. Show all posts

Aktivis Papua Barat protes di Darwin menjelang pemilu presiden di Indonesia

Written By Voice Of Baptist Papua on July 10, 2014 | 1:18 AM

Ilustrasi Papua Merdeka
Darwin, Protes Free West Papua telah menunjukkan luar konsulat Indonesia di Darwin karena masyarakat Teritorial Utara Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara.
Kelompok, Teritori untuk Free West Papua, mengatakan protes mendukung Papua berjuang untuk kemerdekaan mereka dari 51 tahun pemerintahan Indonesia.
Aktivis mengatakan protes itu sekitar lebih dari mendukung hak orang Papua 'untuk kemerdekaan dari pemerintahan Indonesia.

Mixed reaction to MSG's response to West Papua group

There's been mixed reaction to the Melanesian Spearhead Group's decision on a bid by a West Papuan group to become a member.

There's a mixed reaction to the Melanesian Spearhead Group's response to a membership application by West Papuans. At their recent summit in Port Moresby MSG leaders agreed to work more proactively with Jakarta on addressing development needs of the indigenous Melanesians of Indonesia's Papua region. However the MSG has rejected a formal membership bid by the West Papua National Coalition for Liberation.

The coalition lodged its application over a year ago. However the MSG postponed its decision on the application pending a report from an MSG Foreign Ministers fact-finding mission to Indonesia's Papua region in January. Vanuatu boycotted that trip because it felt the mission's programme would not allow the MSG to obtain

Socratez Yoman: RUU Pemerintahan Papua Hasil Jiplak UU Pemerintahan Aceh

Written By Voice Of Baptist Papua on August 21, 2013 | 10:54 PM

Socrates Sofyan Yoman
Jayapura — Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Papua yang sebelumnya disebut Undang-Undang Otonomi Khusus Plus Papua merupakan hasil jiplakan atau copy paste langsung dari UU Pemerintahan Aceh. 

Hal ini disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yoman, ketika menghubungi suarapapua.com, Kamis (22/8/2013). 

“Saya sudah baca naskah akademis RUU Pemerintah Papua yang disusun oleh Felix Wanggai Cs, dan saya bisa katakan dengan tegas, bahwa RUU ini murni menjiplak UU Pemerintah Aceh,” ujar Yoman.

"Yoman mencontohkan, pada halaman 89, pasal 1 dari naskah akademisi pokok-pokok pemikiran tentang RUU Pemerintahan Papua berbunyi, “Pemerintahan Papua mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam.”

“Ini agak ganjil sekali, apakah penyiaraan dengan nilai-nilai Islam sangat relevan dan kontekstual dengan situasi di Papua? Kan tidak, kalau Aceh memang tepat karena mayoritas Islam. Ini jelas-jelas copy paste dari UU Pemerintah Aceh,” tegas Yoman.

Contoh lain, beber Yoman, pada halaman 99 point 5 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berbunyi, “Tindak Pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

“Ketahuaan jiplak atau copy paste, UU Pemerintah Papua, kok nama Aceh masih dibawa-bawa dalam RUU ini. Saya kira Felix Wanggai Cs telah menunjukan ketidaktahuaan mereka lagi,” ujar Yoman.

Contoh lain lagi, lanjut Yoman, pada halaman 100 point 6 berbunyi, “Pemberhentian Kepala Kepolisian Aceh dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

“Bisa dilihat, lagi-lagi nama Aceh disebut-sebut dalam naskah akademis RUU Pemerintah Papua yang disusun, dan dianggap kontekstual dengan kebutuhan di tanah Papua. Saya kira ini sangat tidak masuk di akal,” tegas Yoman.
Menurut informasi yang dihimpun media ini, RUU Pemerintahan Papua dibuat dengan melibatkan akademisi dari Universitas Cenderawasih Papua, yang diketahui langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Uncen, Martinus Salosa.

OKTOVIANUS POGAU - Suara Papua

Tolak RUU Pemerintahan Papua, Ini SMS Socratez Yoman Untuk Gubernur

S. Sofyan Yoman -photo SBP
Jayapura — Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Papua yang sebelumnya disebut dengan RUU Otsus Plus sebaiknya dibuang ke tong sampah, sebab sangat tidak layak untuk masa depan Orang Asli Papua (OAP). 
 
Hal ini ditegaskan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yoman, ketika menghubungi suarapapua.com, Kamis (22/8/2013). Menurut Yoman, dirinya pantas mengatakan demikian sebab telah membaca secara detail pokok-pokok pemikiran naskah akademis RUU Pemerintahan Papua yang merupakan hasil jiplakan dari UU Pemerintah Aceh.

“Saya sudah membaca dengan teliti naskah RUU tersebut. Ini benar-benar jahat dan harus dibuang ke tong sampah,” ujar pendeta yang telah menulis sekitar 17 buah buku tentang persoalan di tanah Papua.

Bentuk protes dan penolakan pendeta Yoman terhadap RUU Pemerintah Papua, ia juga telah mengirim pesan singkat (SMS) kepada Gubernur Papua, dan berbagai stakeholder di pemerintah.

“Kepada Yth. Gubernur, Ketua DPRP, Ketua MRP, para Bupati dan Walikota di seluruh tanah Papua, saya sudah baca naskah akademis pokok-pokok pemikiran RUU Pemerintahan Papua. Isinya aneh tapi nyata. (1) halaman 89 pasal 1, penyiaran di Papua berdasarkan nilai Islam; (2) tentang TNI, halaman 99, nomor 5, tindak pidana TNI di Aceh; (3) Tentang kepolisian, halaman 100 nomor 6, pemberhentian kepolisian Aceh. Pertanyaan saya adalah, (a). Mengapa siaran berita di Papua harus bernuansa Islam? (b). Mengapa TNI dan Polri di Aceh, bukan Papua? Kesimpulan iman saya, (a) Tuhan maha adil sedang menunjukan kejatahan besar yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap umat TUHAN di tanah Papua, (b) Naskah akademis ini hasil jiplak atau copy paste dari naskah UU Pemerintah Aceh. Ini benar-benar jahat, dan harus dibung ke tong sampah, karena sangat tidak layak demi masa depan Orang Asli Papua,
Tulis Yoman melalui pesan singkat, yang juga di teruskan ke redaksi media ini.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pengabdian dan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy  sebelumnya telah meminta agar pemerintah Indonesia tidak membuat langkah yang keliru dengan mensyahkan Undang-Undang Otonomi Khusus Plus menggantikan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

