Kantor Komnas HAM |
Kematian Mako dinilai tidak wajar karena dari keterangan pihak Polri dan pemberitaan di berbagai media, Mako mempunyai senjata dan berusaha merebut senjata polisi.
"Hal ini tidak relevan ketika Mako dibilang punya senjata tapi dia malah berusaha merebut senjata pihak kepolisian," kata Harris saat melapor, Selasa (26/6).
Menurut Harris, penembakan Mako bukanlah upaya hukum seperti yang terlontar dari mulut petinggi-petinggi Polri. Penembakan tersebut adalah salah satu bentuk skenario besar yang direncanakan institusi tersebut.
"Kerusuhan Papua coba dibebankan kepada Mako, sangat aneh tiba-tiba polisi bilang sudah tiga bulan mengintai Mako, harusnya kalau polisi tahu pelaku kerusuhan ya langsung saja ditangkap," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Foker LSM Papua, Septer Mano Fando menilai pemerintah sedang menggencarkan serangan balik kepada warga Papua. Atas dasar itulah pemerintah mengkambinghitamkan kelompok-kelompok tertentu karena ketidakmampuannya memberikan rasa keamanan di Papua.
"Ini adalah bentuk ketakutan yang berlebihan yang dirasakan oleh pemerintah," kata Septer.
Dia pun mempertanyakan luka tembak yang ada di bagian paha, perut dan kepala yang semuanya tidak ada satu pun terlihat adanya upaya pelumpuhan melainkan mematikan. Septer Manufandu (Ketua FOKER LSM Papua".
"Saya ada di Rumah Sakit Bhayangkara waktu itu, saya menunggu dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB baru kita bisa lihat mayatnya, luka di paha, di perut masuk kiri tembus sebelah kanan, di kepala ada 3 serpihan dan 7 serpihan besar," tegas Septer.
Berdasarkan bukti-bukti temuannya Septer berharap Komnas HAM dapat menindaklanjuti laporannya serta menindak aparat yang terlibat dalam kematian Mako.
Sumber: http://www.merdeka.com/
Kami masyarakat tahu, dan juga kutu busukpun tahu. Republik ini bermain seperti apa dunia ini mengetahui. Kami tidak pernah usir mereka dari tanah Papua ini tetapi dari tindakkan merekalah yang membuat suatu waktu mereka pulang ke dong pu kampong sendiri. Tidak salah kah?
ReplyDelete