Opini:
Penulis : Hendrajit (Penulis adalah Direktur Eksekutif Global Future Institute-GFI)
Ini bukan rumor ini bukan gosip. Sebuah sumber di lingkungan Departemen Luar Negeri mengungkap adanya usaha intensif dari beberapa anggota kongres dari Partai Demokrat Amerika kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk membantu proses ke arah kemerdekaan Papua secara bertahap.
Menarik juga informasi ini jika benar. Karena dengan tampilnya Presiden Barrack Obama di tahta kepresidenan Gedung Putih, praktis politik luar negeri Amerika amat diwarnai oleh haluan Partai Demokrat yang memang sangat mengedepankan soal hak-hak asasi manusia. Karena itu tidak heran jika Obama dan beberapa politisi Demokrat yang punya agenda memerdekakan Papua lepas dari Indonesia, sepertinya memang akan diberi angin.
Beberapa fakta lapangan mendukung informasi sumber kami di Departemen Luar Negeri tersebut. Betapa tidak. Dalam dua bulan terakhir ini, US House of Representatives, telah mengagendakan agar DPR Amerika tersebut mengeluarkan rancangan FOREIGN RELATION AUTHORIZATION ACT (FRAA) yahg secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua.
Kalau RUU ini lolos, berarti ada beberapa elemen strategis di Washington yang memang berencana mendukung sebuah opsi untuk memerdekakan Papua secara bertahap. Dan ini berarti, sarana dan perangkat yang akan dimainkan Amerika dalam menggolkan opsi ini adalah, melalui operasi intelijen yang bersifat tertutup dan memanfaatkan jaringan bawah tanah yang sudah dibina CIA maupun intelijen Departemen Luar Negeri Amerika. Bukan melalui sarana invasi militer seperti yang dilakukan George W. Bush di Irak dan Afghanistan.
Karena itu, Departemen Luar Negeri RI haruslah siap dari sekarang untuk mengantisipasi skenario baru Amerika dalam menciptakan aksi destabilisasi di Papua. Berarti, Departemen Luar Negeri harus mulai menyadari bahwa Amerika tidak akan lagi sekadar menyerukan berbagai elemen di TNI maupun kepolisian untuk menghentikan adanya pelanggaran- pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.
Undang-Undang Foreign Relation Authorization Act (FRAA) Pintu Masuk Menuju Papua Merdeka
Kalau RUU FRAA ini lolos di kongres Amerika, maka Amerika akan menindaklanjuti UU FRAA ini melalui serangkaian operasi politik dan diplomasi yang target akhirnya adalah meyakinkan pihak Indonesia untuk melepaskan, atau setidaknya mengkondisikan adanya otonomi khusus bagi Papua, untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada warga Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Skenario semacam ini jelasnya sangat berbahaya dari segi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan sialnya kita juga lemah di fron diplomasi maupun fron intelijen. Padahal, skema di balik dukungan Obama dan Demokrat melalui UU FRAA, justru diplomasi dan intelijen menjadi strategi dan sarana yang dimainkan Washington untuk menggolkan kemerdekaan Papua.
Karena itu, kita harus mewaspadai beberapa kasus kerusuhan yang meletus di Papua, bahkan ketika pemilihan presiden 8 Juli 2009 lalu sedang berlangsung.
Mari kita kilas balik barang sejenak. 13 Mei 2009, terjadi provokasi paling dramatis, ketika beberapa elemen OPM menguasai lapangan terbang perintis Kapeso, Memberamo, yang dipimpin oleh disertir tentara, Decky Embiri. Meski demikian, berkat kesigapan aparat TNI, pada 20 Juni 2009 berhasil dipukul mundur.
Namun provokasi OPM nampaknya tidak sampai di situ saja. 24 Juni 2009, OPM menyerang konvoi kendaraan polisi menuju Pos Polisi Tingginambut. Konvoi diserang di kampung Kanoba, Puncak Senyum, Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya. Anehnya, kejadian ini hanya 50 meter dari pos milik TNI.
Dalam kejadian di Tingginambut ini, seorang anggota Brimob Polda Papua tewas tertembak. Singkat cerita, inilah sekelumit kisah bagaimana sepanjang tahun 2009 ini OPM telah melakukan penyerangan di kawasan Tingginambut hingga tujuh kali serangan.
