Praktisi Hukum: Bisa Dipanggil Paksa Jika Statusnya Tersangka
JAYAPURA—Pemanggilan terhadap Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis di Papua, Duma Sokrates Sofyan Yoman, oleh Polda Papua terkait pernyataannya di media massa, tak luput dari perhatian sejumlah praktisi hukum di Jayapura.
Salah satunya, Gustaf R Kawer,SH,M.Si. Saat ditanya pendapatnya tentang tindakan pemanggilan terhadap Socratez S Yoman oleh Polda Papua, Gustaf mengatakan, ketika TNI ataupun Polri telah mengeluarkan pernyataan lewat media, berarti masalahnya bisa dianggap selesai. ‘’Kalau dia saksi dan ada tersangkanya, misalnya, maka polisi bisa panggil 1, 2, 3 kali tidak datang dan Polisi bisa lakukan upaya paksa untuk menghadap. Itu dibenarkan KUHAP,’’jelasnya kepada Bintang Papua di PN Jaya pura Kamis (12/8).
Dikatakan, jika Socrates S Yoman dikaitkan sebagai tersangka, maka harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. ‘’Karena ini patokannya adalah bukti permulaan yang cukup. Saksinya harus lebih dari dua kemudian ditambah bukti-bukti lainnya. Tidak bisa terus Polisi baca di media baru tangkap begitu saja,’’ lanjutnya.
Lebih lajut dikatakan, jika berkaitan dengan komentarnya di media, secara tidak langsung Sofyan Yoman dilindungi oleh UU Pers. ‘’Karena UU pers ini mengatakan bahwa wartawan yang memuat komentar ini dia harus konfrontir ke pihak yang dituduh,’’terangnya.
Sehingga, ketika orang atau institusi yang dituduh telah menggunakan hak jawab maka masalah selesai. ‘’Itu UU Pers mengatur begitu,’’ tandasnya.
Menurutnya, kalau proses tetap berlanjut dan misalnya dikenakan pencemaran nama baik, Gustaf Kawer menyatakan bahwa tidakan tersebut merupakan tindakan prematur. ‘’Kalau itu yang dicari (Pencemaran nama baik), yang jelas saya nilai sebagai langkah hukum yang sangat prematur,’’jelasnya.
Selain itu, jika prosesnya terus berlanjut, menandakan sikap Polda sangat tidak dewasa. ‘’Karena itu, sikap yang sangat reaktif. Tidak menerima kritikan,’’ lanjutnya.
Sehingga Gustaf me nyarankan, agar prosesnya berhenti pada munculnya hak jawab. ‘’Kalau itu (hak jawab) sudah dilakukan, maka pencemaran nama baiknya dengan sendirinya gugur,’’ ujarnya.
Hal senada diungkapkan Koordinator Kontras Papua Johanis H Maturbongs,SH yang mengatakan, seha rusnya pihak TNI maupun Polri menjadikan apa yang dikatakan Socratez S Yoman sebagai satu kontrol sosial dari masyarakat sipil.
‘’Pemanggilan Polda saya nilai prematur, karena apa yang disampaikan pak Socratez merupakan kontrol masyarakat sipil tentang apa yang terjadi di Puncak Jaya dari Tahun 2004 sampai sekarang,’’ ungkapnya.
Menurutnya, dari rentetan kasus yang ada memang cukup disesalkan karena korban yang timbul bukan hanya aparat, tapi juga tidak sedikit masyarakat sipil. ‘’Ini bukan satu peristiwa yang biasa, tapi peristiwa yang luar biasa, dan sampai saat ini Polisi tidak melakukan fungsinya sebagai pengayom untuk mencari pelaku,’’ tandasnya.
Sehingga Polisi menjadikan apa yang dikatakan oleh Socratez S Yoman untuk membuktikan dengan mencari pelaku. ‘’Bukannya memproses pak Sofyan Yoman sebagai tokoh masya rkat dan tokoh gereja yang merasa prihatin,’’ ujarnya. Ia juga mengharapkan ada respon dari Komnas HAM, baik yang ada di Papua maupun yang ada di Jakara. ‘’Bagi saya, Komnas HAM harus menyelidiki sesungguhnya apa yang terjadi di Puncak Jaya yang menimbulkan korban masyarakat sipil. Kalau ini tidak dilakukan, maka penangkapan orang ketika orang berdebat itu tidak menyelesaikan maslah.
‘’Bagi saya, yang harus dilakukan oleh TNI/Polri membentuk tim investigasi yang melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk tokoh gereja, Komnas HAM, maupun TNI Polri untuk mencari apa sih sebenarnya akar permasalahan yang terjadi di Puncak Jaya. Saya kira itu leih penting,’’ lanjutnya.
Dikatakan juga bahwa perlu ada keterbukaan TNI Polri tentang pengelolaan keamanan di sana, ‘’ini harus dibuka ke publik. Supaya masyarakat tidak bingung,’’harapnya.(aj)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here