“Presiden Republik Indonesia jangan membuat langkah yang keliru, ceroboh, amburadul dan bersifat inkonstitusional dengan menawarkan rencana pemberian UU Otsus plus yang tidak lain dari Undang Undang Pemerintahan Papua, padahal selama ini mayoritas rakyat Papua telah mendesak pentingnya diselenggarakan Dialog Damai yang bermartabat, netral dan terbuka dengan pemerintah Jakarta,” ujar Warinussy, beberapa waktu lalu.

Menurut Warinussy, dengan diusulkannya UU Otsus Plus, maka Presiden SBY dan jajaran pemerintahnya tentu membuat situasi di tanah Papua menjadi semakin rumit.

“Saya melihat pemerintahan yang berkuasa saat ini masih senantiasa mengedepankan cara-cara penanganan masalah di Tanah Papua dengan menggunakan elemen kekerasan lewat pengerahan pasukan militer dan polisi atas dukungan dana stabilitas yang dianggarkan di dalam APBN maupun APBD,” kata pengacara senior ini.

Sekedar diketahui, RUU Pemerintahan Papua dibuat dengan melibatkan akademisi dari Universitas Cenderawasih Papua, yang diketahui langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Uncen, Martinus Salosa.

OKTOVIANUS POGAU - Suara Papua

19 Wanita Fakfak Ditelanjangi Oleh Dua Polwan

Jumpa Pers LSM Papu/Photo MS
Jayapura VoiceBaptist,--Menanggapi situasi menjelang 15 Agustus 2013 lalu di Kabupaten Fak-Fak atas perlakuan aparat gabungan TNI/POLRI  yang melakukan pemeriksaan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tindakan kekerasan terhadap warga sipil tanggal 14 Agustus 2013, direktur Elsham, Fery Marisan, Pengacara Elsham, Manfret Naa, dan kordinator Advokasi, Sem Rumbrar,  menggelar jumpa pers  pada Rabu (21/8/13) di kantor Elsaham Jayapura Papua yang di kutip berita Majalah Selangkah.
 
Sem Rumbrar, kordinator Advokasi, menjelaskan,  para perempuan dipaksa masuk ke sebuah lorong menuju toilet di ruang aula Polres Fakfak.  Di dalam  ruangan kecil itu, 2 orang Polisi wanita (Polwan) melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah perempuan yang ditangkap oleh aparat keamanan.

Yang pertama diperiksa adalah  mama Magdalena Bahba dan mama Naomi Hegemur.  Kedua Polwan tersebut langsung menaggalkan paksa pakaian kedua mama itu. Mama magadalena di lepaskan pakaian hingga tinggal  bh dan celana dalam saja. dan mama Hegemur karena pakaiannya basah.  Kemudian ia (Polwan) suruh untuk melepas pakaian semua, kecuali  pakaian dalamnya saja. Setelah di periksa, kedua mama tersebut langsung memeriksa barang bawaan dan kedua Polwan itu menyita barang bawaan kedua mama tersebut, diantaranya korek gas, pisau dapur, yang kebetulan ada dalam tas mereka. 

"Kami sebanyak 19 perempuan.  kami yang di periksa sebanyak 19 orang dan kami di perlakukan sama yatu di telanjangi," kata Elisabeth (Korban)."

"Setelah kedua mama itu diperiksa, berikutnya juga kedua perempaun diperikasa dengan cara yang sama oleh kedua polwan setelah di perikasa kemudian kedua polwan itu memanggil saya, Rosita Elisabeth,"  kata  Rosita Elisabeth Bahaba, wanita  16 tahun asal kampung Nembukteb, distrik  Karamongmongga, yang juga jadi korban 2 polwan ini.

"Saya dipaksa masuk kedalam wc oleh kedua Polwan tersebut, lalu saya diperlakukan hal yang sama seperti mama 2 itu," kata slisabeth, sambil membeberkan nama kedua Polwan yang menelanjangi mereka itu bernama Anti dan Jaqlin.

"Kami sebanyak 19 perempuan.  kami yang di periksa sebanyak 19 orang dan kami di perlakukan sama," kata Elisabeth.

Setelah diperiksa, kemudian pihak Polres Fakfak Kabag. OPS, Tony M. memerintahkan mama-mama untuk tidak jualan hari itu, dan membawa pulang sayuran yang hendak dijual hari itu. "Yang membawa jualan berupa sayauran dan makanan kebun langsung dibawa pulang. Nanti satu dua hari lagi baru mama dorang datang jualan."

Direktur Elsham, Fery Marisan, Pengacara Elsham, Manfret Naa, dan Coordinator Advokasi, Sem Rumbrar,  menilai, tindakan yang dibuat oknum Polwan di Fakfak benar-ber tidak etis, dan merupakan tindakan yang tidak menghargai HAM. Oleh karena itu, mereka sepakat, kejadian ini mesti diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini..
 

Konflik Papua Akan dan Terus Jadi Perhatian Negara Asing

Ilustrasi Pembahasan Papua di MSG
JAKARTA - Persoalan dugaan adanya pelanggaran HAM di Papua masih menjadi perhatian pihak asing baik dari kalangan aktivis Civil society maupun dari kalangan pemerintahan itu sendiri.

Bahkan, masalah Papua sudah dibahas dalam pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG), dimana delegasi MSG akan melakukan kunjungannya ke Papua dan Papua Barat dalam waktu dekat ini.