Jika kita cermati melalui manuver politik politisi Demokrat menggolkan RUU FRAA di Washington dengan kejadian kerusuhan berantai di Papua, bisa dipastikan kedua kejadian tersebut berkaitan satu sama lain.
Dalam teori operasi intelijen, serentetan kerusuhan yang dipicu oleh OPM dengan memprovokasi TNI dan Polri, maka tujuannya tiada lain untuk menciptakan suasana chaos dan meningkatnya polarisasi terbuka antara TNI-Polri dan OPM yang dicitrakan sebagai pejuang kemerdekaan.
Skenario semacam ini sebenarnya bukan jurus baru bagi Amerika mengingat hal ini sudah dilakukan mantan Presiden Bill Clinton ketika mendukung gerakan Kosovo merdeka lepas dari Serbia, dan bahkan juga mendukung terbentuknya Kosovo Liberation Army (KLA).
Seperti halnya ketika Clinton mendukung KLA, Obama sekarang nampaknya hendak mencitrakan OPM sebagai entitas politik yang masih eksis di Papua dengan adanya serangkaian kerusuhan yang dipicu oleh OPM sepanjang 2009 ini.
Lucunya, beberapa elemen LSM asing di Papua, akan menyorot setiap serangan balasan TNI dan Polri terhadap ulah OPM memicu kerusuhan, sebagai tindakan melanggar HAM.
Tapi sebenarnya ini skenario kuno yang mana aparat intelijen kita seperti BIN maupun BAIS seharusnya sudah tahu hal akan dimainkan Amerika ketika Obama yang kebetulan sama-sama dari partai Demokrat, tampil terpilih sebagai Presiden Amerika.
Isu-isu HAM, memang menjadi ”jualan politik” Amerika mendukung kemerdekaan Papua. Karena melalui sarana itu pula Washington akan memiliki dalih untuk mengintervensi penyelesaian internal konflik di Papua.
Di sinilah sisi rawan UU FRAA jika nantinya lolos di kongres. Sebab dalam salah satu klausulnya, mengharuskan Departemen Luar Negeri Amerika melaporkan kepada kongres Amerika terkait pelanggaran- pelanggaran HAM di Papua.
Jika masih sempat, para diplomat kita segera melakukan loby politik dengan pihak AS utk menghormati KEDAULATAN RI atas seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke.
ReplyDeleteJika informasi ini benar, maka bersiap-siaplah kita untuk menghadapi aksi adu-domba yang dimainkan oleh bangsa asing. Tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh adat di Papua agar dapat bekerjasama dengan otoritas keamanan yang ada di wilayah papua untuk tidak membiarkan sejengkalpun wilayah kita di Papua masuk dalam skenario asing tsb.
ReplyDeleteSebagai bangsa, kita harus mewaspadai setiap upaya pihak asing yang ingin memecah-belah bangsa kita. Kita adalah bangsa yang berdaulat atas rakyat dan wilayah kita. Ini menjadi pe-er besar buat pemerintah kita sekarang bersama semua elemen bangsa yang ada di wilayah Papua...
ReplyDeleteupaya devide et impera ini bukan barang baru. Bangsa Indonesia sudah mengalaminya sejak jaman penjajahan dulu. Ini adalah modus baru dari bangsa-bangsa asing yang menginginkan kekayaan alam di negeri kita yang gemah ripah loh jenawi ini ..
ReplyDeleteMengerikan sekali kalau memang benar ternyata OPM dan Amerika benar2 jahat, mereka menghalalkan segala cara utk MERDEKA...Apakah ini yg dimaksud berjuang utk Rakyat!!!!!
ReplyDeleteKonspirasi asing untuk memecahkan indonesia sdh matang dan saya pikir kita tunggu waktu kapan kakan terjadi...jika kebebasan di berikan bagi rakyat kita, maka tidak ada soal krn perjuangan bangsa ini memang untuk demi kemakmuran rakytnya sendiri
ReplyDeleteNKRI HARGA MATI....!
