Jerry Omona/ Angga Haksoro
Penjara Abepura penuh dengan kenangan buruk penyiksaan. Selain narapidana politik, LP Abepura memiliki blok tahanan anak dan blok tahanan perempuan. Penjara ini berdiri ditengah kota Abepura yang dikelilingi permukiman padat penduduk. Tidak jauh dari situ, berdiri Rumah Sakit Jiwa Abepura.
LP Abepura berdiri diatas lahan seluas 2 hektare. Penjara Abepura dijaga 86 sipir dan dihuni 338 narapidana dan tahanan. Para napi dan tahanan ditempatkan dalam sel berukuran 4x5 meter. Narapidana kasus kriminal digabung dengan narapidana dan tahanan kasus politik. SOURCE
Tahanan dan narapidana politik yang berada di LP Abepura berjumlah 11 orang. Diantaranya Filep Karma, Buchtar Tabuni, dan Viktor Yeimo.
Filep Karma divonis 15 tahun penjara. Pada awal Reformasi 1998, Filep Karma mengkonsolidasikan aksi damai mengibarkan Bendera Bintang Kejora, sebagai protes atas terjadinya kekerasan militer.
Sementara Buchtar Tabuni ditangkap oleh tim Opsnal Reserse dan Kriminal Polda Papua, 3 Desember 2008. Dia dituduh melakukan makar dan penghasutan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura, Buchtar Tabuni dianggap sebagai tokoh yang memprovokasi menguatnya dukungan internal di Papua terhadap kaukus International Parlementary for West Papua (IPWP) di London, 16 Oktober 2008.
Dihari yang sama, Buchtar Tabuni memimpin demo sejumlah warga dan mahasiswa di Expo Waena dan Universitas Cendrawasih.
Seperti Buchtar, Victor Yeimo juga dituduh melakukan makar dan penghasutan saat berunjuk rasa di Perumnas I Expo Waena. Yeimo juga memimpin demo di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Jayapura, 10 Maret 2009. Yeimo saat itu menentang kekerasan militer yang terjadi di wilayah pegunungan Papua.
Victor Yeimo dituduh melakukan makar, karena membangun perlawanan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yeimo juga dituduh melakukan penghasutan.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Abepura, Liberty Sitinjak mengatakan, perlu indikator yang jelas untuk menentukan apakah terjadi kekerasan di LP Abepura.
“Disini kita harus tahu dulu indikator dari kekerasan. Menurut saya, kekerasan itu berlangsung sistematis, terencana, dan ada target atau tujuannya. Kalau hanya menempeleng, apakah dapat disebut kekerasan? Ini yang kita harus sepakat dulu. Jangan ngomong kekerasan jika tidak tahu apa itu kekerasan,” ujarnya.
Sitinjak membantah terjadi kekerasan di LP Abepura. “Jika memang terjadi, itu juga tidak terjadi pada zamannya saya. Saya berusaha untuk merubah sistem yang ada sekarang. Saya no comment soal kekerasan di dalam LP,” kata Liberty Sitinjak.
Didin Sudirman, Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM mengatakan, pihaknya akan melakukan reformasi birokrasi di Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Papua. Termasuk membina sipir dan petugas LP.
Didin mengakui, pelayanan teradap narapidana di LP Abepura kurang baik. ”Untuk itu mulai saat ini LP Abepura harus dibina kembali. Mulai dari segi perilaku dan pemahaman petugas serta masyarakat sendiri,” ujar Didin. (selesai)
Foto: VHRmedia/ Jerry Omona
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here