Dorus Wakum (koord KAMPAK)/foto SP |
Jakarta --- Pemerintah Indonesia beranggapan
nilai kemanusian orang asli Papua tidak begitu penting, sehingga dengan
mudahnya membunuh warga sipil menggunakan senjata yang justru dibeli
dengan uang rakyat.
“Mulai dari pembunuhan Arnold C. Ap sampai dengan Terjoli Weya, telah membuktikan bahwa nilai kemanusiaan orang asli Papua tidak bernilai sama sekali ibarat binatang yang tak punya nyawa.”
“Mulai dari pembunuhan Arnold C. Ap sampai dengan Terjoli Weya, telah membuktikan bahwa nilai kemanusiaan orang asli Papua tidak bernilai sama sekali ibarat binatang yang tak punya nyawa.”
Demikian penegasan Dorus Wakum, Kordinator LSM KAMPAK Papua, ketika ditemui suarapapua.com,
siang tadi, (2/5) di Jakarta, menyikapi berbagai aksi pembunuhan, yang
paling baru adalah penembakan terhadap salah satu anggota Komite
Nasional Papua Barat (KNPB) oleh orang tak dikenal di Jayapura, Papua,
Selasa (1/5) kemarin.
“Pembunuhan karakter juga berlangsung di sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan kesehatan orang asli Papua,” ucap Dorus.
“Pembunuhan karakter juga berlangsung di sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan kesehatan orang asli Papua,” ucap Dorus.
Dorus menegaskan, banyak orang Papua mati dibunuh karena harga diri, bukan karena mencuri memperkosa atau membunuh orang lain.
Ia mencontohkan, Genos Imburi yang mengalami ganggungan jiwa namun ditembak mati oleh Wakapolsek Sanggeng, pada 21 April 2012 lalu; kemudian Jerry Wakum saat sedang tidur, ditembak oleh oknum aparat polisi Polres Raja Ampat tanpa alasan yang jelas.
Menurut Dorus, perspektif pemerintah Indonesia, terutama aparat militer TNI/Polri terhadap orang Papua adalah budak, sehingga melakukan berbagai tindakan yang dapat memusnanahkan orang Papua.
Lihat saja, lanjut Dorus, tiap harinya ada saja orang asli Papua yang mati dibunuh oleh senjata atau bedil aparat militer Indonesia, ini sangat memprihatinkan.
“Jika kita kumpulkan kasus-kasus pembunuhan orang asli Papua sejak tahun 1961 – 2012 ini, tak dapat kita bayangkan sudah berapa banyak nyawa manusia Papua yang mati terbunuh oleh senjata aparat keamanan Indonesia,” jelasnya.
Dorus mencontohkan, Theys H. Eluay dan Aristoteles Masoka yang diculik dan dibunuh militer Indonesia namun tidak jelas proses hukumnya.
“Haruskah manusia Papua dibunuh dan dibunuh terus. Yawan Wayeni yang dirabik perutnya kemudian dibiarkan oleh aparat Brimob Yapen begitu saja hingga meninggal.”
Dorus menyayangkan pandangan pemerintah terhadap orang asli Papua sebagai orang yang dijajah, maka dengan mudahnya dibunuh, padahal perbuatan tersebut telah melanggar HAM berat.
“Saya mengutuk perbuatan biadab yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri kepada setiap manusia Papua diatas tanah leluhur yang diberikan kepada mereka sebagai hak milik secara absolut.”
KAMPAK Papua juga meminta dengan tegas kepada pihak Polda Papua supaya mengusut tuntas peristiwa penembakan terhadap Terjoli Weya, mahasiswa STIE Port Numbay di dekat markas Korem 172/PWY, Padang Bulan Abepura.
Dorus juga meminta agar semua orang asli Papua harus bersatu untuk melawan dan memproteksi diri dari segala bentuk kajahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat TNI/Polri, maupun institusi secara umum atas perintah kebijakan politik negara.
“Kami bukan orang Indonesia, sehingga terus dijajah, ingatan akan berbagai pelanggaran HAM dan pembunuhan juga akan terus terbayang,” tutup Dorus yang juga pernah menjabat sebagai wakil KontraS Papua.
Ia mencontohkan, Genos Imburi yang mengalami ganggungan jiwa namun ditembak mati oleh Wakapolsek Sanggeng, pada 21 April 2012 lalu; kemudian Jerry Wakum saat sedang tidur, ditembak oleh oknum aparat polisi Polres Raja Ampat tanpa alasan yang jelas.
Menurut Dorus, perspektif pemerintah Indonesia, terutama aparat militer TNI/Polri terhadap orang Papua adalah budak, sehingga melakukan berbagai tindakan yang dapat memusnanahkan orang Papua.
Lihat saja, lanjut Dorus, tiap harinya ada saja orang asli Papua yang mati dibunuh oleh senjata atau bedil aparat militer Indonesia, ini sangat memprihatinkan.
“Jika kita kumpulkan kasus-kasus pembunuhan orang asli Papua sejak tahun 1961 – 2012 ini, tak dapat kita bayangkan sudah berapa banyak nyawa manusia Papua yang mati terbunuh oleh senjata aparat keamanan Indonesia,” jelasnya.
Dorus mencontohkan, Theys H. Eluay dan Aristoteles Masoka yang diculik dan dibunuh militer Indonesia namun tidak jelas proses hukumnya.
“Haruskah manusia Papua dibunuh dan dibunuh terus. Yawan Wayeni yang dirabik perutnya kemudian dibiarkan oleh aparat Brimob Yapen begitu saja hingga meninggal.”
Dorus menyayangkan pandangan pemerintah terhadap orang asli Papua sebagai orang yang dijajah, maka dengan mudahnya dibunuh, padahal perbuatan tersebut telah melanggar HAM berat.
“Saya mengutuk perbuatan biadab yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri kepada setiap manusia Papua diatas tanah leluhur yang diberikan kepada mereka sebagai hak milik secara absolut.”
KAMPAK Papua juga meminta dengan tegas kepada pihak Polda Papua supaya mengusut tuntas peristiwa penembakan terhadap Terjoli Weya, mahasiswa STIE Port Numbay di dekat markas Korem 172/PWY, Padang Bulan Abepura.
Dorus juga meminta agar semua orang asli Papua harus bersatu untuk melawan dan memproteksi diri dari segala bentuk kajahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat TNI/Polri, maupun institusi secara umum atas perintah kebijakan politik negara.
“Kami bukan orang Indonesia, sehingga terus dijajah, ingatan akan berbagai pelanggaran HAM dan pembunuhan juga akan terus terbayang,” tutup Dorus yang juga pernah menjabat sebagai wakil KontraS Papua.
Source: Suara-papua
Orang Papua Dimata Indonesia, Ibarat Binatang Tak punya Nyawa !
ReplyDeleteINI MAKSUDNYA APA??
pikir dulu sebelum mngeluarkan argumen, ANJING !
Orang Papua Dimata Indonesia, Ibarat Binatang Tak punya Nyawa ..
ReplyDeletepikir dulu baik-baik anjingG... FUCK