ReplyDeleteSaya berfikir saat penjajah seperti Indonesia angkat kaki dari Tanah Papua. Tanah Papua bukan milik NKRI, tetapi orang Papua asli ras melanesia sehingga sebaiknya pemerintah semestinya sadar dan segera bersiap-siap meninggalkan tanah air Papua barat. Saya orang Papua yang mengomentari tentang pemerintah Indonesia sebaiknya anda tidak lebih dari seorang penjahat yang ikut membantai rakyat Papua. Semoga anda diberkati Tuhan.
ReplyDeleteDari tulisan Hendrajit ini menunjukkan bahwa anda tidak mempunyai pengetahuan yang banyak tentang perubahan yang terjadi. semua penyerangan yang terjadi pada tahun 2009-2010 ini bukan oleh OPM. ANda musti belajar baik tentang perkembangan politik orang Papua. OPM itu ciptaan Politisi indonesia. Anda musti tahu dan orang Papua lain yang memberikan komentar musti diketahui bahwa OPM tidak memiliki senjata. OPM bukan sebuah angkatan bersenjata namun OPM adalah sebuah kenderaan politik, sehingga musti dibedakan. Yang dilakukan itu benar, berarti yang dilakukan adalah bukan oleh TPN/OPM namun TRNPB. Semoga anda mau berkata jujur and ajarlah orang indonesia lain untuk mengerti tentang penderitaan orang masyarakat asli Papua sepanjang tahun.
ReplyDeleteApakah ada orang Papua datang menguasai tanah orang Jawa, Sulawesi, Sumatera, Bali, Timor maupun AMbon. Pergilah dan bangun tanah air kalian disana sebab orang Papua sangat tidak membutuhkan semua gula-gula kalian lagi. Semoga kalian dapat memahaminya.
trims atas komentnya eromeldo.... sy blm prnh menemukan tulisan yg paling lengkap ttg plgran HAM RI di tanah papua beserta bukti otentik,dan dpt dipertanggung jwbkn scr hukum intrnasional. yg ada tulisn yg isinya cuma memfitnah dan terkesan bombastis isu. buatlah fakta hukum yg jels dan terang spy smua masyrkt tau dan mendukung anda dan semua pihak pro M jika benar. tegakkan keadilan sebenar benarnya. klo soal pjuang rakyat papua (katanya) yg mati, sy rasa itu kan resiko prjuangan. knapa anda sibuk. Indonesia saja tdk prnah tuntut Belanda yg jauh jauh jauh pelanggaran HAMnya di bumi pertiwi ini. cara anda berpikir terlalu sektoral. seolah-olah anda hanya mau hidup sndirian di papua, tdk prlu suku bgsa lain. sy rasa itu cara brpikir yg narsis sekali di era spti skrg ini. jgn bicara rakyat miskin. toh skrg gubernur sampe lurah di papua, 99% asli papua.... tanya dong sama mrk... kalo mrk ga becus.. anda yg naik jadi pemimpin.. gitu dunk!
ReplyDeletekalo sampae hari gini ada orang yang yang mengaku Papua itu indonesia maka orang itu perlu dipertanyakan kewarasannya...! sebab dari sudut apapun Papua tidak ada hubungan dengan Indonesia selain Manipulasih Referendum...! jadi dari belakang orang mulai sadar kalo Papua bukan Indonesia berarti sangat wajar...!
ReplyDeleteKenapa anda takut kehilangan Papua...? apakah karena : mengasihi orang Papua..? atau setanah Air, seperjuangan, seras , atau se yang lainya...? saya Yakin anda kehilangan Papua hanya karena takut kehilangan dapur dan bukan semata mengasihi orang Papua sebab dari segalah sisi Papua bukan bagian dari Indonesia. kalo jawabanya sebaliknya maka yakinkan saya dengan memperhatikan rakyat yang beratapkan kolong jembatan di ketiakmu itu dan memperhatikan ex pengungsi TIM-TIM, sebab jika tidak saya kurang yakin mau mengasihi dan memperhatikan orang yang hubungannya jau dari segalah sisi...! kalo paham bersiaplah angkat kaki. ingat Papua Bukan Indonesia
ReplyDeletesay goodbye my KRAKEN
ReplyDeletePapua butuh YESUS ....
ReplyDelete