Photo Ilustrasi |
Photo Ilustrasi |
Jayapura Voice Baptist,-- Dugaan awal
bahwa skenario penguasa membungkam gerakan perlawanan damai yang
dilakukan oleh KNPB mulai nyata dan terbukti.
Praktek kolonialisme
seperti ini sudah lasim digunakan oleh penguasa kolonial dan kapitalis
terhadap rakyat di wilayah yang dijajah dan dijarah hak ekonomi
politiknya. Bahwa Partai ANC dan Nelson Mandela di Afrika Selatan juga
pernah mengalami praktek itu dibawah kekuasaan Apartheid.
Dari kasus penembakan hingga teror di Papua Barat, paling tidak
Indonesia sangat berkepentingan agar: Pertama, Organisasi KNPB dan
aktivisnya dibunuh dengan alasan teroris dan separatis; kedua,
menjadikan wilayah Papua Barat sebagai lahan operasi Densus 88; Ketiga,
agar isu keamanan di Asia Pasifik, khususnyaPapua Barat menjadi alasan
Indonesia memperkuat kerja sama keamanan bersama negara-negara
imperialis.
Skenario Degradasi Gerakan Perjuangan
Jika melihat skenario pertama, Penjajah Indonesia merasa tidak ada
cara lain dalam membungkam dan menghancurkan kebangkitan gerakan
perlawan damai rakyat Papua Barat selain menggiring organisasi dan
aktivis ke arah kriminal dan terorist. Indonesia sangat tidak suka orang
Papua Barat lakukan demo damai tuntut hak-haknya dalam ruang demokrasi,
sehingga mempersulit aksi demo, memprovokasi aksi damai agar terjadi
kriminal, memblokade aksi damai rakyat Papua Barat dan atas nama
“hukum”, aparat hukum memperkosa ruang demokrasi dengan menangkap,
memenjarahkan, memukul dan membunuh aktivis dan massa pendemo.
Indonesia merasa, pasal penghasutan dan makar yang dialamatkan kepada
pejuang kemerdekaan tidak berhasil membunuh gerakan, sehingga cara lain
yang kini dipakai adalah membuat drama penembakan dan teror bom,
kemudian mengkambing hitamkan aktivis gerakan damai. Buktinya, Mako
Tabuni pernah dipenjara karena memimpin aksi demo 2009 lalu. Penjara
tidak membuat Mako Tabuni mundur dan ia terus memimpin aksi demo, dan
Indonesia menempuh cara lain yaitu menjadikan Mako Tabuni sebagai tumbal
dari skenario penembakan dan teror yang dilakukan pasukan khusus yang
dikirim dari Jakarta, melibatkan Densus 88 Polda Papua.
Penembakan terhadap massa aksi demo KNPB serta rakyat sipil lainnya
oleh berbagai satuan militer Indonesia di Papua Barat dibiarkan dan
tidak mendapat perlakukan hukum di depan hukum NKRI. Justru, sang
eksekutor dipandang sebagai pahlawan dan digelari kedudukan dan uang.
Bila polisi menyerang warga sipil dengan senjata, di Asrama Limboran
beberapa waktu lalu tidak dianggap teroris. Bila militer menyerang warga
di Eduda, Paniai 2011 lalu tidak dianggap teroris. Hampir semua warga
pendatang di Papua telah dipersenjatai dengan pedang hingga pistol tidak
pernah dirasia dan justru dilindungi, tapi anak panah sebagai budaya
orang Papua dirasia, Yusak Pakage yang hanya membawa pisau pemotong kuku
saja ditangkap dan dikenakan pasal darurat.
Skenario labelisasi aktivis KNPB sebagai teroris mulai nyata di
wamena. Modus itu berawal dari tanggal 1 September 2012 di Kantor DPRD
Jayawijaya dan 18 September di Pos Polantas jalan Irian Wamena.
Tiba-tiba tanggal 19 Polisi juga merekayasa temuan bungkusan Bom di
kantor Satlantas Jayapura. Sudah diduga bahwa akhir dari temuan dan
peledakan itu akan diarahkan pada rekayasa dimana aktivis KNPB dijadikan
sebagai aktor dari kepemilikan dan teror peledakan bom.
Perumahan sekretariat KNPB Wilayah Baliem, di Wamena adalah sebuah
tempat terbuka yang selalu didatangi oleh rakyat Papua Barat. Keberadaan
Sekretariat itu selalu diawasi oleh intelijen, baik dari pendatang,
maupun warga lokal yang sengaja dipasang sebagai agen NKRI. KNPB sebagai
media secara tebuka selalu menerima pengunjung. Secara organisasi,
aktivis KNPB akhir-akhir ini fokus dalam penguatan konsolidasi massa,
dan tidak punya agenda merakit bom dan menyerang TNI Polri maupun
institusi lain atau bangunan lain. Adalah rekayasa dan merupakan
permainan dari skenario menggiring aktivis KNPB di Wamena menjadi
teroris.
