Jayapura Cepos - Sampai kemarin, pelaksanaan Muktamar Majelis Muslim Papua masih terus berlangsung. Di hari kedua itu, Muktamar itu dilanjutkan dengan diskusi panel dan dialog interaktif yang dihadiri sejumlah tokoh agama, intelektual dan politik.
Banyak Kasus Pelanggaran HAM di Papua Belum Tuntas *Dari Dialog Interaktif Muktamar Majelis Muslim di Kotaraja JAYAPURA- Sampai kemarin, pelaksanaan Muktamar Majelis Muslim Papua masih terus berlangsung. Di hari kedua itu, Muktamar itu dilanjutkan dengan diskusi panel dan dialog interaktif yang dihadiri sejumlah tokoh agama, intelektual dan politik. Terlihat diantaranya, Ketua Komisi F DPRP, Ir Weynand Watori, Ketua ICMI Mohamad Mosaad, Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt C. Berotabuy dan Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja - Geraja Baptis Papua Socrates Sofyan Yoman, MA. Pada kesempatan itu, para nara sumber menyajikan berbagai persoalan yang mengemuka di Papua, mulai dari persoalan pelanggaran HAM hingga persoalan pembangunan yang belum merata hingga saat ini. Weynand Watory misalnya, dalam materinya yang berjudul Tanggung Jawab dalam mewujudkan keadilan dan perdamaian di Tanah Papua itu, ia memaparkan bahwa betapa sampai saat ini ternyata masih banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang belum tuntas. Ia menilai, banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan melalui mekanisme hukum yang adil dan benar disebabkan prosedur dan mekanisme peradilan HAM yang berbelit-belit dan memakan waktu lama. "KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk turut mewujudkan penegakan HAM," paparnya. Watori melihat adanya kekhawatiran rakyat Papua bahwa dengan KKR hanya seolah - olah memberikan 'maaf' kepada pelaku pelanggaran HAM. "Oleh karena itu strategi kerja KKR harus diletakan sebagai pilihan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang lebih mendekatkan pada konteks Papua," katanya. Sementara Socrates Yoman antara lain mengemukakan seputar sejarah integrasi Papua di dalam NKRI. Dalam paparnnya dikatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa akar permasalahan di Papua ialah sejarah integrasi yang tidak adil dan tidak benar. "Masalah sejarah integrasi ialah persoalan pelik yang belum pernah menemukan titik temu antara bangsa Indonesia dan Papua Barat untuk mencari jalan penyelesaiannya," paparnya. Dikatakan, Indonesia mengklaim bahwa Papua sah di dalam NKRI karena PEPERA 1969 ialah sah. Sementara 'bangsa Papua Barat' mempertanyakan keabasahan Papua dalam NKRI, hal ini tunjukkan dengan hasil penelitian Prof P.J.Drooglever tentang PEPERA. Kata Yoman, hasil penelitian itu mengukuhkan posisi orang asli Papua sebagai pihak yang benar. Pada bagian lain paparannya, Socrates juga mengatakan bahwa Muktamar Muslim itu telah menghapus paradigma 'tamu asing' dengan sebutan Islam Papua dan Kristen Papua yang sebelumnya istilah ini tidak pernah ada. "Perjumpaan kita dalam muktamar ini membawa kita bersama bahwa kita adalah anak adat Melanesia yang memiliki hak yang sama untuk melanjutkan dan menentukan arah hidup di Tanah Papua Barat di Pasifik ini," tandasnya. Acara itu juga diselingin sesi dialog dimana setiap kabupaten wajib mengajukan beberapa pertanyaan atau hal - hal lainnya yang terkait dengan upaya kemajuan umat.(ta)__________________________________________________
Banyak Kasus Pelanggaran HAM di Papua Belum Tuntas *Dari Dialog Interaktif Muktamar Majelis Muslim di Kotaraja JAYAPURA- Sampai kemarin, pelaksanaan Muktamar Majelis Muslim Papua masih terus berlangsung. Di hari kedua itu, Muktamar itu dilanjutkan dengan diskusi panel dan dialog interaktif yang dihadiri sejumlah tokoh agama, intelektual dan politik. Terlihat diantaranya, Ketua Komisi F DPRP, Ir Weynand Watori, Ketua ICMI Mohamad Mosaad, Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt C. Berotabuy dan Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja - Geraja Baptis Papua Socrates Sofyan Yoman, MA. Pada kesempatan itu, para nara sumber menyajikan berbagai persoalan yang mengemuka di Papua, mulai dari persoalan pelanggaran HAM hingga persoalan pembangunan yang belum merata hingga saat ini. Weynand Watory misalnya, dalam materinya yang berjudul Tanggung Jawab dalam mewujudkan keadilan dan perdamaian di Tanah Papua itu, ia memaparkan bahwa betapa sampai saat ini ternyata masih banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang belum tuntas. Ia menilai, banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan melalui mekanisme hukum yang adil dan benar disebabkan prosedur dan mekanisme peradilan HAM yang berbelit-belit dan memakan waktu lama. "KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk turut mewujudkan penegakan HAM," paparnya. Watori melihat adanya kekhawatiran rakyat Papua bahwa dengan KKR hanya seolah - olah memberikan 'maaf' kepada pelaku pelanggaran HAM. "Oleh karena itu strategi kerja KKR harus diletakan sebagai pilihan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang lebih mendekatkan pada konteks Papua," katanya. Sementara Socrates Yoman antara lain mengemukakan seputar sejarah integrasi Papua di dalam NKRI. Dalam paparnnya dikatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa akar permasalahan di Papua ialah sejarah integrasi yang tidak adil dan tidak benar. "Masalah sejarah integrasi ialah persoalan pelik yang belum pernah menemukan titik temu antara bangsa Indonesia dan Papua Barat untuk mencari jalan penyelesaiannya," paparnya. Dikatakan, Indonesia mengklaim bahwa Papua sah di dalam NKRI karena PEPERA 1969 ialah sah. Sementara 'bangsa Papua Barat' mempertanyakan keabasahan Papua dalam NKRI, hal ini tunjukkan dengan hasil penelitian Prof P.J.Drooglever tentang PEPERA. Kata Yoman, hasil penelitian itu mengukuhkan posisi orang asli Papua sebagai pihak yang benar. Pada bagian lain paparannya, Socrates juga mengatakan bahwa Muktamar Muslim itu telah menghapus paradigma 'tamu asing' dengan sebutan Islam Papua dan Kristen Papua yang sebelumnya istilah ini tidak pernah ada. "Perjumpaan kita dalam muktamar ini membawa kita bersama bahwa kita adalah anak adat Melanesia yang memiliki hak yang sama untuk melanjutkan dan menentukan arah hidup di Tanah Papua Barat di Pasifik ini," tandasnya. Acara itu juga diselingin sesi dialog dimana setiap kabupaten wajib mengajukan beberapa pertanyaan atau hal - hal lainnya yang terkait dengan upaya kemajuan umat.(ta)__________________________________________________
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here