Dasarnya Surat Keputusan Jaksa Agung Kep-123/A/JA/11/2007 tentanglarangan beredarnya cetakan buku berjudul Tenggelamnya Rumpun Melanesia;
Pertarungan Politik NKRI di Papua Barat.*
· *Juga didasarkan instruksi dari Jaksa Agung INS-004/1/JA/11/2007kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia untukmelakukan penyitaan terhadap buku karya Sendius Wonda tersebut dan melakukanoperasi intelejen untuk tindakan pensitaan terhadap barang cetakan tersebut,serta meminta pertanggungjawaban mereka yang tidak mentaati laranganberedarnya buku itu.*Negara kembali menggunakan tangan besinya untuk membungkam kebebasanberpikir warganya. Kamis (13/12) minggu lalu, Kejaksaan Negeri Jayapuramenyita buku *Tenggelamnya Rumpun Melanesia* terbitan Penerbit Deiyaibekerjasama dengan Penerbit Galangpress dari Toko Buku Gramedia Jayapura.Dalam rencana, kejaksaan akan menyita pula buku yang sama di seluruhIndonesia.Sabtu (15/12) lalu, media massa di Papua ramai-ramai menurunkan kasus ini dilaporan utama mereka. *Headline* *Cendrawasih Pos* (15/12) contohnya,mengangkat judul *Dinilai Diskreditkan Pemerintah, Buku TenggelamnyaKetertiban Rumpun Melanesia Disita*. Dalam artikel tersebut, dikutippernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura, Sri Agung Putra, SH, MH, "Soalberapa lama buku itu sudah beredar, kami kurang tahu persis. Tapi yang pastibuku itu sudah ada yang dibeli oleh masyarakat, kami hanya berhasilmengamankan 60 eksemplar saja." Sesudah itu, berturut-turut Kompas.com,Tribun Jabar, berita-papua.com, Suara Pembaruan, menurunkan laporan serupa.Oleh Sri Agung, buku setebal 247 halaman yang ditulis oleh Sendius Wonda,SH, Msi dan diberi kata pengantar oleh Socratez Sofyan Yoman (Ketua UmumBadan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua), dinilaimendiskreditkan pemerintah dan berbau memecah belah persatuan. Ia menunjukisi, di antaranya, yang menyatakan bahwa virus HIV/AIDS yang berkembang diPapua sengaja disebarkan secara terorganisir oleh pemerintah denganmendatangkan perempuan pelacur dari Jawa untuk memusnahkan Papua. Atas kasus ini, di pemberitaan yang sama, pihak Kejari Jayapura belum memanggil pihakpenerbit dan penulisnya.*Melanggar Kebebasan Berekspresi*Menanggapi gegeran ini, peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)Jakarta, Muridan S. Widjojo, kepada wartawan menyatakan bahwa pelarangan inimelanggar kebebasan berekspresi. "Setiap warga negara itu berhakmengeluarkan pendapatnya, buah pikirannya, cara dia memandang persoalan dipropinsinya, maupun di tingkat nasional. Saya kira ini harus dilindungi. Iniprinsip dasar yang tercantum dalam undang-undang dasar," katanya.Muridan menilai, dari isinya, buku ini merupakan khas cara berpikir aktivisPapua di kelompok tertentu yang ditandai satu hal, yakni *culture of terror*."Dulu saja banyak aktivis Indonesia yang cara melihat Soeharto juga sepertiitu. Saya kira cara berpikir ini harus dihargai. Kalau memang tidak setuju,kita bisa *counter*, bikin buku baru. Ini harus diapresiasi, karena dimasyarakat Papua telah berkembang pesat tradisi untuk menulis. Ini yangharus dihargai oleh Pemerintah Indonesia," tegasnya.Muridan juga mengkritik pemerintah, bahwa penyitaan ini melanggarUndang-Undang Dasar 1945, melanggar kebebasan berekspresi.Karena itu, dengan ini, Penerbit Galangpress menyatakan sikap menolakcara-cara represif negara seperti ini. Reformasi mestinya mengubah perilakubar-bar ala Orde Baru menjadi perilaku yang beradab, yang mengedepankandialog.-- salam hangat,