"Persoalan di Papua dan Papua Barat akan terus menjadi perhatian asing, sehingga penanganan masalah Papua tidak boleh gradual, namun harus komprehensif," jelas pengamat masalah politik, Joris Kabo dalam keterangan tertulisnya yang dikutip kepada Okezone, Senin (19/8/2013).

Dia mencontohkan pada 12 Agustus 2013 yang lalu Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Gordon Darcy Lilo melakukan kunjungan ke Indonesia, yang diberitakan media asing seperti ABC Radio Australia bahwa kunjungan tersebut mengindikasikan akan mengemukakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua Barat dalam pembicaraan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Joris Kabo, kunjungan PM Gordon Darci Lilo yang pertama tentu merupakan landasan dasar bagi kerjasama bilateral yang penting selanjutnya. Indonesia mengakui sejarah negara Solomon sebagai Negara di Pasifik yang besar peranannya dalam Perang Pasifik bagi pasukan sekutu pimpinan Jenderal McArthur.

“Sebagai sesama Negara Pasifik, maka hubungan Indonesia-Salomon tentu mempunyai arti yang penting seperti hubungan yang sudah ada antara Indonesia dengan Negara-negara Pasifik yang lain seperti RI-PNG, RI- Haiti, RI-Vanuatu, dll,” tambahnya.

Mengenai masalah Papua, menurut Joris, telah banyak dicapai kemajuan-kemajuan di berbagai bidang pembangunan prasarana dan sarana diberbagai bidang antara lain transportasi dan komunikasi, yang sangat vital bagi pengembangan pembangunan sosial dan ekonomi selanjutnya di Papua serbagai Propinsi yang memiliki kondisi geografi yang tidak mudah dijalani.

“Secara garis besar, pelaksanaan otonomi khusus bagi pembangunan Papua yang terdiri dari tiga buah Propinsi, yaitu Propinsi Papua Barat, Propinsi Papua Tengah dan Propisi Papua juga cukup berhasil,” katanya.

Menurutnya, berita-berita tentang adanya berbagai isu yang kadangkala terdengar dramatis tentang Papua dalam media massa seperti di Australia adalah wajar karena secara geografis berdekatan dengan Papua, masyarakatnya mempunyai perhatian yang khusus terhadap setiap perkembangan di Papua seperti banyak diberitakan oleh media massa Australia yang bebas dan terbuka.

Untuk diketahui berdasarkan pemberitaan ABC Radio Australia, Kepulauan Solomon adalah salah satu negara anggota kelompok Melanesian Spearhead Group (MSG), yang menerima proposal West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

KTT Menteri Luar Negeri MSG di Noumea, 21 Juli 2013, menyepakati aplikasi WPNCL mengenai penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat dan kekhawatiran adanya pelanggaran (HAM) di wilayah itu. Sebelum berangkat, PM Lilo mengatakan ia menyadari adanya pelanggaran HAM di Papua, dan ingin memastikan ada 'perkembangan' di sana.

“Terkait adanya rumors tentang delegasi MSG yang akan berkunjung ke Papua pada tahun ini, saya rasa Pemerintah Indonesia tidak akan keberatan dengan rencana tersebut, apalagi dalam pernyataan persnya PM Kepulauan Solomon, Gordon Darcy Lilo yang pernah berkunjung ke Indonesia menyatakan puas dan mendukung langkah pemerintah dalam menangani dan membangun Papua. 
Tidak ada yang perlu mendramatisir atau mempolitisasi rencana kunjungan MSG ke Papua sebagai langkah fact finding pelanggaran HAM, seperti yang diharapkan kelompok tertentu di Papua,” jelasnya

Polda Papua Diminta Tidak Perlu Larang Demonstrasi Rakyat Papua

Written By Voice Of Baptist Papua on August 15, 2013 | 8:51 PM

Sekretaris Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP), Yakobus Dumupa. Foto: MS
Jayapura,-- Sekretaris Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP), Yakobus Dumupa melalui Siaran Pers yang diterima majalahselangkah.com, Kamis, (15/08/13) mengatakan keprihatinannya atas pengekangan kebebasan ekspresi di tanah Papua. 
 
Kata Dumupa, beberapa tahun terakhir ini, Polda Papua cenderung mengambil tindakan yang tegas, berupa pelarangan terhadap sejumlah demonstrasi massa yang dilakukan oleh rakyat Papua. Ada sejumlah alasan klasik yang selalu dipakai pihak Polda Papua; misalnya tidak diizinkan, mengganggu ketertiban umum, dan dilakukan oleh organisasi massa yang liar.
"Dari logika pihak Polda Papua hal ini mungkin benar, tetapi jika merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, menurut penafsiran saya, tindakan Polda Papua sangat keliru, bahkan dapat dikategorikan melanggar hak asasi manusia dan mematikan semangat demokrasi pasca-reformasi Indonesia," tulisnya.
Menurut Yakobus, seharusnya yang dilakukan oleh pihak Polda Papua adalah mengawal dan mengamankan proses aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Papua. "Polda Papua jangan terjebak dalam bayang-bayang ketakutan tentang kemerdekaan Papua. Karena aksi demostrasi tidak serta-merta memerdekakan Papua. Jangan-jangan tindakan Polda yang berlebihan tersebut justru memicu dan mempercepat kemerdekaan Papua," katanya.
Kata dia, aksi demonstrasi harus dipahami sebagai wujud menyampaikan pendapat secara demokratis, sehingga siapa pun warga negara Indonesia, tidak peduli apa pun ideologinya boleh menyampaikan pendapatnya secara bebas. Termasuk dengan cara aksi demonstrasi.
Berkaitan dengan aksi demontrasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di sejumlah kota di Tanah Papua, kata Yakobus, jangan ditanggapi secara berlebihan.
Terkait pelarangan demonstrasi biasa berupa pawai budaya yang sempat dilarang kemarin itu,Yakobus mempertanyakan, "Apa yang salah dengan pawai budaya? Kalau pawai budaya saja dilarang berarti betapa otoriternya negara ini, yang salah satu sikap otoriternya ditunjukkan oleh tindakan Polda Papua yang melarang aksi demonstrasi berupaya pawai budaya," tuturnya.
Yakobus menyarankan Polda Papua harus merubah pola pikir dan tindakannya mengenai kebebasan menyampaikan pendapatnya di muka umum di Papua.
"Polda Papua jangan menjadi pihak yang merongrong kebebasan menyampaikan pendapat bagi warga negara Indonesia di Papua. Polda Papua jangan menjadi pihak yang menghancurkan demokrasi di Papua," pinta Yakobus. 

Data KontraS Penembakan di Papua Didominasi oleh Polisi

Photo Ilustrasi
Jakarta,-- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebutkan ada 361 kasus penembakkan terjadi di Papua selama kurun waktu 2011-2013.

KontraS Telah Mencacat 279 kasus Penembakan Oleh Polisi, 20 Kasus Penembakan oleh TNI dan 63 Kasus Penembakan oleh OTK (Orang Tidak Kenal), "Haris Azhar (Koordinator KontraS)."

Menurut Haris, ada dua motif utama dalam kasus penembakkan yang dilakukan oknum polisi, yaitu upaya penangkapan pelaku tindak kriminal dan upaya penanganan demonstrasi yang berujung bentrok, maupun bentrokan akibat sengketa lahan maupun konflik komunal.

"Motif lainnya yang tidak begitu banyak dijumpai ialah dendam pribadi atau akibat kelalaian yang dilakukan oleh anggota kepolisian," tegasnya.

Haris juga mengatakanan, penembakan yang dilakukan oleh oknum TNI, umumnya disebabkan oleh permasalahan pribadi dan upaya penanganan gangguan separatisme di Papua.

"Motif penembakan oleh OTK (orang tak dikenal) umumnya merupakan bentuk dari gangguan keamanan dalam hal ini yang menurut beberapa kalangan disebut dengan separatisme," lanjutnya.

Sementara itu, diakui Haris, jenis senjata yang digunakan pelaku penembakkan berbeda-beda. Untuk kasus penembakkan yang dilakukan oknum polisi dan TNI, pada umumnya menggunakan senjata jenis pistol FN dan senjata laras panjang jenis AK 45.

"Sedangkan, peristiwa penembakkan oleh OTK umumnya menggunakan senjata jenis laras panjang atau senjata rakitan," tuntasnya

West Papua Report August 2013

 
This is the 112th in a series of monthly reports that focus on developments affecting Papuans. This series is produced by the non-profit West Papua Advocacy Team (WPAT) drawing on media accounts, other NGO assessments, and analysis and reporting from sources within West Papua.

This report is co-published by the East Timor and Indonesia Action Network (ETAN). Back issues are posted online at http://www.etan.org/issues/wpapua/default.htm Questions regarding this report can be addressed to Edmund McWilliams at edmcw@msn.com. If you wish to receive the report directly via e-mail, send a note to etan@etan.org. Link to this issue: http://etan.org/issues/wpapua/2013/1308wpap.htm

The Report leads with "Perspective," an opinion piece; followed by "Update," a summary of some developments during the covered period; and then "Chronicle" which includes analyses, statements, new resources, appeals and action alerts related to West Papua. Anyone interested in contributing a "Perspective" or responding to one should write to edmcw@msn.com. The opinions expressed in Perspectives are the author's and not necessarily those of WPAT or ETAN. For additional news on West Papua see the reg.westpapua listserv archive or on Twitter.

CONTENTS

This month's PERSPECTIVE reflects on the ongoing diplomatic struggle over West Papuans' right to self-determination currently being waged by Papuan diplomats who have sought to hold the Indonesian government accountable for its violation of fundamental political and civil rights. The author, Octavianus Mote, is a prominent Papuan engaged in this effort.

In this Report's UPDATE section, a UN human rights review focused on Indonesia's excessive use of force in dealing with dissent. Commenting on the UN review, human rights organizations highlighted security force behavior in West Papua. Excessive use of force was on display during the month with the gunning down of an 11 year old Papuan girl. In late July, Papuans who sought to gather peacefully to note the UN meeting were blocked from assembling.
Five of the demonstration leaders were detained. Various voices have expressed concern over restrictions on media in West Papua, including arbitrarily enforced restrictions on foreign journalists, the recent closing of a Papuan magazine, and intimidation of Papuan media seeking to cover what the security forces consider sensitive subjects. The failure of central government provided services in West Papua is exemplified by an absence of qualified teachers in Papuan schools.

In a rare victory for the Papuan people and environmentalists, plans for an oil palm plantation in West Papua have been shelved due in part to opposition by local people backed by environmental activists. Elsewhere, new complaints have emerged from local people who have seen their forests taken without compensation by oil palm plantation developers. Indigenous peoples appeals to the companies involved in the theft and to government officials have gone unanswered.

Plans by the administration of President Yudhoyono to revamp the failed "Special Autonomy" law have sparked new critical comment by human rights advocates and local Papuans.

In this report's CHRONICLE section we note a particularly insightful article focusing on the Melanesian region, including consideration of Papuans application for membership in the Melanesian Spearhead Group (MSG). Inside Indonesia and Papuans Behind Bars highlight prison issues. A Global Post account describes efforts by the Papuan exile Benny Wenda to draw international attention to the Papuan struggle for self-determination. His efforts have raised the importance of West Papua in the context of UK-Indonesian relations. Cornell University has devoted an entire special issue of its journal "Indonesia" to West Papua. Finally, we link to the video and transcript of the UK's House of Lords recent debate on West Papua.

Full Report Etan: Download PDF (5.7 MB)
 
 

Sekretaris II Kedubes AS Bidang Politik Kunjugi Foker LSM Papua

Written By Voice Of Baptist Papua on July 31, 2013 | 1:57 AM

Sekretaris II Bidang Politik Kedubes James P. Feldmayer
Jayapura VoiceBaptist,- Sekretaris II Bidang Politik dari Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) James P. Feldmayer mengatakan,  sekecil apapun keluhan dan Persoalan dari masyarakat Papua itu tetap akan disampaikan dan didengarkan.

Lanjutnya, kami  meminta kepada LSM - LSM lokal yang ada di Papua agar tidak berputus asa memberikan informasi yang sedang berkembang di Papua kepada pihak Kedubes AS.

Demikian kata Sekretaris II Bidang politik dari Kedubes AS James P. Feldmayer ketika usia melakukan pertemuan dengan para pengurus Foker LSM Papua, di Kantor Foker LSM Papua, di Jalan Kampung Yoka, Distrik Heram, senin siang Senin (29/7) sekira pukul 14.00 WIT.

AMP Jakarta Tuntut Referendum Papua barat

Written By Voice Of Baptist Papua on July 30, 2013 | 10:19 PM

HolandiaNews,-- Empat puluh thaun lalu di Irian Barat dilakukan sebuah perisitwa penting yaitu Penentuan Pendapat Rakyat(Pepera) atau referendum pernah terjadi dalam sejarah perjalanan panjang bagi orang Papua. Pasalnya ketika itu, pemerintah Indonesia dan pemerintah kerajaan Belanda berkonflik demi merebut tanah orang Papua hingga berujung pada penentuan nasib sendiri. 
Pelaksanaan Pepera ini harus dilaksanakan karena kedua negara yang bersengketa harus mematuhi dan memenuhi Perjanjian New York 1962. Perjanjian ini pula yang menyatakan kalau warga Irian Barat berhak melaksanakan referendum sebagai hak untuk menentukan nasib sendiri.

Pada 14 Juli sampai dengan 2 Agustus 1969 di seluruh wilayah Irian Barat atau West Irian telah dilaksanakan oleh sebanyak 1026 anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) mewakili 815.904 penduduk Papua. Mereka yang menjadi anggota DMP menurut perincian terdiri dari, unsur tradisional(Kepala Suku/Adat) sebanyak 400 orang, unsur daerah sebanyak 360 orang dan unsur Orpol/Ormas/golongan sebanyak 266 orang.

Anggota DMP hanya memilih tetap di dalam RI atau Tidak artinya melepaskan hubungan dengan RI. Pelaksanaan Pepera berawal di Kabupaten Merauke pada 14 Juli dan berakhir di Jayapura 2 Agustus 1969.

Menurut buku terbitan Pemerintah Daerah Propinsi Irian Barat, 1972 berjudul Penentuan Pendapat Rakyat(Pepera) 1969 menegaskan secara aklamasi wakil-wakil DMP menjatuhkan pilihannya Irian Barat tetap berada di dalam lingkungan Negara kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke.

Aliansi Mahasiswa Papua(AMP) di Pulau Jawa dalam memperingati 44 tahun Pepera di Tanah Papua belum lama ini menyebutkan kalau pelaksanaan Pepera di Tanah Papua pada 1969 adalah cacat hukum dan di bawah tekanan militer Indonesia. Peristiwa Pepera ini sampai sekarang masih menjadi sebuah perenungan panjang yang tak pernah berhenti.


Dolf Faidiban salah seorang pamongpraja Papua dalam buku berjudul, Bhakti Pamongpraja Papua menyebutkan dalam keadaan politik yang tak menentu muncullah orang Papua yang menamakan diri pejuang Papua gaya pejuang Indonesia Raya. Bahkan mereka bertindak sebagai informan untuk tentara Indonesia. Mereka dicatat dan dianggap sebagai pejuang, kemudian dipilih oleh orang Indonesia untuk duduk dalam Dewan Musyawarah Pepera dan ikut dalam Pepera pada 1969.

Jadi bagi Faidiban yang mewakili orang Papua bukan orang-orang baik.Mungkin ada satu atau dua orang yang baik tetapi sebagian besar dari orang-orang itu tadinya menjadi informan. Dia juga berpendapat kalau peran militer dalam pemerintahan sipil semakin intensif, terutama dalam persiapan pelaksanaan New York Agreement.

Contoh konkrit menurut Faidiban adalah surat rahasia Komandan Resort Militer 17 Merauke, Kolonel Blego Sumarto. Nomor surat R-24/1969 perihal pengamanan Pepera, tanggal 8 Mei 1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida. Isi surat tersebut antara lain menyebutkan pada massa polling diperlukan adanya penggantian anggota Dewan Musyawarah Pepera(DMP), penggantian harus dilakukan jauh sebelum musyawarah Pepera. Faidiban berpendapat kalau kesimpulan dari isi surat rahasia Kolonel Blego Sumarto adalah Pepera secara mutlak harus dimenangkan baik secara wajar atau tidak wajar.

Dalam buku Prof Dr PJ Drooglever yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berjudul Tindakan Pilihan Bebas, Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, menulis Pangdam XVII Cenderawasih, Brig Jend Sarwo Edi Wibowo mengatakan saat menjelang Pepera pihaknya telah memiliki lebih dari enam ribu pasukan. Dalam bulan-bulan pertama pada 1969 kata Mendagri Amir Mahmud akan ditingkatkan menjadi sepuluh ribu orang pasukan. Sedangkan kekuatan pada pelaksanaan Pepera pada Juli-Agustus akan ditambah menjadi enam belas ribu orang pasukan.

Lepas dari pro dan kontra tentang pelaksanaan Pepera di Tanah Papua yang dianggap cacat hukum dan pengaruh tekanan militer. Faktanya pelaksanaan Pepera 1969 sudah diterima oleh dunia Internasional. Walau demikian ada baiknya perenungan pelaksanaan Pepera 1969 ini bisa menjadi semacam pelajaran berharga yang tak boleh dilupakan oleh generasi muda Papua. (Jubi/Dominggus A Mampioper)

Organisasi Free West Papua Membuka Kantor di Belanda

Photo Ilustrasi
London (VoiceBaptist),-- Free  West Papua Campaign adalah Organisasi Kemerdekaan Papua barat yang berkedudukan di london Inggris raya.

Diawal tahun ini setelah membuka kantor resmi di Inggris London dan selanjutnya dengan rencana membuka kantor baru di Belanda.

