SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » » PERNYATAAN KEPRIHATINAN PARA PIMPINAN GEREJA

PERNYATAAN KEPRIHATINAN PARA PIMPINAN GEREJA

Written By Voice Of Baptist Papua on November 5, 2008 | 7:18 PM


Kami, para pimpinan gereja menyatakan keprihatinan kami atas situasi yang sedang terjadi beberapa hari terakhir di Tanah Papua, khusunya di Jayapura.

Kami dengar dari pemerintah Indonesia, melalui Duta Besar Indonesia di London, Inggris, dan pihak Kepolisia di Papua bahwa peluncuran Internasional Parliament for West Papua (IPWP) tanggal 15 Oktober 2008 di House of Commons merupakan suatu acara yang tidak signifikan. Acara peluncurannya bukan merupakan acara resmi dan terjadwal dari parlemen Inggris. Acara itu hanya dihadiri oleh 2 anggota parlemen saja, dan pertemuannya berlangsung di ruang tertutup. Sebab itu, pemerintah telah menghumbau masyarakat Indonesia, termasuk di Papua, untuk tidak terpancing.

Kami merasa prihatin karena sekalipun acara peluncurannya diakui tidak signifikan, tetapi pihak keamanan bertindak represif terhadap orang Papua. Pada tanggal 16 Oktober, gabungan dari polisi tentara, dan angkatan laut meblokir jalan raya Waena untuk menghalangi ribuan orang Papua yang hendak menyampaikan pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat di Jayapura. Menghadapi rencana demontrasi damai ini, pihak keamanan melakukan siaga diseluruh sudut kota Jayapura, bahkan sampai mengeluarkan tank-tank militer seakan-akan hendak menghadapi serangan militer yang dilancarkan oleh Negara lain.

Pemblokiran jalan oleh pihak keamanan, menurut kami, merupakan suatu tanda yang mengindikasikan adanya pemblokiran saluran demokrasi. Ribuan orang Papua tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya tentang acara peluncura IPWP yang diakui tidak signifikan itu. Aparat keamanan bukan hanya memalang jalan raya, tetapi juga saluran demokrasi. Kami melihat bahwa ruang demokrasi sengaja ditutup oleh pihak keamanan dan tertutup bagi orang Papua. Kami prihatin karena orang Papua yang mau demontrasi ini tidak diberikan kesempatan untuk melaksanakan haknya yakni kebebasan berekspresi (freedom of expression). Tentunya, hal ini mencoreng wajah Indonesia sedang berkembang menjadi Negara demokrasi.

Pemerintah masih melanjutkan tindakan represifnya, ketika orang Papua ingin melaksanakan demonstrasi di kota Jayapura pada hari Senin, 20 Oktober 2008, suasana di Kota Jayapura mencekam. Aparat keamanan yang terdiri dari Polisi, Brimob, militer dan mariner diangkut dengan 11 truk dan disebarkan di Kota Jayapura. Selain itu ratusan intelijen disebarkan dalam kota. Orang dilarang untuk mengambil gambar. Setiap dua atau tiga orang Papua berdiri dan berbicara di suatu tempat, maka mereka langsung dibubarkan dan atau ditangkap oleh aparat keamanan. Akibatnya hanya sedikit orang Papua di Jayapura dan mereka pun tidak berani berbicara karena takut ditangkap.

Sementara situasi di Kota Jayapura mencekam, pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap belasan orang dan menahan mereka di tahanan Polresta Kota Jayapura. Mereka bukan hanya ditangkap, tapi juga dipukul dengan popor senjata, sebagaimana dialami oleh Bucthar Tabuni. Kami merasa prihatin karena aparat kemanan ternyata tidak hanya melakukan pemblokiran jalan raya, tapi juga penangkapan, penahanan, dan pemukulan terhadap orang yang ditahan dan menggangu ketentaraman di Kota Jayapura.

Menurut kami, tindakan yang berlebihan dari pihak keamanan seperti ini memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia masih salah dalam melihat orang Papua. orang Papua yang mempunyai aspirasi dan pendapat yang berbeda dipandang sebagai orang-orang jahat yang melakukan tindakan criminal. Demontrasi damai dipandang sebagai suatu kegiatan yang menyatakan kriminalitas. Sebab itu, kami merasa prihatin, karena orang Papua diperlakukan seperti orang jahat atau criminal, hanya karena mempunyai pendapat yang berbeda.

Kami melihat bahwa orang Papua berada di tengah dua pendapat yang berbeda. Di satu pihak orang Papua mendengar bahwa IPWP membahas tentang PEPERA yang dilaksanakan tahun 1969, IPWP mengatakan bahwa PEPERA catat hukum. Di lain pihak, orang Papua mendengar dari pemerintah Indonesia bahwa PEPERA sudah final. Kami merasa prihatin karena orang Papua dibiarkan bingung diantara dua pendapat yang berbeda ini dan terus menjadi korban.

Menurut kami, masalah pro dan kontra terhadap pelaksanaan PEPERA tidak akan diselesaikan dengan cara pemblokiran jalan, penangkapan, penahanan, pemukulan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Menangkap, mengadili dan memenjarakan semua orang Papua pun tidak akan menyelesaikan persoalan PEPERA. Kami percaya bahwa kekerasa sebesar apapun tidak pernah akan menyelesaikan persoalan PEPERA ini.

Oleh sebab itu, untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan agar orang Papua tidak menjadi korban terus-menerus, kami mengusulkan agar masalah PEPERA ini diselesaikan melalui suatu dialog damai. Kami mendorong pemerintah Indonesia dan orang Papua untuk membahas masalah PEPERA ini melalui dialog yang difasilitasi oleh pihak ke tiga yang netral. Betapapun sensitifnya, persoalan Papua perlu diselesaikan melalui dialog damai antara pemerintah dan orang Papua. Kami yakin bahwa melalui dialog, solusi damai akan ditemukan.

Demikian Pernyataan Kami

Jayapura, 22 Oktober 2008

  1. Pdt. S. Karubaba, MA., Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua.
  2. Pdt. J.J. Mirino Krey, S.Th. Ketua Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
    Pdt. Tony Infandi, Ketua I Sinode GBGP di Tanah Papua
  3. Pdt. Isak Doom, S.Th, Ketua Sinode Gereja Tabernakel di Tanah Papua
  4. Socratez Sofyan Yoman, Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.
  5. Pdt. Theys Wopari, Ketua Sinode GMK di Tanah Papua.
  6. Pdt. Andreas Ayomi, Ketua Sinode Gereja Pentakosta di Tanah Papua
  7. Pastor Neles Tebay, Pr.
  8. Pdt. Lipuyus Biniluk, S.Th, Ketua Sinode Gereja Injili Di Indonesia (GIDI)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger