SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Apa Solusi Atas Konflik Papua?

Scoop Voice Baptist

About Me

My Photo
Papua, Papua barat/Indonesia, Indonesia
Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua tidak akan pernah memilih diam ketika umat ditintas dan akan terus bersuara sampai keadilan benar-benar terjadi di tanah papua

Voice of Baptist Papua

Asian Human Rights Commission

Welcome to Suara Baptis Papua Online

SB - PAPUA-News

© Copyright 2011 suara baptis papua. Powered by Blogger.

Latest Post

Showing posts with label Polri. Show all posts
Showing posts with label Polri. Show all posts

Press Release, “Aparat Keamanan Indonesia Harus STOP Melakukan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Tanah Papua”

Written By Voice Of Baptist Papua on November 1, 2012 | 9:43 PM

Press Release: 
Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua

Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis sangat prihatin perilaku aparat keamanan Indonesia terhadap umat Tuhan di Tanah Papua.  Karena setelah Jenderal Kelly Kwalik dibunuh di Timika pada 16 Desember 2009 oleh TIM Gabungan TNI, POLRI, BRIMOB dan DENSUS 88 dan  Musa Mako Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  dibunuh oleh Densus 88 pada 14 Juni 2012 di Waena, Jayapura, penduduk asli  Papua diperhadapkan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak beradab dan aneh-aneh  seperti  penemuan-penemuan bom, peledakan bom, dan penangkapan warga sipil Papua dengan tuduhan memiliki amunisi hampir merata di seluruh Tanah Papua. 
 
Seperti contoh: Pemboman gedung DPRD Kabupaten Jayawijaya pada 1 September 2012  jam 02.15 WIT yang dilakukan OTK,  pelemparan bom di pos polisi lalulintas Kabupaten Jayawijaya pada 18 September 2012 jam 20.55 WIT,  penemuan bom di Timika, Jumat, 19 Oktober 2012,  penemuan 3 buah bom di Manokwari pada 9 Oktober 2012. Peledakan tiga bom rakitan di Sorong pada Minggu 28 Oktober 2012 malam pukul 22.00.  Pada 30 Oktober 2012 ada  penemuan amunisi kaliber 762 sebanyak 9 butir, peluru tajam 5 TJ 5,6 sebanyak 121 butir, peluru hamba 5,6 sebanyak 20 butir dan penangkapan empat pemuda  berinsial DIH (26) warga Organda, YP (28) warga Sampan Timika, AK(24) seorang wanita, warga Organda, YJW (27) warga Karubaga. (berita cepos, Rabu, 31 Oktober 2012).   Pada Rabu, 31 Oktober 2012 Polda Papua dan Polresta menangkap seorang warga sipil berinisial OG (27) di PTC Jayapura yang diduga pemilik amunisi.

Dari seluruh rangkaian “skenario”  dan  rekayasa  yang menonjolkan penduduk asli Papua sebagai pemilik amunisi dan pelaku bom seperti ini dapat memberikan gambaran   yang  SANGAT jelas bahwa  merupakan STRATEGI SISTEMATIS  yang diterapkan Pemerintah Republik Indonesia melalui  kekuatan aparat keamanan dengan beberapa tujuan, agenda dan target, yaitu:


  • Upaya  sistematis untuk menggagalkan tuntutan rakyat Papua untuk dialog damai yang diperjuangkan selama ini;
  • Upaya secara sistematis untuk menghancurkan  dan mengkriminalisasi perjuangan  damai hak penentuan nasib sendiri ( the right to self determination) rakyat Papua;
  • Upaya  sistematis  untuk  menjadikan perjuangan damai rakyat Papua untuk merdeka ke arah “teroris”,  supaya dunia Internasional tidak mendukung perjuangan rakyat Papua  dan sebaliknya aparat keamanan RI  mendapat dukungan dengan bantuan dana dari Pemerintah Amerika dan Australia, yang selama ini  berperan melatih dan mensponsori Densus 88 untuk  memerangi “teoris” di Indonesia.
  • Semua amunisi dan bom yang ditemukan dan diledakkan bukan milikdan dilakukan oleh penduduk asli Papua, tetapi ada aktor pemilik, penyuplai dan penggalangan beberapa pemuda asli Papua untuk membenarkan “menjustifikasi”  perjuangan politik rakyat Papua adalah perjuangan kriminal dan “teroris”. 

