S. Sofyan Yoman -photo SBP |
Jayapura — Rancangan Undang-Undang (RUU)
Pemerintahan Papua yang sebelumnya disebut dengan RUU Otsus Plus
sebaiknya dibuang ke tong sampah, sebab sangat tidak layak untuk masa
depan Orang Asli Papua (OAP).
Hal ini ditegaskan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yoman, ketika menghubungi suarapapua.com, Kamis (22/8/2013). Menurut
Yoman, dirinya pantas mengatakan demikian sebab telah membaca secara
detail pokok-pokok pemikiran naskah akademis RUU Pemerintahan Papua yang
merupakan hasil jiplakan dari UU Pemerintah Aceh.
“Saya sudah membaca dengan teliti naskah RUU tersebut. Ini
benar-benar jahat dan harus dibuang ke tong sampah,” ujar pendeta yang
telah menulis sekitar 17 buah buku tentang persoalan di tanah Papua.
Bentuk protes dan penolakan pendeta Yoman terhadap RUU Pemerintah
Papua, ia juga telah mengirim pesan singkat (SMS) kepada Gubernur Papua,
dan berbagai stakeholder di pemerintah.
“Kepada Yth. Gubernur, Ketua DPRP, Ketua MRP, para Bupati dan Walikota di seluruh tanah Papua, saya sudah baca naskah akademis pokok-pokok pemikiran RUU Pemerintahan Papua. Isinya aneh tapi nyata. (1) halaman 89 pasal 1, penyiaran di Papua berdasarkan nilai Islam; (2) tentang TNI, halaman 99, nomor 5, tindak pidana TNI di Aceh; (3) Tentang kepolisian, halaman 100 nomor 6, pemberhentian kepolisian Aceh. Pertanyaan saya adalah, (a). Mengapa siaran berita di Papua harus bernuansa Islam? (b). Mengapa TNI dan Polri di Aceh, bukan Papua? Kesimpulan iman saya, (a) Tuhan maha adil sedang menunjukan kejatahan besar yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap umat TUHAN di tanah Papua, (b) Naskah akademis ini hasil jiplak atau copy paste dari naskah UU Pemerintah Aceh. Ini benar-benar jahat, dan harus dibung ke tong sampah, karena sangat tidak layak demi masa depan Orang Asli Papua,”
Tulis Yoman melalui pesan singkat, yang juga di teruskan ke redaksi media ini.
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pengabdian dan Bantuan Hukum
(LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy sebelumnya telah meminta
agar pemerintah Indonesia tidak membuat langkah yang keliru dengan
mensyahkan Undang-Undang Otonomi Khusus Plus menggantikan UU No. 21
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
“Presiden Republik Indonesia jangan membuat langkah yang keliru,
ceroboh, amburadul dan bersifat inkonstitusional dengan menawarkan
rencana pemberian UU Otsus plus yang tidak lain dari Undang Undang
Pemerintahan Papua, padahal selama ini mayoritas rakyat Papua telah
mendesak pentingnya diselenggarakan Dialog Damai yang bermartabat,
netral dan terbuka dengan pemerintah Jakarta,” ujar Warinussy, beberapa
waktu lalu.
Menurut Warinussy, dengan diusulkannya UU Otsus Plus, maka Presiden
SBY dan jajaran pemerintahnya tentu membuat situasi di tanah Papua
menjadi semakin rumit.
“Saya melihat pemerintahan yang berkuasa saat ini masih senantiasa
mengedepankan cara-cara penanganan masalah di Tanah Papua dengan
menggunakan elemen kekerasan lewat pengerahan pasukan militer dan polisi
atas dukungan dana stabilitas yang dianggarkan di dalam APBN maupun
APBD,” kata pengacara senior ini.
Sekedar diketahui, RUU Pemerintahan Papua dibuat dengan melibatkan
akademisi dari Universitas Cenderawasih Papua, yang diketahui langsung
oleh Dekan Fakultas Hukum Uncen, Martinus Salosa.
OKTOVIANUS POGAU - Suara Papua
semestinya RUU tersebut dipertanyakan kepada akademisi UNCEN .... jangan jangan Bapak Pendeta kita ini yang bergelar NDUMA justru berusaha memprovokasi para kepala Daerah di Papua dengan menjadikan Islam sebagai ancaman
ReplyDelete