Sofyan Yoman mentahkan pernyataan KSAD JAYAPURA-Pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Endriartono Sutarto, yang tidak akan menutup-nutupi dan akan menindak tegas bila ada oknum TNI yang terlibat dalam kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay, mendapat tanggapan keras dari Tokoh Intelektual Jayawijaya yang juga Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Baptis Irian Jaya (PGBI), Socrates Sofyan Yoman. Menurut Sofyan Yoman STh, pelaku pembunuhan Ketua PDP Theys H. Eluay tidak bisa dikatakan sebagai oknum. Sebab bila terbukti ada keterlibatan anggota TNI, maka anggota atau prajurit yang terlibat tersebut tidak akan melakukan tindakan tanpa adanya perintah dari atasan. "Kalau hasil investigasi terbukti ada anggota TNI yang terlibat, maka terlalu pagi kalau KSAD mengatakan itu tindakan oknum TNI. Sebab tidak mungkin anggota TNI melakukan tindakan tersebut tanpa adanya perintah atasan. KSAD tidak boleh bilang itu tindakan oknum, sebab bagaimana mungkin seorang anak buah bertindak tanpa perintah atasan apalagi yang dibunuh ini bukan sembarang orang. Dan saya tidak sependapat dengan KSAD,"tegas Sofyan Yoman Kamis (20/12) saat menghubungi Cenderawasih Pos. Pelaku pembunuhan terhadap Theys tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan oknum. Sebab menurut Sofyan Yoman, tindakan pembunuhan terhadap Theys bisa dikategorikan sebagai tindakan kejahatan negara dan bukan lagi tindakan oknum. ''Pelaku pembunuhan Theys bukan lagi dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hukum, melainkan sudah merupakan tindakan yang terencana dan pemerintah harus mengakui itu,''paparnya. Informasi mengenai adanya perencanaan pada pembunuhan Theys menurut Yoman, jugatidak perlu lagi ditutup-tutupi sebab hal itu telah diketahui oleh dunia internasional. Sedang niatan pemerintah untuk membentuk tim independen penyelidikan kasus pembunuhan Theys, menurutnya harus benar-benar ada kesungguhan dari pemerintah dan tim independen yang akan dibentuk tersebut harus melibatkan masyarakat internasional. ''Jangan sampai karena adanya desakan dari pihak internasional untuk segera menyelesaikan kasus ini, kemudian pemerintah lantas mau bentuk tim independen. Dan tim tersebut harus melibatkan masyarakat internasional,"ungkapnya. Dikatakan, keterlibatan masyarakat internasional dalam tim independen tersebut sangat diperlukan sebab berdasarkan pengalaman yang ada penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran Ham yang terjadi di Papua oleh tim independen yang dibentuk pemerintah hanya sebatas pada taraf penyidikan tanpa adanya tindak lanjut. Sofyan Yoman mencontohkan peristiwa pembantaian yang terjadi pada tanggal 7 Desember di Abepura yang juga merupakan tindakan yang terencana sampai saat ini belum ada kejelasan. Sebab pengungkapan kasus tersebut hanya sebatas pada taraf penyidikan tanpa ada tindak lanjut dan kasus Abepura tersebut perlu dijadikan reverensi bahwa selama ini tidak ada kesungguhan pemerintah untuk menggungkap semua pelanggaran Ham yang pernah terjadi di Papua. Untuk itu, bila memang pemerintah betul-betul berniat untuk mengungkap kasus pembunuhan Theys dengan jalan membentuk tim independen harus diselesaikan secara utuh. "Kalau mau bikin tim independen, harus selesaikan secara utuh tidak boleh sepenggal-sepenggal,"ujarnya. Yoman juga menambahkan, untuk mengobati luka rakyat Papua yang telah lama terjadi maka diperlukan dialog untuk mencari jalan keluarnya. Ibarat orang sakit menurut Yoman masyarakat Papua sangat membutuhkan dokter untuk mengungkap sakit yang dideritanya dan membutuhkan perawatan. Oleh sebab itu salah satu jalan terbaik untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi di Papuaselama ini melalui pemberlakuan otonomi khusus (Otsus). Sebab dalam Otsus terdapat adanya peluang atau kesempatan bagi masyarakat Papua untuk berdialog dan melakukan pelurusan sejarah Papua, namun hal ini masih kurang dipahami oleh masyarakt Papua mengenai tujuan dari Otsus itu sendiri.(nat) Source: http://www.cepos.co.id/head3.htm By Turwen
--------------------------------
21-12-2001 13:19 WIB
Otonomi Khusus Papua Tetap Dimulai Januari 2002
Meski sebagian masyarakat Papua menolak otonomi khusus namun pemerintah tetap akan memberlakukan kebijakan itu mulai 1 Januari 2002. Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno mengatakan penolakan otonomi khusus datang dari kelompok masyarakat Papua yang ingin merdeka, bukan dari DPRD atau pemerintah daerah Papua, sehingga otonomi khusus tetap dijalankan. Hari juga menegaskan pelaksanakan otonomi khusus juga tidak terhambat dengan pembatalan kunjungan Mega ke Papua. Hari menambahkan permintaan dialog oleh sekjen Presidium Dewan Papua Thaha Al Hamid sebaiknya dilakukan dengan pemda, baik gubernur, bupati, walikota atau DPRD setempat. Kabar Baru 68H Jakarta Sources: http://www.radio68h.com/arsip/011221-68h-kb-13-04.htm l
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here