Pertarungan Politik NKRI di Papua Barat.*
· *Juga didasarkan instruksi dari Jaksa Agung INS-004/1/JA/11/2007kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia untukmelakukan penyitaan terhadap buku karya Sendius Wonda tersebut dan melakukanoperasi intelejen untuk tindakan pensitaan terhadap barang cetakan tersebut,serta meminta pertanggungjawaban mereka yang tidak mentaati laranganberedarnya buku itu.*Negara kembali menggunakan tangan besinya untuk membungkam kebebasanberpikir warganya. Kamis (13/12) minggu lalu, Kejaksaan Negeri Jayapuramenyita buku *Tenggelamnya Rumpun Melanesia* terbitan Penerbit Deiyaibekerjasama dengan Penerbit Galangpress dari Toko Buku Gramedia Jayapura.Dalam rencana, kejaksaan akan menyita pula buku yang sama di seluruhIndonesia.Sabtu (15/12) lalu, media massa di Papua ramai-ramai menurunkan kasus ini dilaporan utama mereka. *Headline* *Cendrawasih Pos* (15/12) contohnya,mengangkat judul *Dinilai Diskreditkan Pemerintah, Buku TenggelamnyaKetertiban Rumpun Melanesia Disita*. Dalam artikel tersebut, dikutippernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura, Sri Agung Putra, SH, MH, "Soalberapa lama buku itu sudah beredar, kami kurang tahu persis. Tapi yang pastibuku itu sudah ada yang dibeli oleh masyarakat, kami hanya berhasilmengamankan 60 eksemplar saja." Sesudah itu, berturut-turut Kompas.com,Tribun Jabar, berita-papua.com, Suara Pembaruan, menurunkan laporan serupa.Oleh Sri Agung, buku setebal 247 halaman yang ditulis oleh Sendius Wonda,SH, Msi dan diberi kata pengantar oleh Socratez Sofyan Yoman (Ketua UmumBadan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua), dinilaimendiskreditkan pemerintah dan berbau memecah belah persatuan. Ia menunjukisi, di antaranya, yang menyatakan bahwa virus HIV/AIDS yang berkembang diPapua sengaja disebarkan secara terorganisir oleh pemerintah denganmendatangkan perempuan pelacur dari Jawa untuk memusnahkan Papua. Atas kasus ini, di pemberitaan yang sama, pihak Kejari Jayapura belum memanggil pihakpenerbit dan penulisnya.*Melanggar Kebebasan Berekspresi*Menanggapi gegeran ini, peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)Jakarta, Muridan S. Widjojo, kepada wartawan menyatakan bahwa pelarangan inimelanggar kebebasan berekspresi. "Setiap warga negara itu berhakmengeluarkan pendapatnya, buah pikirannya, cara dia memandang persoalan dipropinsinya, maupun di tingkat nasional. Saya kira ini harus dilindungi. Iniprinsip dasar yang tercantum dalam undang-undang dasar," katanya.Muridan menilai, dari isinya, buku ini merupakan khas cara berpikir aktivisPapua di kelompok tertentu yang ditandai satu hal, yakni *culture of terror*."Dulu saja banyak aktivis Indonesia yang cara melihat Soeharto juga sepertiitu. Saya kira cara berpikir ini harus dihargai. Kalau memang tidak setuju,kita bisa *counter*, bikin buku baru. Ini harus diapresiasi, karena dimasyarakat Papua telah berkembang pesat tradisi untuk menulis. Ini yangharus dihargai oleh Pemerintah Indonesia," tegasnya.Muridan juga mengkritik pemerintah, bahwa penyitaan ini melanggarUndang-Undang Dasar 1945, melanggar kebebasan berekspresi.Karena itu, dengan ini, Penerbit Galangpress menyatakan sikap menolakcara-cara represif negara seperti ini. Reformasi mestinya mengubah perilakubar-bar ala Orde Baru menjadi perilaku yang beradab, yang mengedepankandialog.-- salam hangat,
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here