VIVAnews -- Sebuah video kekerasan di Kabupaten Puncak Jaya, Papua Barat beredar melalui situs video sharing, YouTube.
Isinya, adegan sadistis - penyiksaan warga Papua oleh sekelompok orang berpakaian loreng hijau mirip tentara yang menyandang senapan tempur, SS1. Tonton videonya di sini.
Pengacara Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP, ) Latifah Anum Siregar mengaku, sebagai aktivis HAM, ia tak terkejut dengan kemunculan video tersebut.
Kata dia, ini adalah praktik yang tidak baru dan tak mustahil bakal terus terulang. "Banyak yang lebih mengerikan dari itu, tindakan penyiksaannya," kata dia dihubungi VIVAnews, Rabu 20 Oktober 2010.
Dijelaskan dia, sudah sering dan dari dulu kampung-kampung di Papua diberi stigma pendukung, menyediakan senjata atau logistik, dan jadi persinggahan para separatis.
"Penyiksaan tidak hanya dialami kelompok separatis, tapi orang-orang kampung. Begitulah yang terjadi sekian lama," tambah dia.
Pemegang gelar “PeaceMaker” dari Joan B. Kroc Institute for Peace and Justice itu mengatakan, selama pemerintah Indonesia tak mengubah penilaiannnya (state of mind)pada Papua, kekerasan ini akan terus terjadi.
"Jangan lagi menganggap orang Papua separatis. Pembangunan jangan meletakkan orang Papua sebagai musuh, ini penting,"tegas dia.
Jika mengakui Papua sebagai bagian dari NKRI, pemerintah harus melakukan pendekatan kemanusiaan dengan pemahaman konteks lokal dan karakteristik orang Papua.
Karena rekaman kekerasan tersebut sudah jadi isu internasional, mau tak mau, pemerintah dan TNI - sebagai pihak yang diduga terkait -- harus melakukan investigasi, mencari siapa saja korban.
Dan yang paling penting, mengidentifikasi siapa pelaku, latar belakang, dan dari mana kesatuannya - jika benar dari TNI.
Soal rekaman yang beredar, Latifah berpendapat, gambar itu tak mungkin diambil masyarakat yang berdiri dan menvideokannya. Sebab tak ada upaya perlawanan dari pelaku kekerasan.
Diduga gambar itu diambil oleh kelompok baju loreng. "Ini diduga ditujukan sebagai bagian upaya menebar teror, atau keteledoran pelakunya," kata Latifah.
Senada, peneliti senior Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Amiruddin Al Rahab mengatakan, kasus ini harus disikapi dengan dua hal.
Pertama, kata dia, Panglima TNI dan Kasat membuat tim verifikasi dengan membentuk tim kehormatan untuk memeriksa itu ke daerah.
"Nggak perlu ngoceh, bentuk tim, periksa dulu," kata Amiruddin saat dihubungi VIVAnews, Rabu 20 Oktober 2010.
Selain tim dari Mabes TNI, Komnas HAM juga harus mengambil langkah yang sama. Sehingga ada keseimbangan informasi. Kata dia, Komnas HAM tak boleh diam.
***
Video kekerasan diedarkan oleh lembaga swadaya masyarakat Asian Human Rights Commission (AHRC) yang berbasis di Hong Kong, China, pada 17 Oktober lalu. Mereka mengatakan, rekaman diperoleh dari kontak mereka di Papua. (adi)
Baca juga: Panglima Cek Video TNI Siksa Warga
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here