JAYAPURA—Desakan sejumlah pemimpin Gereja di Tanah Papua beberapa waktu lalu, agar pemilihan MRP sementara dihentikan, bukan untuk kepentingan kelompok atau lembaga tertentu, tapi semata mata agar sistim pengrekrutan anggota MRP dan lembaga MRP itu sendiri diberdayakan dan memiliki legitimasi dari negara, pemerintah maupun masyarakat.Demikian Anggota Badan Legislasi DPRP Tony Infandi ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Sabtu (29/1). Dia mengatakan, dalam rangka merealisasikan proses pemilihan anggota MRP, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, semua pihak yang berkompenten dalam hal ini eksekutif, legislatif bersama dengan lembaga-lembaga pemangku jabatan lainya harus duduk bersama dan berbicara tentang masyarakat Papua khususnya pemimpin Gereja Gereja di Tanah Papua minta agar proses pemilihan MRP untuk sementara ditunda.Tujuannya adalah agar sistim pengrekrutan anggota MRP dan lembaga MRP itu sendiri diberdayakan agar memiliki legitimasi dari negara, pemerintah maupun masyarakat. Dengan demikian, katanya, MRP ini benar-benar merupakan suatu lembaga representasi kultur budaya orang Papua yang hak-haknya tak hanya dibatasi dalam soal budaya atau adat istiadat, tapi dia lebih bisa berkiblat lagi dalam rangka mengakomodir seluruh kepentingan bangsa dan negara khususnya kepentingan rakyat Papua dalam berbagai dimensi baik bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Kedua, pemerintah harus serius menanggapi suara rakyat karena suara rakyat adalah suara Tuhan, suara rakyat juga dijamin oleh amanat UU Otsus Papua dalam rangka bagaimana penduduk orang asli Papua dapat lebih merasakan dirinya menjadi tuan di negerinya sendiri. Jalan satu-satunya adalah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, bersama legislatif harus berbicara secara konsekwen dan konsisten melaksanakan amanat UU Otsus Papua ini.
Ketiga, mengapa MRP harus dipending atau ditunda karena yang pertama kurangnya sosialisasi secara efektif dan efisien. Profesionalisme tim sosialisasi kini di pertimbangkan sehingga tak menimbulkan dilema ditengah masyarakat karena ada tim sosialisasi dari eksekutif, tapi juga ada tim sosialisasi dari DPRP. Masing-masing tim ini mengadakan sosialisasi kemudian kurang mendapatkan respon ditengah masyarakat termasuk DPRD Papua Barat.
Ketua Sinode Gereja Bethel di Tanah Papua ini mengatakan, pemilihan MRP harus dipending dan rakyat tak hanya minta dipending, tapi yang harus dipahami adalah bahwa PP 54 Tahun 2004 sangat membatasi ruang gerak daripada MRP. Contohnya MRP diamanatkan hanya untuk berbicara tentang budaya, bahasa atau karakteristik serta prilaku orang Papua dan dia dilarang untuk berbicara tentang politik, tapi realita berbicara hal ini adalah bagian daripada gerakan masyarakat Papua.
Dia menjelaskan, Dewan Adat Papua (DAP) salah satu contoh yang adalah bagian dari MRP. Ia tak hanya berbicara soal adat tapi juga berbicara soal politik yang berpihak kepada kepentingan rakyat Papua. Yang berikut dalam PP No 54 Tahun 2004, MRP dilarang untuk mencari sumber dana diluar APBN atau APBD. Jika MRP melanggar PP itu, maka Mendagri atas nama Presiden dapat membubarkan MRP.
Sikap DPRP menerima aspirasi yang diajukan oleh masyarakat Papua dan akan ditindaklanjuti sesuai aturan dan mekanisme yang ada didalam DPRP itu sendiri, lanjutnya, kini DPRP justru merasa heran bahkan terkejut dengan dikeluarkannya radiogram dari Mendagri yang mengklarifikasi Perdasus Nomor 4 Tahun 2010 ini adalah sebuah kekeliruan yang di keluarkan oleh Pemerintah Pusat.
Dijelaskannya, Radiogram Mendagri ini sangat melemahkan kinerja kerja daripada eksekutif maupun legislatif khusus Perdasus Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pemilihan MRP telah disahkan. Tapi sesudah diplenokan munculah radiogram dari Mendagri untuk mengklarifikasi Perdasus Nomor 4 Tahun 2010.
