Oleh: Putra Prima(inilahcom)
Demo NAPAS |
Bandung - Sekitar 20 Mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam
Nasional Papua Solidarity (Napas) menyambangi Gedung Sate, Jalan
Diponegoro Kota Bandung Selasa (5/6/2012). Sebelumnya mereka sempat
berjalan kaki menyusuri Jalan Diponegoro, dengan membawa spanduk
begambar foto-foto korban kekerasan di tanah Papua.
Dalam orasinya terkait pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua, mereka menyatakan sikap dengan beberapa tuntutan.
Diantaranya, menghentikan segala bentuk penindasan, kekerasan dan pembunuhan di Papua, masyarakat Internasional agar memperhatikan nasib rakyat Papua terutama bagi korban pelanggaran HAM, agar terwujud kedamaian di papua.
Selain itu mereka juga meminta pemerintah Indonesia segera membebaskan seluruh tahanan politik Papua dan membuat tim Ad Hoc guna menyelidiki dan menuntaskan kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap tahanan politik Papua.
Selain itu, mereka meminta untuk menarik militer baik organik maupun non organik dari tanah Papua dan memohon kepada komunitas internasional agar mendesak Indonesia untuk segera menyelisaikan konflik di Papua melalui penentuan nasib sendiri secara aman, damai, dan demokratis.
Koordinator Aksi, Jekson Ikomouw mengatakan dari banyaknya kasus kekerasan di Papua, belum ada kejelasan tentang penyelesaiannya.
"Banyak sekali kasus yang belum diselesaikan, walau kasus di Wasior dan Wamena telah diselidiki Komnas HAM dan dinyatakan pelanggaran berat, tapi sampai sekarang berkas yang diserahkan ke Kejaksaan Agung, dikembalikan lagi ke Komnas HAM dengan alasan belum lengkap," kata Jekson kepada wartawan di sela-sela aksi.
Selain itu, pemerintah Indonesia dinilainya telah gagal dalam memberdayakan orang Papua. Sitem ekonomi di Bumi Cendrawasih pun dikuasai penuh oleh orang non-Papua.
"Jadinya proses diskriminasi semakin meningkat, apalagi 72,72% rakyat Papua kini tinggal dibawah garis kemiskinan. Kami sangat sedih dengan kenyataan ini, dan berharap pemerintah bisa memperhatikan kami," ujarnya.[ang]
Dalam orasinya terkait pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua, mereka menyatakan sikap dengan beberapa tuntutan.
Diantaranya, menghentikan segala bentuk penindasan, kekerasan dan pembunuhan di Papua, masyarakat Internasional agar memperhatikan nasib rakyat Papua terutama bagi korban pelanggaran HAM, agar terwujud kedamaian di papua.
Selain itu mereka juga meminta pemerintah Indonesia segera membebaskan seluruh tahanan politik Papua dan membuat tim Ad Hoc guna menyelidiki dan menuntaskan kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap tahanan politik Papua.
Selain itu, mereka meminta untuk menarik militer baik organik maupun non organik dari tanah Papua dan memohon kepada komunitas internasional agar mendesak Indonesia untuk segera menyelisaikan konflik di Papua melalui penentuan nasib sendiri secara aman, damai, dan demokratis.
Koordinator Aksi, Jekson Ikomouw mengatakan dari banyaknya kasus kekerasan di Papua, belum ada kejelasan tentang penyelesaiannya.
"Banyak sekali kasus yang belum diselesaikan, walau kasus di Wasior dan Wamena telah diselidiki Komnas HAM dan dinyatakan pelanggaran berat, tapi sampai sekarang berkas yang diserahkan ke Kejaksaan Agung, dikembalikan lagi ke Komnas HAM dengan alasan belum lengkap," kata Jekson kepada wartawan di sela-sela aksi.
Selain itu, pemerintah Indonesia dinilainya telah gagal dalam memberdayakan orang Papua. Sitem ekonomi di Bumi Cendrawasih pun dikuasai penuh oleh orang non-Papua.
"Jadinya proses diskriminasi semakin meningkat, apalagi 72,72% rakyat Papua kini tinggal dibawah garis kemiskinan. Kami sangat sedih dengan kenyataan ini, dan berharap pemerintah bisa memperhatikan kami," ujarnya.[ang]
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here