SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » » JPU: Motif Muchdi Sakit Hati

JPU: Motif Muchdi Sakit Hati

Written By Voice Of Baptist Papua on August 21, 2008 | 9:01 PM


Jum'at, 22 Agustus 2008
Modali Polly Rp 17 Juta untuk Bunuh Munir

JAKARTA - Dugaan keterlibatan Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir mulai dibeber di PN Jakarta Selatan kemarin (21/8). Dalam sidang pertama itu, jaksa penuntut umum (JPU) menganggap mantan Deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi menyalahgunakan kekuasaan, memberikan kesempatan atau sarana, atau sengaja menganjurkan Pollycarpus Budihari Priyanto membunuh Munir.

Polly -sapaan Pollycarpus- kini menjalani pemidanaan 20 tahun di Lapas Sukamiskin Bandung setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan jaksa.

Dalam surat dakwaan, JPU mengurai motif Muchdi menghabisi Munir terkait langkah Munir mengungkap kasus penculikan aktivis mahasiswa 1997-1998 oleh tim mawar Kopassus. JPU meyakini, faktor tersebut menyebabkan mantan Kasdam Brawijaya itu sakit hati dan dendam terhadap Munir. Setelah kasus penculikan aktivis terbongkar, Muchdi memang diberhentikan dari jabatan Danjen Kopassus yang baru diemban 52 hari. ''Itu merupakan pukulan yang sangat berat karena telah menamatkan karirnya sebagai militer,'' kata Ketua JPU Cirus Sinaga dalam sidang.

Menurut Cirus, saat menjabat deputi V BIN, Muchdi dianggap berpeluang menghentikan berbagai aktivitas Munir sesuai dengan kewewenangannya di BIN. Salah satu di antaranya, mengangkat Polly yang merupakan pilot Garuda sebagai aviation security di penerbangan Garuda Indonesia. ''Tujuannya supaya Polly punya akses yang luas untuk ikut dalam setiap penerbangan Garuda. Meskipun, dia tidak sedang bertugas,'' jelas Cirus.

Polly -sebagaimana terbukti dalam dakwaan sebelumnya- disebut JPU sebagai anggota jejaring nonorganik BIN yang tunduk kepada handler atau agen yang merekrutnya, yakni Muchdi. Skenario pembunuhan Munir, lanjut JPU, dimulai saat Polly ikut terbang bersama Munir dalam pesawat Garuda dengan nomor penerbangan 974 dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng menuju Changi, Singapura, pada 6 September 2004.

Di Coffe Bean Bandara Changi itulah, Polly mengeksekusi Munir dengan memasukkan racun arsenik ke minuman yang dibawanya.

JPU menggunakan kesaksian agen madya yang pernah berdinas di Deputi V.I BIN Budi Santoso sebagai saksi pemberat Muchdi. Budi yang saat ini berdinas di Pakistan pernah ditelepon Polly pada 7 September 2004. Itu adalah hari kematian Munir. ''Polly mengatakan bahwa dirinya 'mendapatkan ikan besar di Singapura'. Maknanya, dia telah membunuh Munir,'' kata Cirus dengan mimik serius.

Budi, tiru Cirus, lantas bertanya, ''Apakah kamu (Polly) sudah melapor kepada Pak Muchdi?'' Polly menjawab, itu sudah dilaporkan kepada Muchdi. Kesaksian Budi soal Polly itu tidak mengejutkan karena pernah ditulis sebelumnya (Jawa Pos, 20/6). Tapi, kesaksian Budi yang memberatkan Muchdi -yang tak lain adalah atasannya- ternyata tak berhenti di situ.

Cirus menyebutkan, fakta lain yang makin menyudutkan Muchdi adalah pernyataan Polly kepada Budi. Isinya, "Pak, saya mendapat tugas dari Pak Muchdi untuk menghabisi Munir.'' Itu dikatakan Polly setelah mendapat tugas sebagai corporate security Garuda. Bukan hanya memberikan tugas, Muchdi juga membiayai aksi Polly.

Biaya itu bersumber dari anggaran deputi V BIN, antara lain, berupa pemberian uang Rp 10 juta pada 14 Juni 2004 di ruang kerja Muchdi. Kemudian, pemberian Rp 2 juta sebanyak dua kali sebelum peristiwa terbunuhnya Munir. Bahkan, Polly masih sempat menerima uang Rp 3 juta saat menjalani pemeriksaan kasus Munir di Mabes Polri. Uang tersebut diserahkan di lokasi parkir Carrefour Lebak Bulus, Jaksel.

Atas sangkaan tersebut, Muchdi dijerat menggunakan pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP jo pasal 340 KUHP atau pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 340 KUHP dengan hukuman pidana maksimal, yakni hukuman mati.

Dalam sidang, Muchdi tampak tenang. Lulusan Akabri 1970 berkemeja krem motif kotak-kotak dibalut jaket cokelat itu terlihat serius menyimak pembacaan surat dakwaan. Sorot matanya tak lepas menatap tim JPU yang bergantian membacakan dakwaan. Dia sesekali mengenakan kacamata saat mengalihkan pandangan ke majelis hakim yang diketuai Suharto. ''Secara pirinsip, kami mengerti dakwaan JPU,'' kata Muchdi ketika ditanya Suharto. Namun, dia menyerahkan eksepsi (pembelaan) kepada tim kuasa hukumnya. Sidang pun ditutup 45 menit sejak dibuka sekitar pukul 10.00. Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi akan dilangsungkan pada 2 September.

Wirawan Adnan, salah seorang kuasa hukum Muchdi, mempertanyakan dasar penyusunan dakwaan oleh JPU. Dia menilai, dakwaan tersebut kabur. ''Dakwaan kok menggunakan asumsi sakit hati. Atas dasar keterangan siapa? Atas dasar penyelidikan yang mana?'' katanya setelah sidang.

Dia meminta Budi Santoso dihadirkan dalam persidangan. Fakta bahwa Budi Santoso berada di luar negeri dianggap tidak cukup kuat sebagai alasan untuk tidak menghadirkan dia. ''Hadirkan yang bersangkutan (Budi Santoso, Red) di persidangan sehingga cross eksaminasi. Kehadirannya sangat penting,'' tegas M. Luthfi, kuasa hukum Muchdi yang lain.

Hingga kini, Budi memang belum pernah sekali pun muncul di persidangan dan media massa. Jaksa Cirus menegaskan, pihaknya berupaya menghadirkan Budi. ''Kami usahakan. Namanya kan alat bukti,'' katanya.

Soal tuduhan dakwaan yang kabur, Cirus enggan berkomentar.(fal/agm)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger