Socrates Sofyan Yoman, (Ketua Umum BPP-PGBP)
Soal Larangan Buku 'Tenggelamnya Rumpun Malanesia’
Jayapura, Penyitaan buku Tenggelamnya Rumpun Malanesia’ dari pasaran oleh pihak Kejaksaan Negeri Jayapura mendapat reaksi keras dari Ketua Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua, Socrates Sofyan Yoman.
Sofyan Yoman Mengatakan yang merupakan penulis kata pengantar buku Tenggelamnya Rumpun Malanesia’ ini menilai pelagaan itu merupakan bukti bahwa NKRI sudah merdeka belum dewasa dalam berdemokrasi dan menerima perbedaan yang menunjukan perbedaan intelektual suatu bangsa .
Buku ini bagian terpenting dari ekspresi situasi riil di papua, kenapa dilarang? Katanya ! Soal buku karya Sendius wonda, SH.Msi. yang dinilai mendiskreditkan pemerintah sehingga jasa agung mengeluarkan surat keputusan dan intruksi melarangnya peredaran buku tersebut, menurut sofyan bahwa buku tersebut merupakan salah satu koreksi dan control terpenting bagi bangsa ini.
Bahkan yoman menilai jika buku itu dilarang akan muncul simpai dari masyarakat banyak karena membuat masyarakat ingin tahu tentang isinya kenapa sampai dilarang beredar luas.
Socrates megatakan larangan terhadap buku itu. Juga agar untuk membatasi kebebasan berfikir dan berpendapat serta mengetahui pendapat lewat buku tersebut, sehingga kedepan ia menilai bisa orang bicara dilarang padahal saat ini sudah masuk era demokrasi.
Itu merupakan surat pelecehan dan penghinatan sebagai pembelenggu kekayaan intelektual, harusnya pemerintah bangga bahwa ada anak papua yang bisa menunjukan kekayaan intelektualnya melalui bukunya.
Socrates menegaskan bahwa buku tersebut sudah dicetak sebanyak 5000 ekslempar dan telah beredar sejak tiga bulan yang lalu terlambat jika dilarang beredar dan tidak perlu dilarang. Selain itu buku tersebut sudah beredar di seluruh Indonesia bahkan hingga di amerika dan Australia dimana saat ini sedang diterjemakan dalam bahasa inggris.
Dan Yoman mengatakan kami dari gereja akan melindungi anak ini ( sendius wonda ) dalam bentuk apapun karena buku tersebut merupakan tulisan penderitaan yang cukup lama, secara pribadi dan oemimpin gereja akan lindungi dia jika dia dipangil harusnya saya kalau dilarang, kejaksaan tangkap saya, cetusnya.
Ia menilai sendius wonda patut diproteksi, apalagi ia anak pedalaman papua yang sedang tummbuh dan berkembang dengan karya intelektualnya dan yoman mengaku buku tersebut tidak mengkreditkan pemerintah bahkan sebelum ia memberi kata pengantar sudah membaca selama 1bulan kemudian saya memberi kata pengantar dan legalitas.
Selain itu yoman juga mengaku bahwa ada 1 buku lagi karyanya yakni ‘Pemusnahan Etnis Malanesia’ yang kini sudah beredar lama dan pihaknya rencanakan peluncuran buku tersebut. Sumber cepos
Jayapura, Penyitaan buku Tenggelamnya Rumpun Malanesia’ dari pasaran oleh pihak Kejaksaan Negeri Jayapura mendapat reaksi keras dari Ketua Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua, Socrates Sofyan Yoman.
Sofyan Yoman Mengatakan yang merupakan penulis kata pengantar buku Tenggelamnya Rumpun Malanesia’ ini menilai pelagaan itu merupakan bukti bahwa NKRI sudah merdeka belum dewasa dalam berdemokrasi dan menerima perbedaan yang menunjukan perbedaan intelektual suatu bangsa .
Buku ini bagian terpenting dari ekspresi situasi riil di papua, kenapa dilarang? Katanya ! Soal buku karya Sendius wonda, SH.Msi. yang dinilai mendiskreditkan pemerintah sehingga jasa agung mengeluarkan surat keputusan dan intruksi melarangnya peredaran buku tersebut, menurut sofyan bahwa buku tersebut merupakan salah satu koreksi dan control terpenting bagi bangsa ini.
Bahkan yoman menilai jika buku itu dilarang akan muncul simpai dari masyarakat banyak karena membuat masyarakat ingin tahu tentang isinya kenapa sampai dilarang beredar luas.
Socrates megatakan larangan terhadap buku itu. Juga agar untuk membatasi kebebasan berfikir dan berpendapat serta mengetahui pendapat lewat buku tersebut, sehingga kedepan ia menilai bisa orang bicara dilarang padahal saat ini sudah masuk era demokrasi.