Sebagai Upaya Melegitimasi Densus 88 di Papua Barat
Detasemen Khusus anti-teror yang dilatih oleh Polisi Australia itu,
setelah misi pemberantasan teroris terhadap jaringan fundamentalis di
Indonesia, merasa bahwa tidak ada lagi proyek sehingga Densus 88 harus
mencari ladang proyek yang baru. Papua Barat menjadi satu-satunya tempat
bagi gerakan anti teror dengan sasaran menghabisi pejuang Papua
Merdeka. Makanya, tidak heran bahwa AKB Paulus Waterpau beberapa waktu
lalu membenarkan bahwa Ditreskrim Polda Papua ikuasai oleh mantan-mantan
pasukan Densus 88.
by, Victor yeimo (Chaiman KNPB) - KNPB-News
Densus 88 dikritik oleh TV ABC Australia atas keterlibatannya
membunuh aktivis KNPB, Mako Tabuni, dimana Menlu Australia, Bob Carr
ikut memberi reaksi atas elanggaran HAM di Papua Barat. Merasa kiat
Densus 88 mulai ketahuan di Papua Barat, Indonesia kemudian mengatur
skenario dengan cara menaikan isu teroris di Papua Barat agar Australia,
AS dan UK selaku yang memback-up Densus 88 dapat terus melatih dan
membiayai Densus 88. Wilayah Papua Barat dilihat sebagai wilayah operasi
Densus 88, sehingga setiap gerakan perjuangan kemerdekaan digiring
dalam isu teroris.
Pergantian Kapolda Tito Karnavian yang merupakan mantan Kepala Densus
88 semakin membuktikan niat tersebut. Sudah tentu proyek operasi Densus
88 di Papua Barat akan menjadi program utama. Mantan-mantan Densus 88
yang sudah berpengalaman dalam memberantas -membunuh- jaringan teroris
fundamental di Indonesia diarahkan ke Papua Barat untuk memberantas
aktivis Papua merdeka yang berjuang secara damai dan bermartabat.
Isu Teror Bom di Papua Barat diciptakan dan dipublikasi oleh
media-media propaganda Indonesia agar tercipta opini bahwa terorisme ada
di Papua Barat, lalu penempatan Densus 88 berjalan mulus, sebagai hasil
rekayasa isu. Adalah jelas-jelas permainan keji yang dipraktekan oleh
NKRI di Papua Barat.
Skenario Jual Isu Keamanan di Internasional
Saat ini, Pemerintah Indonesia mempererat hubungan diplomasi dengan
Amerika Serikat dan Australia, khususnya dalam bidang pertahanan. Tentu
saja, negara-negara yang memiliki kepentingan ekonomi di wilayah Asia
Pasifik, merasa Indonesia sebagai “satpam” yang perlu dipersenjatai
dengan kekuatan militer dalam upaya mengamankan kawasan asia pasific
dari ancaman keamanan dalam dan luar negeri.
Papua Barat dipandang sebagai ladang ekonomi imperialis, dimana
Indonesia merasa -ikut watak Soekarno- menjual isu terorisme dalam
menggaet negara-negara Imperialist seperti AS. Kalau dulu, Seokarno
menggunakan isu komunis untuk merampas Papua Barat, kini Pemerintah
Indonesia menggunakan isu pemberantasan terorisme. Sehingga, bagi
Indonesia Papua Barat harus menjadi wilayah dengan ancaman terorisme
agar proyek anti teror bersama negara-negara imperialis terus terjaga,
lebih khusus Internasional dapat terus mengakui integritas NKRI di Papua
Barat.
Menlu AS, Hillary Clinton dalam pertemuan bilateral dengan Menlu
Indonesia, Marty Natalegawa di AS (20/9) lalu, menjanjikan penjualan 4
Helycopter merek Apache. Kerja sama itu merupakan bukti bahwa Indonesia
berhasil menjual isu keamanan regional, sehingga diharapkan posisi
saling membutuhkan antara AS dan Indonesia tidak mengganggu kedaulatan
NKRI. Adalah politik luar negeri NKRI.
Dari kasus penembakan dan Bom, pejuang kemerdekaan Papua Barat harus
digiring ke arah teroris agar negara-negara imperialis dapat beridir
dibelakang Indonesia untuk membasmi pejuang-pejuang yang telah dijual
dengan label teroris oleh Indonesia.
Korban kekerasan antar suku di Timika Papua Barat, tempat Freeport
milik AS beroperasi itu dibiarkan oleh negara, Densus 88 yang berhasil
membunuh Kelly Kwalik di Timika tidak berfungsi untuk menjaga warga dari
konflik perang suku. Sebaliknya, negara melalui militer Indonesia
memelihara konflik di Timika agar Indonesia dengan mudah menjual isu
keamanan, dan AS merasa Indonesia penting untuk menjaga aset miliknya di
Timika.
Adalah merupakan praktek penjajahan keji di abad moderen, dimana
rakyat tertindas yang melakukan perlawanan digiring menjadi teroris,
agar proyek keamanan bagi petinggi militer maupun kepentingan negara
dapat terus terjaga. Dan, rakyat tertindas mulai sadar dari semua
permainan kotor, dimana praktek kolonialisme dan imperialisme selalu
berhasil mengajar rakyat tertindas untuk sadar bahwa perlawanan demi
kemerdekaan adalah sesuatu yang mutlak. (Victor Yeimo)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here