By, K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Photo Ilustrasi |
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam
pidatonya ketika peluncuran Jurnal Strategic Review dan Strategic
Review Forum, mengaku kesulitan menghadapi konflik di tanah Papua.
Pengamat Papua Frans Ansanay mengatakan, pernyataan tersebut tak pastas keluar dari seorang kepala negara.
“Sebetulnya begini, seorang kepala negara Indonesia tidak tepat menyampaikan hal tersebut. Itu menunjukkan pemerintah tidak mampu tangani Papua. Eksesnya akan menimbulkan perkuat alibi orang Papua selama ini yang mengatakan bukan bagian Indonesia, jadi wajar tidak bisa diurus,” kata Frans saat berbincang dengan Okezone, Rabu, (18/7/2012).
Dia menambahkan, kesulitan untuk meredam konflik di bumi Cendrawasih lantaran tidak adanya niatan jujur dari pemerintah untuk membangun Papua.
“Ada apa sebenarnya di Papua? Menurut saya sejak Papua atau Irian Barat di rebut NKRI sampai hari ini, pemerintah Indonesia tidak jujur membangun Papua untuk kesejahteraan yang dijanjikan,” ungkapnya.
Jadi, kata dia, kegagalan berbagai regulasi terkait otonomi khusus 2001 perlu dievaluasi.
“Saya megusulkan dibentuknya otonomi khusus jilid II untuk orang Papua membangun diri sendiri dengan kerangka pemikiran sendiri,” paparnya.
“Jadi dibebaskan akselerasi oleh orang Papua sendiri, biarkan menata dirinya, dengan catatan tidak minta merdeka,” tukasnya.
Sebelumnya, SBY mengaku hingga saat ini belum kunjung mendapatkan formula untuk meredam konlfik di Papua.
“Kami menemukan solusi yang baik untuk konflik di Aceh, dan konflik komunal di Ambon dan Poso. Namun, rumus ini tidak sepenuhnya berlaku untuk Papua, yang memerlukan berbagai jenis solusi," ujar SBY, Selasa 17 Juli kemarin.
SBY mengaku tak berhenti untuk mencari tahu konflik yang tengah terjadi. Dengan memahami konflik, dirinya akan dengan mudah untuk mengambil keputusan.
“Saya selalu tertarik untuk mempelajari lebih lanjut. Setiap detail tidak peduli seberapa kecil membantu keputusan saya. Setiap fakta baru membantu penilaian saya lebih baik. Intinya adalah bahwa konflik yang berbeda membutuhkan solusi yang berbeda," paparnya.
Pengamat Papua Frans Ansanay mengatakan, pernyataan tersebut tak pastas keluar dari seorang kepala negara.
“Sebetulnya begini, seorang kepala negara Indonesia tidak tepat menyampaikan hal tersebut. Itu menunjukkan pemerintah tidak mampu tangani Papua. Eksesnya akan menimbulkan perkuat alibi orang Papua selama ini yang mengatakan bukan bagian Indonesia, jadi wajar tidak bisa diurus,” kata Frans saat berbincang dengan Okezone, Rabu, (18/7/2012).
Dia menambahkan, kesulitan untuk meredam konflik di bumi Cendrawasih lantaran tidak adanya niatan jujur dari pemerintah untuk membangun Papua.
“Ada apa sebenarnya di Papua? Menurut saya sejak Papua atau Irian Barat di rebut NKRI sampai hari ini, pemerintah Indonesia tidak jujur membangun Papua untuk kesejahteraan yang dijanjikan,” ungkapnya.
Jadi, kata dia, kegagalan berbagai regulasi terkait otonomi khusus 2001 perlu dievaluasi.
“Saya megusulkan dibentuknya otonomi khusus jilid II untuk orang Papua membangun diri sendiri dengan kerangka pemikiran sendiri,” paparnya.
“Jadi dibebaskan akselerasi oleh orang Papua sendiri, biarkan menata dirinya, dengan catatan tidak minta merdeka,” tukasnya.
Sebelumnya, SBY mengaku hingga saat ini belum kunjung mendapatkan formula untuk meredam konlfik di Papua.
“Kami menemukan solusi yang baik untuk konflik di Aceh, dan konflik komunal di Ambon dan Poso. Namun, rumus ini tidak sepenuhnya berlaku untuk Papua, yang memerlukan berbagai jenis solusi," ujar SBY, Selasa 17 Juli kemarin.
SBY mengaku tak berhenti untuk mencari tahu konflik yang tengah terjadi. Dengan memahami konflik, dirinya akan dengan mudah untuk mengambil keputusan.
“Saya selalu tertarik untuk mempelajari lebih lanjut. Setiap detail tidak peduli seberapa kecil membantu keputusan saya. Setiap fakta baru membantu penilaian saya lebih baik. Intinya adalah bahwa konflik yang berbeda membutuhkan solusi yang berbeda," paparnya.
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here