Awal tahun ini Kampanye luar biasa dan setelah melakukan tour dunia dalam msi kampanye free west papua  yang digawangi oleh  Benny Wenda Pemimpin diasingkan Papua Barat Kemerdekaan atas tuntutan kemerdekaan yang berkedudukan  kantor di kota Inggris Oxford.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Indonesia pernah menyuarakan kekecewaan bahwa pemerintah Inggris tidak bersedia untuk mengambil langkah-langkah terhadap kantor.

Menurut sumber, Kampanye belanda ini Oridek Ap mengatakan kantor baru di Den Haag akan dibuka pada tanggal 15 Agustus, ulang tahun ke-51 dari Perjanjian New York antara Belanda dan Indonesia di mana kendali mantan Nugini Belanda itu diserahkan.
 
"Ini adalah tugas kita untuk menginformasikan pemuda di Belanda tentang sejarah mereka sendiri, tentang sejarah kami, kisah Papua Barat, dengan membuka kantor sehingga orang akan tahu bahwa ada sebuah kantor di mana kita bisa mendapatkan informasi lebih lanjut tentang situasi di Papua Barat dan tentang mengapa orang-orang di Papua Barat yang berjuang untuk kebebasan. "

Oditek Ap dari Free West papua Kampanye.

RI panggang atas Catatan hak Asasi Manusia Pada Sesi HAM PBB

Written By Voice Of Baptist Papua on July 11, 2013 | 10:28 PM


Laporan Yohanna Ririhena, The Jakarta Post - Jenewa


Jenewa,-- Anggota Komite Hak Asasi Manusia PBB mempertanyakan komitmen Indonesia untuk menyelesaikan pelanggaran HAM, melindungi agama minoritas dan penggunaan kekuatan yang berlebihan di kalangan aparat negara, pada sesi review PBB pada Rabu.

Panitia, yang terdiri dari 18 ahli hak asasi manusia dari seluruh dunia, menyoroti bahwa kegagalan untuk menegakkan hukum dan ketertiban mengakibatkan pelanggaran hak asasi, selama penilaian pertama pelaksanaan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Pertanyaan rinci dan tajam menyentuh berbagai kasus termasuk pembunuhan aktivis hak asasi Munir pada tahun 2004; pembunuhan ekstra yudisial di Papua, UU 2008 tentang pornografi yang dianggap diskriminatif terhadap perempuan dan masyarakat LBGTIQ, penerapan hukum Syariah di Aceh, dan serangan terhadap pengikut Syiah di Madura, Jawa Timur, pada Ahmadiyah di Cikeusik, Jawa Barat, di gereja maupun di festival film gay.

Komite wakil ketua Yadh Ben Achour mencatat budaya endemik impunitas meski negara meratifikasi ICCPR. Ia mempertanyakan mengapa Kejaksaan Agung (Kejagung) telah gagal untuk melanjutkan dengan rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Ada ketegangan dan rekomendasi tidak selalu diterima dengan baik. Ada tuduhan bahwa pemerintah diminta untuk mengabaikan rekomendasi Komnas HAM. "

Achour juga meneliti tentang kesesuaian peraturan daerah (perda) dan hukum nasional dan norma-norma internasional.

"Ada kontradiksi antara otonomi dan pemerintah," tegasnya.

Ia meminta penjelasan mengenai penerapan hukum Syariah di Aceh, khususnya mengenai hukuman fisik. "Apakah itu sesuai dengan ICCPR, terutama pada penggunaan kekuatan yang berlebihan?"

Delegasi Indonesia yang terdiri 22 pejabat pemerintah, polisi dan militer yang dipimpin oleh Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktur Departemen umum HAM Harkristuti Harkrisnowo, disajikan sebuah laporan awal tentang keadaan hak-hak sipil dan politik di markas PBB di Jenewa pada hari Rabu dan Kamis.

Menanggapi pertanyaan anggota komite ', Harkristuti menekankan bahwa konstitusi tidak mengatakan apa-apa tentang konvensi internasional. "Status instrumen internasional adalah sama dengan undang-undang nasional, tidak di atas. Dalam kasus konflik, maka akan dibawa ke Mahkamah Agung. "

Pada isu kebijakan dan program untuk pelaksanaan ICCPR, katanya, itu telah tercermin dalam rencana aksi HAM nasional dan melalui berbagai peraturan nasional dan regional.

Perwakilan LSM Indonesia mengkritik pemerintah tentang penjelasan yang kredibel.

Poengky Indarti dari Imparsial berpendapat bahwa pemerintah belum menyentuh pada fakta-fakta yang nyata. "Dengan [besar] delegasi, pemerintah seharusnya sudah menyiapkan data yang lebih mandiri, dan tidak hanya sikap membela."

Choirul Anam dari Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia menyesalkan penjelasan pemerintah, mengatakan ada kurangnya data konkret dan rinci.

Socratez: Mengapa Tokoh Papua Diam?

Written By Voice Of Baptist Papua on July 8, 2013 | 1:12 AM

S. Sofyan Yoman

JAYAPURA - Salah seorang Tokoh Gereja Asal Pegunungan Tengah yang juga sebagai  Ketua Umum Persekutuan Gereja Baptis Papua (PGBP), Socratez Yoman, mengatakan, Duta Besar Belanda, Tjeerd De Zwaan setelah pertemuan dengan Polda Papua, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemuda di ruang Rupatama Mapolda Papua Selasa, (2/7) lalu,  dimana dalam pertemuan itu Duta Besar Tjeerd De Zwaan mengharapkan agar mendapatkan jawaban yang baik tentang penerapan Otsus Plus, namun tidak satupun Tokoh Papua yang hadir saat itu memberikan jawaban kepada Duta Besar Tjeerd De Zwaan.

  Atas hal itu, dirinya menjadi tanda tanya, mengapa tokoh-tokoh di dalam forum tersebut  diam dan tidak menjawab pertanyaan Dutas Besar Tjeerd De Zwaan tentang Otsus Plus tersebut. Apakah tokoh-tokoh ini tidak tahu masalah yang terjadi di Papua? mengapa mereka terkesan  takut. Harusnya kata dia para tokoh yang hadir itu memberikan jabawan yang sebenar-benarnya sesuai dengan kondisi riil yang ada, bukan sebaliknya terkesan diam.

 Dengan diamnya para tokoh ini, membuat  Socratez yang terkenal  volak  ini  menjadi bertanya lagi, apakah kondisi ini memperlihatkan bahwa tokoh-tokoh Papua sudah dilumpuhkan dengan siasat licik Pemerintah Indonesia? apakah ini bukti bungkamnnya kebebasan berpendapat dan matinya demokrasi di Papua selama ini.

“Ini yang menjadi pertanyaan besar bagi saya terhadap pertanyaan Dubes Belanda yang tidak dijawab tersebut,” ungkapnya kepada Bintang Papua via ponselnya, Sabtu, (7/7).

 Baginya, mestinya para tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh adat di Papua, harus tetap menyampaikan fakta yang sebenarnya yang terjadi selama ini di Papua baik kepada Dubes Belanda maupun kepada dunia internasional.

Karena yang namanya orang yang ditokohkan masyarakat, harus memiliki beban moril dalam memperjuangkan apa yang menjadi permasalahan masyarakat saat ini maupun kedepannya, bukan diam membisu karena telah dibungkam oleh para pengusaha di Negeri ini.

Anda boleh bungkam di dunia ini, tapi di akhirat anda tidak bisa bungkam, karena setiap kata, kalimat  perbuatan itu dipertanggungjawabkan dalam pengadilan terakhir pada akhir zaman,” imbuhnya

Sumber: Bintang Papua 

Pimpinan Gereja Papua Minta Pemantau Khusus PBB Diizinkan ke Papua

Written By Voice Of Baptist Papua on July 2, 2013 | 9:58 PM

Usulan 2 Tokoh Gereja kepada Kedubes Belanda 



Tokoh Gereja. Socratez S. Yoman

JAYAPURA— Dua  Tokoh Gereja vokal di Papua masing-masing,  Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt. Dr. Beny Giay,  bertemu Dubes Belanda Tjeerd de Zwaan  didampingi Wakil Kepala  Divisi  Politik Kedubes  Belanda, Maarten Van Den Bosch. 

Pertemuan itu   berlangsung selama dua jam mulai  pukul 18.00 WIT hingga 20.00 WIT di Swissbelt Hotel, Jayapura, Selasa (2/7) malam. 

Dalam pertemuan itu, pihak  Dubes Belanda menanyakan  soal  implementasi Otsus dan adanya Otsus Plus  bagi  rakyat Papua,    namun menurut  Socratez Sofyan Yoman,  pihaknya menyampaikan  Otsus  telah gagal.  

“UU Otsus  bagus.  Kalau kita lihat   dari UU pasal  demi pasal atau  item demi item  itu bagus.  Tapi    telah gagal dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.  Karena itu kan bergaining  politic  antara pemerintah Indonesia dan  rakyat Papua,” tukas dia.

Kemudian masalah yang lain,  lanjut Socratez,  adalah Otsus  Plus. Otsus  Plus  bukan solusi, tapi sekedar mengubah nama, namun substansinya tak ada penyelesaian. 
 
Karena  itu, bebernya,  pihakmya mengusulkan beberapa  hal kepada Dubes Belanda, agar   pemerintah Indonesia   perlu melakukan  beberapa  langkah. Pertama, bebaskan semua   Tapol/Napol di Tanah Papua tanpa  syarat.  

Kedua, wartawan asing izinkan masuk Papua  untuk  melihat pembangunan   di Papua. Ketiga,  ada pemantau khusus  PBB diizinkan masuk ke  Tanah Papua. Keempat, ada dialog  untuk  penyelesaian masalah Papua secara  komprehensif dan  bermartabat  melalui  dialog   damai  yang jujur antara pemerintah Indonesia  dan rakyat Papua tanpa syarat  dan dimediasi  pihak ketiga yang netral. 

Senada dengan  itu, Beny Giay menuturkan, pihak  Dubes Belanda  ingin mengetahui  tentang   Otsus  itu apakah dalam  Otsus  itu ada  hal-hal yang bisa diangkat dan bisa diimplementasikan untuk kepentingan  rakyat  Papua. 

Dikatakan Doktor  Antropologi  ini,   Dubes Belanda  juga bertanya soal  Otsus Plus, tapi pihaknya menyampaikan Otsus  ini sudah dinilai  gagal baik oleh masyarakat Papua  maupun Indonesia, karena   15  Agustus  2005  itu  Otsus telah dikembalikan ke pemerintah Indonesia. 

“Jadi kita  anggap Otsus  itu sudah ‘almarhum’. Sekarang persoalannya pemerintah Indonesia mengeluarkan dua kebijakan masing-masing  UP4B  dan Otsus Plus. Yang terakhir  ini belum diketahui kegunaannya karena belum  didiskusikan di publik,” jelasnya. 

Karenanya, kata  dia,  Dubes Belanda  juga   berpikir bagaimana Otsus Plus  bisa disikapi  oleh  orang Papua  untuk  bisa memperoleh manfaat dari  itu. 



Mayoritas di Melanesia mendukung kemerdekaan Papua Barat

Written By Voice Of Baptist Papua on June 30, 2013 | 7:03 PM

Sebagai pemimpin berkumpul di Fiji minggu ini untuk Melanesian Spearhead Group (MSG) Leaders Summit, Pasifik Institut Kebijakan Publik (PIPP) telah merilis temuan dari pertama jajak pendapat melalui telepon yang pernah dilakukan di seluruh Melanesia.

Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan "Melanesia keluarga" negara yang diajukan, termasuk satu meminta yang besar "non pulau Pasifik" negara dianggap mitra terbaik bagi masing-masing negara di wilayah tersebut.
Pemimpin MSG dapat didorong bahwa mayoritas (74,9%) responden menyadari badan regional untuk mewakili Melanesia.