Itu merupakan surat pelecehan dan penghinatan sebagai pembelenggu kekayaan intelektual, harusnya pemerintah bangga bahwa ada anak papua yang bisa menunjukan kekayaan intelektualnya melalui bukunya.
Socrates menegaskan bahwa buku tersebut sudah dicetak sebanyak 5000 ekslempar dan telah beredar sejak tiga bulan yang lalu terlambat jika dilarang beredar dan tidak perlu dilarang. Selain itu buku tersebut sudah beredar di seluruh Indonesia bahkan hingga di amerika dan Australia dimana saat ini sedang diterjemakan dalam bahasa inggris.
Dan Yoman mengatakan kami dari gereja akan melindungi anak ini ( sendius wonda ) dalam bentuk apapun karena buku tersebut merupakan tulisan penderitaan yang cukup lama, secara pribadi dan oemimpin gereja akan lindungi dia jika dia dipangil harusnya saya kalau dilarang, kejaksaan tangkap saya, cetusnya.
Ia menilai sendius wonda patut diproteksi, apalagi ia anak pedalaman papua yang sedang tummbuh dan berkembang dengan karya intelektualnya dan yoman mengaku buku tersebut tidak mengkreditkan pemerintah bahkan sebelum ia memberi kata pengantar sudah membaca selama 1bulan kemudian saya memberi kata pengantar dan legalitas.
Selain itu yoman juga mengaku bahwa ada 1 buku lagi karyanya yakni ‘Pemusnahan Etnis Malanesia’ yang kini sudah beredar lama dan pihaknya rencanakan peluncuran buku tersebut. Sumber cepos
*Melanggar Kebebasan Berekspresi*
Menanggapi gegeran ini, peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)Jakarta, Muridan S. Widjojo, kepada wartawan menyatakan bahwa pelarangan inimelanggar kebebasan berekspresi. "Setiap warga negara itu berhakmengeluarkan pendapatnya, buah pikirannya, cara dia memandang persoalan dipropinsinya, maupun di tingkat nasional. Saya kira ini harus dilindungi. Iniprinsip dasar yang tercantum dalam undang-undang dasar," katanya.Muridan menilai, dari isinya, buku ini merupakan khas cara berpikir aktivisPapua di kelompok tertentu yang ditandai satu hal, yakni *culture of terror*."Dulu saja banyak aktivis Indonesia yang cara melihat Soeharto juga sepertiitu. Saya kira cara berpikir ini harus dihargai. Kalau memang tidak setuju,kita bisa *counter*, bikin buku baru. Ini harus diapresiasi, karena dimasyarakat Papua telah berkembang pesat tradisi untuk menulis. Ini yangharus dihargai oleh Pemerintah Indonesia," tegasnya.Muridan juga mengkritik pemerintah, bahwa penyitaan ini melanggarUndang-Undang Dasar 1945, melanggar kebebasan berekspresi.Karena itu, dengan ini, Penerbit Galangpress menyatakan sikap menolakcara-cara represif negara seperti ini. Reformasi mestinya mengubah perilakubar-bar ala Orde Baru menjadi perilaku yang beradab, yang mengedepankan dialog.
Sepertinya Negara serigala berbulu domba ( RI ) sangat kebakaran jenggot mengungkap cara-cara barbarisme yang sudah, sedang mereka peragakan kepada manusia Papua ke publik melalui tulisan anak-anak adat Papua.
ReplyDeleteMemang kebenaran pasti saja di bungkam dengan berbagai cara oleh kekuatan alat negara tetapi kebenaran tidak pernah di kalahkan, karena:
1. Allah pencipta tanah dan manusia Papua akan senantisa memihak kepada kubu rel kebenaran
2. Hak kepemilikan Tanah Papua adalah hak kesulungan mutlak yang di pegang oleh manusia Papua sebagai anugerah Sang pencipta ( Allah ) untuk beranak cucu bagi manusia papua memenuhi bumi persada Papua!
Ingat bahwa tidak ada kamus versi Indonesia yang mengatakan bahwa; Papua tidak merebut kembali kemerdekaan Negara Papua yang pernah di deklarsikan di Hollandia pada tanggal 01 Desember 1969 dan kemudian di aneksisasi oleh Indonesia lewat PEPERA dengan cara-cara yang tidak bermartabat dan cacat kaidah-kaidah yang berlaku!
walaupun Indonesia ( alat negara-TNI/POLRI, Jaksa ) boleh teror, tangkap, siksa dan bahkan mencabut nyawa kami ( Manusia Papua ) tetapi kami tetap akan menang karena Jati diri kami anda tidak mampu kalahkan!
Tunggulah detik-detik hancurnya NKRI, moment itu pasti akan tiba.
"Kekalahan utama manusia Papua adalah diam dan Takut untuk melawan"
Ayo bangkit dan Lawan, wujudkan impianmu NEGARA PAPUA BARAT YANG BERDAULAT.
Kuta beach
slow_man