ilustrasi |
Papua dibanjiri mata-mata, demikian judul artikel harian sore
NRC Handelsbald, Kamis (1/9). Penguasa di Jakarta takut gerakan
separatisme di propinsi paling timur Indonesia itu akan semakin kuat.
Kopassus mengerahkan spion dalam jumlah besar mulai dari sopir taksi, jurnalis, petani, penjual minuman, dan pendeta.
NRC Handelsblad mendasarkan berita ini pada ratusan dokumen dinas
mata-mata Kopassus tentang Papua yang bocor ke media. Dokumen tersebut
memperlihatkan upaya keras tentara untuk memantau gerak-gerik para
aktivis, politisi, pemimpin gereja dan warga asing di Papua.
Aktif
Papua adalah satu-satunya propinsi di Indonesia di mana gerakan separatisme masih aktif. Tentara dan polisi dalam jumlah besar diturunkan di pulau Cendrawasih itu.
Papua adalah satu-satunya propinsi di Indonesia di mana gerakan separatisme masih aktif. Tentara dan polisi dalam jumlah besar diturunkan di pulau Cendrawasih itu.
"Hal paling sensitif untuk tentara adalah separatisme," tulis NRC Handelsblad.
Menurut Muridan Widjojo, peneliti LIPI yang diwawancarai NRC
Handelsblad, selain Kopassus berbagai instansi pemerintah lain juga
menurunkan mata-mata seperti pemerintah pusat, pemda provinsi, polisi
dan satuan militer lainnya.
"Kadang ada pertemuan yang dihadiri sekitar 30 orang, kebanyakan dari
mereka adalah mata-mata," kata Muridan seperti dikutip NRC Handelsblad.
Opini publik
Dalam bocoran dokumen, Kopassus memperkirakan jumlah anggota kelompok separatis bersenjata mencapai 1.130 orang, tapi mereka cuma punya 131 senjata. Tentara justru menganggap mereka yang tidak bersenjata lebih berbahaya. Karena jumlahnya mencapai 17 ribu orang.
Dalam bocoran dokumen, Kopassus memperkirakan jumlah anggota kelompok separatis bersenjata mencapai 1.130 orang, tapi mereka cuma punya 131 senjata. Tentara justru menganggap mereka yang tidak bersenjata lebih berbahaya. Karena jumlahnya mencapai 17 ribu orang.
"Dengan propoganda mereka bisa mempengaruhi opini publik baik, di
dalam maupun di luar negeri untuk memaksa pemerintah Indonesia menggelar
referendum untuk kemerdekaan Papua," demikian tulis tentara seperti
dikutip NRC Handelsblad.
Banjir mata-mata di Papua ini menimbulkan masalah untuk kelompok oposisi yang kritis terhadap pemerintah.
"Di mata tentara, mereka juga dianggap separatis," kata Muridan.
Aktivis HAM dan pemimpin lokal juga sering dituduh sebagai pembangkang.
Paranoia tentara di Papua ini bisa membahayakan hidup mereka. Demikian
NRC Handelsblad. More>>http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here