Ketika ditanya siapa mereka dianggap sebagai bagian dari keluarga Melanesia, mayoritas yang jelas responden termasuk anggota didirikan (PNG, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Fiji dan Kaledonia Baru), sementara 42% juga termasuk Papua Barat, 17,1% termasuk Australia, 14,9% termasuk Indonesia dan 14,1% termasuk Timor Leste.

Pertanyaan lain yang diajukan adalah "Apakah Anda mendukung kemerdekaan bagi Papua Barat?" Sebuah mayoritas responden di seluruh Melanesia mengatakan ya, dengan dukungan yang sangat tinggi di PNG (89,3%) dan Vanuatu (88,2%). Hal ini menunjukkan keterputusan antara dukungan rakyat dan posisi yang diambil oleh pemerintah di wilayah tersebut, kecuali Vanuatu, yang telah lama diperjuangkan Barat penyebab Papua pada tingkat politik.

Diminta untuk menghubungkan hubungan antara negara mereka dan Australia, mayoritas responden mengatakan hal itu positif kecuali yang berada di Fiji. Australia juga dianggap sebagai mitra eksternal yang terbaik untuk PNG (40,5%) dan Solomon (40,4%), sedangkan untuk Vanuatu hanya 14,1% responden menganggap Australia terbaik, sedangkan China mencetak 32,9%. Di antara responden di Fiji ada perasaan bahwa itu dianggap Australia, Selandia Baru, Cina dan AS karena semua kira-kira sama pentingnya.

Sehubungan dengan keterlibatan dengan Fiji, mayoritas responden termasuk di Fiji sendiri, memilih untuk meningkatkan keterlibatan atau menjaga tingkat keterlibatan seperti itu.

Pandangan yang diungkapkan oleh responden jajak pendapat ini dapat membantu para pemimpin MSG karena mereka membahas tentang masa depan daerah ini.


Purom O. Wenda, TPN/OPM Tetap Peringgati 1 Juli Sebagai HUT TPN-PB

Gen. Purom Okima Wenda dan Kapten.Rambo Wenda/Photo wene
Jayapura SBP,-- Berhubung dengan 1 Juli Sebagai HUT Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB), Gen. Purom Okiman Wenda Mengatakann, untuk Setiap Kodap Pertahanan akan mengadakan berbagai Macam kegiatan sesuai dengan kondisi masing-masing Pertahanan, yang di Hubunggi Voice Baptist Melalui via selulernya, 29/06.
Tegasnya, “1 juli sebagai hari bersejarah bagi kami (TPN), kami akan melalukan Pengibaran bendera bahkan melalui Upacara Resmi TPN katanya.”

Okima Sambung “Untuk setiap pertahanan di seluruh pelosok papua akan mengadakan sesuai dengan kondisi keamanan dan situasi riil daerahnya, kami akan turunkan kekuatan penuh untuk mengamankan jalannya peringgatan HUT TPN 1 juli 2013, ini hari besar bagi kami, dan kami tetap merayakannya, katanya.”

Terkait dengan ada pemberitaan Lambert Perikir  bahwa 1 juli tidak ada pengibaran bendera, Menurut Okima bahwa, pernyataan itu sepihak dan tidak berkoordinasi dengan pertahanan pusat, mungkin itu OPM, OPM adalah ornganisasi sipil maka bisa saja mengataan seperti begitu, kalau kami TPN di pertahanan tidak, kami akan memperinggati karena ini hari yang bersejarah bagi kami Katnya”

Lanjutnya terkait Larangan  Polda papua dan Pagdam, perayaan HUT TPN, kami (TPN) tegaskan bahwa, kami adalah pejuang pemisahan diri dari Indonesia, Kami TPN adalah Pejuang Papua merdeka Mereka  Pagdam ka, Polda ka  adalah Republik Indonesia, jadi HUT ini semacam hari-hari besar seprti 17 agustus dan lainya, kami tidak pernah menganggu kegiatan perayaan mereka, jadi Polda dan Pagdam jangan menganggu kami, tegasnya”. 

Selanjutnya dia menghimbau kepada Polda Papua atau Pagdam Cenderawasih, agar tidak membatasi jalannya HUT TPN, jika ada yang menganggu tentu tidak akan kami tolerir, kami akan mengangkat senjata katanya’ 

“TPN tidak pernah menganggu rakyat biasa, kami punya aturan perang dan tidak ada yang bisa membatasi kegiatan kami, apalagi aparat yang selalu menganggu kami, ya kami tentu akan bertindak sesuai dengan komando kami katanya.”

Sambung lagi, “ untuk seluruh rakyat papua agar tetap tanang dan tidak terporpokasi dengan statement yang menakut – nakuti rakyat, TPN akan tetap membela rakyat kami dan tetap berada di depan demi membela rakyat dan tanah leluhur kami katanya.

Selanjutnya menurut,TPN  Kodap wilayah Tabi Nm. Davit Tarko, mengatakan 1 Juli sebagai hari HUT TPN/OPM maka tentu kami akan merayakannya, 

Lanjut Davit, “ rakyat kami selalu mati di tangan aparat TNI/Polri seperti kasus 1 mei kemarin, bagi kami sebgai pembela rakyat tetap melakukan berbagai hal demi membela rakyat sipil kami, TPN tetap melakukan pengibaran bendera sebagai bentuk peringgatan HUT TPN.

Sambungnya, seperti yang di beritakan Hans Bonay atau Labert Perikir saya tegaskan statement harus bertagunggjawab dan tidak mengorbankan rakyat papua, karena mereka tidak berkoordinasi dengan pertahanan lain dan sepihak teganya,”

Saya mendukung kata Gen. Purom Wenda, harus bertanggung jawab dan merayakan sesuai dengan kondisi rill masing-masing pertahanan, kami bukan tuntut atau korban pembangunan tapi kami korban HAK politik dan harus diperjuangkan katanya,” (tq)

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger