Genewa Swiss,-- The Jakarta Post Melaporkan Bahwa Sebuah
koalisi kelompok hak asasi manusia telah mendesak pemerintah Indonesia
untuk lebih terbuka dalam melaporkan situasi hak asasi manusia di negara
itu ketika menyajikan sebuah laporan di PBB sesi di Jenewa nanti minggu ini.
Seperti di kutip The Jakarta Post
Delegasi
Pemerintah Indonesia dijadwalkan memberikan laporan tentang pelaksanaan
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) selama sesi Komite
Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss pada tanggal 10 Juli dan 11.
Ini akan menjadi laporan pertama Indonesia diperiksa oleh panitia setelah delapan tahun ratifikasi Indonesia ICCPR. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia meratifikasi ICCPR dengan memberlakukan UU No 12/2005 (UU no. 12/2005).
"Kami
berharap pemerintah akan lebih terbuka tentang situasi hak asasi
manusia di negara itu setelah menandatangani perjanjian," kata direktur
eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin selama akhir
pekan.
Dia
mencatat bahwa menutupi fakta-fakta nyata dari situasi hak asasi
manusia atau menolak untuk mengakui kebenaran akan dijalankan terhadap
semangat negara sebagai negara pihak ICCPR.
Rafendi
memberi contoh bahwa telah terjadi penyiksaan dan perlakuan buruk
terhadap para tahanan, terutama teroris miskin dan dugaan.
Dalam
laporannya, pemerintah mengatakan: "Adalah penting untuk menekankan
bahwa dalam demokrasi di mana media bebas dan transparansi merupakan
salah satu elemen penting, kejadian dari setiap pelanggaran terhadap
para tahanan selalu terbuka untuk umum, termasuk cara otoritas terkait mengatasi kejadian tersebut. Namun, mengkategorikan kejadian penyiksaan di fasilitas penahanan luas adalah berlebihan. "
HRWG PBB manajer program Ali Akbar Tanjung menambahkan bahwa keterbukaan dalam menyajikan laporan akan menjadi penting. Karena
komite terdiri atas ahli, rekomendasi mereka akan penting bagi upaya
pemerintah untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia.
"Ini
berbeda dengan UPR [Universal Periodic Review] ketika rekomendasinya
bisa bernuansa politik, karena laporan pemerintah ditinjau oleh sesama
negara anggota," kata Akbar.
HRWG,
mewakili sekitar 50 kelompok masyarakat sipil di seluruh negeri, telah
mengindikasikan bahwa delapan tahun setelah ratifikasi, perlindungan hak
asasi manusia masih belum membaik.
"Akan sulit untuk tidak mengatakan bahwa perlindungan HAM tidak membaik," tambah Rafendi.
Oleh
karena itu, masyarakat sipil berharap sesi komite pertama akan menjadi
ujian keterbukaan pemerintah dan konsistensi komitmen terhadap
perlindungan hak asasi manusia, termasuk rehabilitasi dan restitusi bagi
korban.
HRWG telah menyerahkan laporannya kepada panitia, menggarisbawahi beberapa isu yang akan disorot
dalam
rekomendasi mendatang: perlindungan minoritas agama, perempuan dan
LGBTI, situasi di Papua, penyiksaan tahanan, hukuman mati dan peraturan
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan
norma-norma.
Komite Hak Asasi Manusia adalah sebuah badan pakar independen yang memantau pelaksanaan ICCPR oleh pihak negaranya. Semua pihak negara wajib menyampaikan laporan berkala kepada panitia tentang bagaimana hak tersebut dilaksanakan. Amerika
awalnya harus melaporkan satu tahun setelah mengaksesi perjanjian dan
kemudian setiap kali permintaan panitia (biasanya setiap empat tahun).
Komite ini bertemu di Jenewa atau New York dan biasanya memegang tiga sesi per tahun. Mengkaji
setiap laporan dan menyampaikan keprihatinan dan rekomendasinya kepada
pihak negara yang bersangkutan dalam bentuk "menyimpulkan pengamatan".
Sesi ke-108 panitia akan diselenggarakan dari 08-26 Juli - Selanjutnta The Jakarta Post
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here