Karema itu, tambahnya, solusinya adalah DPRP akan membahas radiogram yang dikirim Mendagri dan DPRP akan tanggapi lagi berdasarkan aturan-aturan yang ada dan menyurati secara resmi kepada Presiden dalam hal ini Mendagri untuk sungguh sungguh memahami proses atau mekanisme yang telah berjalan selama ini, khususnya hak inisiatifnya eksekutif dan dan DPRP yang sudah disandingkan, sehingga lahirlah Perdasus No 4 Tahun 2010.
Menurut politisi Partai Bintang Reformasi ini, radiogram Mendagri ini adalah DPRP dan eksekutif diminta untuk mengklarifikasi Perdasus tersebut dengan jangka waktu berakhir 31 Januari 2011. Sementara kalau proses pemilihan MRP ini berjalan, pertanyaannya adalah berdasarkan Perdasus yang mana, Perdasus Nomor berapa yang akan dipakai untuk memilih anggota MRP dengan munculnya radiogram dari Mendagri ini. (mdc/don/03)
Ketiga, mengapa MRP harus dipending atau ditunda karena yang pertama kurangnya sosialisasi secara efektif dan efisien. Profesionalisme tim sosialisasi kini di pertimbangkan sehingga tak menimbulkan dilema ditengah masyarakat karena ada tim sosialisasi dari eksekutif, tapi juga ada tim sosialisasi dari DPRP. Masing-masing tim ini mengadakan sosialisasi kemudian kurang mendapatkan respon ditengah masyarakat termasuk DPRD Papua Barat.
Ketua Sinode Gereja Bethel di Tanah Papua ini mengatakan, pemilihan MRP harus dipending dan rakyat tak hanya minta dipending, tapi yang harus dipahami adalah bahwa PP 54 Tahun 2004 sangat membatasi ruang gerak daripada MRP. Contohnya MRP diamanatkan hanya untuk berbicara tentang budaya, bahasa atau karakteristik serta prilaku orang Papua dan dia dilarang untuk berbicara tentang politik, tapi realita berbicara hal ini adalah bagian daripada gerakan masyarakat Papua.
Dia menjelaskan, Dewan Adat Papua (DAP) salah satu contoh yang adalah bagian dari MRP. Ia tak hanya berbicara soal adat tapi juga berbicara soal politik yang berpihak kepada kepentingan rakyat Papua. Yang berikut dalam PP No 54 Tahun 2004, MRP dilarang untuk mencari sumber dana diluar APBN atau APBD. Jika MRP melanggar PP itu, maka Mendagri atas nama Presiden dapat membubarkan MRP.
Sikap DPRP menerima aspirasi yang diajukan oleh masyarakat Papua dan akan ditindaklanjuti sesuai aturan dan mekanisme yang ada didalam DPRP itu sendiri, lanjutnya, kini DPRP justru merasa heran bahkan terkejut dengan dikeluarkannya radiogram dari Mendagri yang mengklarifikasi Perdasus Nomor 4 Tahun 2010 ini adalah sebuah kekeliruan yang di keluarkan oleh Pemerintah Pusat.
Dijelaskannya, Radiogram Mendagri ini sangat melemahkan kinerja kerja daripada eksekutif maupun legislatif khusus Perdasus Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pemilihan MRP telah disahkan. Tapi sesudah diplenokan munculah radiogram dari Mendagri untuk mengklarifikasi Perdasus Nomor 4 Tahun 2010.
Karema itu, tambahnya, solusinya adalah DPRP akan membahas radiogram yang dikirim Mendagri dan DPRP akan tanggapi lagi berdasarkan aturan-aturan yang ada dan menyurati secara resmi kepada Presiden dalam hal ini Mendagri untuk sungguh sungguh memahami proses atau mekanisme yang telah berjalan selama ini, khususnya hak inisiatifnya eksekutif dan dan DPRP yang sudah disandingkan, sehingga lahirlah Perdasus No 4 Tahun 2010.
Menurut politisi Partai Bintang Reformasi ini, radiogram Mendagri ini adalah DPRP dan eksekutif diminta untuk mengklarifikasi Perdasus tersebut dengan jangka waktu berakhir 31 Januari 2011. Sementara kalau proses pemilihan MRP ini berjalan, pertanyaannya adalah berdasarkan Perdasus yang mana, Perdasus Nomor berapa yang akan dipakai untuk memilih anggota MRP dengan munculnya radiogram dari Mendagri ini. (mdc/don/03)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here