Rekomendasi:

  1. Seluruh rakyat Papua yang pendatang maupun penduduk asli Papua jangan terlalu cepat percaya bahwa bom-bom yang diledakan,  dan ditemukan serta amunisi yang ditemukan dari tangan penduduk asli Papua adalah bukan murni. Karena perjuangan mencari rasa keadilan dan hak politik penduduk Asli Papua adalah perjuangan damai yang sudah terbukti dan bukan dengan perjuangan kekerasan yang direkayasa belakangan ini.
  2. Aparat keamanan Republik Indonesia harus berhenti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan bentuk rekayasa bom dan penemuan amunisi dari rumah-rumah orang asli Papua.  
  3. Pemerintah Republik Indonesia segera membuka ruang dialog damai tanpa syarat antara Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua yang dimediasi pihak ketiga yang netral karena Otonomi Khusus  sebagai solusi politik telah GAGAL menjawab kompleksitas persoalan Papua.  Dialog damai dengan syarat-syarat: (a)  Segera membebaskan semua tahanan politik seperti: Filep Karma, Forkorus Yaboisembut dan kawan-kawan tanpa syarat. (b) Menarik semua pasukan non-organik yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk asli Papua.
  4. Pemerintah Republik Indonesia segera membuka akses wartawan asing dan pekerjaan kemanusiaan untuk mengunjungi Papua.
  5. Pemerintah Republik Indonesia segera mengundang dan mengijinkan Pelapor Khusus PBB mengunjungi Papua.
 
Ketua Umum
Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua,
 
Socratez Sofyan Yoman
===============================
Alamat Kantor: Jalan Jeruk Nipis Kotaraja, Jayapura/Numbay, Papua
HP: 08124888458


“Pemerintah dan Aparat Keamanan Indonesia Harus Menghentikan Kekerasan di Papua dan Segera Dialog Damai Antara Pemerintah dan Rakyat Papua”

Written By Voice Of Baptist Papua on September 4, 2012 | 8:52 PM

Press Release:4 September /2012

Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua

Jayapura-Voice of baptist,-- Kejahatan  terhadap Penduduk Asli Papua sangat memprihatinkan.  Penduduk Asli Papua berada dalam ancaman terhadap kemanusiaan yang serius. Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan  Pemerintah sejak 1961 sampai sekarang dengan kekuatan aparat keamanan TNI dan POLRI  atas nama kepentingan integritas dan keamanan Nasional Republik Indonesia  (RI) benar-benar merendahkan martabat Penduduk Asli Papua. 

Perlindungan kedaulatan dan integritas Penduduk Asli Papua jauh dari harapan damai dan kesejukan.   Sejak Papua digabungkan ke dalam Indonesia melalui manipulasi PEPERA 1969 dengan kekuatan senjata, telah mencederai dan menghancurkan  nilai-nilai keadilan, kedamaian, kesamaan derajat, martabat dan hak asasi manusia.  Harta milik dan masa depan Penduduk Asli Papua benar-benar dihancurkan Pemerintah Indonesia.  

Pemerintah Indonesia gagal melindungi dan berpihak pada rakyat Papua.  Kegagalan itu terbukti dengan Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 yang merupakan solusi menang-menang dan kompromi  politik antara Pemerintah dan rakyat Papua untuk melindungi,  berpihak dan pemberdayaan Penduduk Asli Papua telah  gagal total. Masa depan Penduduk Asli Papua dalam Indonesia sangat suram dan gelap. Di Papua sedang terjadi pemusnahan etnis Papua secara sistematis dan struktural dilakukan Negara.

Pendekatan kekerasan yang menimbulkan tragedi kejahatan kemanusiaan terhadap Penduduk Asli Papua  harus diakhiri.  Karena kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah. Kekerasan akan melahirkan kekerasan baru yang lebih keras dan kejam. Aparat keamanan Indonesia juga harus berhenti meng-kambing-hitamkan Penduduk Asli Papua sebagai pelaku kekerasan.  

Solusi damai dan bermartabat harus ditempuh:
  1. Kami mengutuk keras aparat keamanan Indonesia yang selalu meng-kambing-hitamkan dan merekayasa berbagai bentuk dan wajah kekerasan di Papua dan mengorbankan penduduk sipil dengan stigma OPM dan Separatis.
  2. Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua segera berdialog untuk menyelesaikan masalah Papua secara menyeluruh dan bermartabat tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga yang netral.
  3. Pemerintah Indonesia segera mengundang Pelapor Khusus PBB dibidang Anti Penyiksaan, Penghilangan dan Pembunuhan sewenang-wenang  untuk berkunjung ke Papua.
  4. Pemerintah Indonesia segera membuka akses media asing, pekerja kemanusiaan untuk berkunjung ke Papua.
  5. Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan harus menghentikan penangkapan warga sipil dengan stigma anggota OPM, Separatis dan harus  menghentikan berbagai bentuk kejahatan, kekerasan dan rekayasa yang mengorbankan warga sipil.
  6. Pemerintah Indonesia bertanggungjawab penembakan dan pembunuhan warga sipil yang memperjuangkan hak politik mereka dengan damai seperti: 3 orang warga sipil pada 19 Oktober 2011,  Mako Musa Tabuni dan korban-korban lain.  
  7. Pemerintah dan aparat keamanan harus menangkap aktor  yang sebenarnya selamanya disebut Orang Terlatih Khusus atau Orang Tim Khusus  yang disebut Orang Tak Dikenal (OTK).
  8. Pemerintah Jerman segera melakukan penyelidikan secara independen tentang penembakan warga Jerman, Pieper Dietmar Helmut (55), pada 29 Mei 2012 di Pantai Base, Jayapura. Papua.

 Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua
 (BPP-PGBP) 

 Ketua Umum,
 
Rev. Socratez Sofyan Yoman

Oknum Aparat Paksa Pasien Tinggalkan RSUD Paniai

Written By Voice Of Baptist Papua on August 23, 2012 | 9:07 PM

Pasien di RS (photo Ilustrasi)
JAKARTA -- RSUD Kabupaten Paniai, Propinsi Papua, mencekam, karena didatangi sekelompok oknum Brimob setempat dan TNI. Mereka mencabuti infus pasien dan meminta mereka serta perawat dan dokter di dalamnya meninggalkan RSUD. Seluruh petugas rumah sakit serta pasien yang tengah dirawat meninggalkan rumah sakit sejak Selasa (21/8). Ini akibat intimidasi dari aparat keamanan setelah tertembaknya seorang anggota Brimob.

"Ini membuat masyarakat ketakutan," jelas Koordinator National Papua Solidarity (Napas), Marthen Goo, di Jakarta, Kamis (23/8). Dikatakannya, mereka semua meninggalkan rumah sakit dengan berjalan kaki.

Marthen menyatakan yang tragis adalah pasien yang menderita sakit parah. Mereka membutuhkan perawatan intensif. Kondisi ini membuat trauma karena oknum yang berkelompok itu memasuki rumah sakit dengan membawa senjata laras panjang. Pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan medis justru harus pulang karena ulah mereka.

Marthen meminta agar pemerintah tidak tinggal diam. Mereka yang terlibat dalam penciptaan kondisi mencekam itu harus ditindak secara hukum. "TNI dan Polri tidak boleh tinggal diam," imbuhnya.

Dia menduga insiden ini terjadi karena oknum Polri dan TNI tidak terima dengan ditembaknya personel Polri setempat, Brigadir Yohan Kisiwaitoi, hingga tewas di ujung Bandara Enartotali. Timah panas menembus bagian dada sebelah kiri. Penembakan terjadi sekitar pukul 10.30 WIB. Pelaku melarikan diri. Polisi kini tengah memburu pelaku penembakan, dan belum diketahui motif dari penembakan tersebut.

Yohan tengah bersama rekannya, yakni Briptu Gustab Wartanoi, sedang bersama-sama mencuci mobil. Kemudian rekannya pergi untuk membeli makan, sehingga korban Yohan Kisiwatoi sendiri mencuci mobil dan tiba-tiba ditembak oleh orang tak dikenal.

Marthen menduga berdasarkan informasi yang dihimpun, penembaknya adalah oknum Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah komando John Magai Yogi. Belum diketahui jelas apa motifnya. Namun TPN selalu menyerang aparat Polri maupun TNI karena pihak TPN selalu diserang oleh dua pihak ini. TPN dianggap sebagai pemberontak yang mengancam kemerdekaan Indonesia.

Redaktur: Dewi Mardiani ( http://www.republika.co.id/)
Reporter: Erdy Nasrul

Penembakan Paniai Papua, Polisi Tahan Empat Warga

Aparat Gabungan TNI/Polri mengejar TPN/OPM
Liputan6.com, Jayapura: Polres Paniai saat ini masih menahan empat warga sipil terkait kasus penembakan Brigadir Polisi Yohan Kadimatau, anggota Polri di Enarotali, Papua, Selasa (21/8).

Kapolres Paniai AKBP Anthon Diantje kepada Antara, Kamis (23/8), mengatakan pihaknya saat ini masih manahan dan terus memintai keterangan dari empat warga yang diduga mengetahui kasus tersebut.

"Penyidik masih terus berupaya untuk meminta keterangan dari keempat orang itu," kata AKBP Diantje seraya mengakui, pihaknya mengalami kesulitan karena mereka enggan memberitahukan apa yang mereka ketahui.

Menurut AKBP Diantje, dari keempat orang itu pada saat pengejaran lari kearah pelaku sehingga mereka melarikan diri dengan membawa senjata milik anggota yang tewas tertembak.

Keempat warga sipil yang masih ditahan antara lain Steven Degei, Matias Kouki, Alosius Degei, dan Melianus Degei.

Ketika ditanya tentang penganiayaan yang dilakukan anggota polisi terhadap warga sipil yang di tangkap, Kapolres Paniai menegaskan tidak ada penganiayaan yang dilakukan anggotanya. "Tidak benar ada penganiayaan yang dilakukan anggotanya terhadap warga sipil karena bila dalam pemeriksaan tidak terindikasi maka mereka dilepaskan," aku AKBP Diantje.

Kasus penembakan terhadap anggota Polres Paniai yang terjadi Selasa (21/8) itu selain menewaskan Brigadir Pol Yohan Kasimatau juga senjata milik korban jenis V2 juga diambil TPN/OPM.(MEL)

KontraS: PAPUA: Wilayah tak Berhukum

Written By Voice Of Baptist Papua on July 2, 2012 | 5:09 AM

Catatan Kekerasan di Papua Januari-Juni 2012 
 
KontraS
  1. Pengantar
Sepanjang 2011, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sejumlah praktek kekerasan dan patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM yang berat di Papua. Sebanyak 52 peristiwa kekerasan dengan 52 orang meninggal, 59 luka-luka. Termasuk diantara mereka berasal dari TNI dan Polri. Hampir berbanding lurus, angka kekerasan tersebut diiringi dengan angka yang hampir mirip dari ketiadaan penegakan hukum dari kasus-kasus tersebut.  
 
Pada November 2011, KontraS, perwakilan mahasiswa Papua, Foker LSM Papua, KAMPAK dan Perwakilan Pekerja PT Freeport pernah diundang ke Komisi I DPR RI dan mengadakan kunjungan ke Mabes Polri yang diterima oleh Waka. Polri, Sdr. Nanan Soekarna, Saud Usman dan sejumlah petinggi Mabes Polri. Dari pertemuan-pertemuan tersebut disampaikan data-data kekerasan yang terjadi di Papua selama beberapa bulan pada 2011. Sayangnya, tindakan tersebut tidak memberikan implikasi pada penurunan kekerasan di Papua. 
 
Dalam konteks Pemilukada pun, sejumlah organisasi yang sama yang disebutkan diatas, juga melakukan pertemuan dengan Panwaslu di Jakarta, mendesak agar Panwaslu optimal melakukan pemantauan dan membuat sebuah terobosan atas rangkaian kekerasan dalam sengketa Pemilukada yang berujung kekerasan. Sama, hasilnya nihil sejauh ini.  Sementara di Papua, dialog hanya dilakukan lewat institusi perwakilan masyarakat di Papua seperti DPRP. 
 
Memasuki 2012 kekerasan dengan dugaan terjadi pelanggaran HAM yang berat kembali terjadi dengan stabil dari satu kasus ke kasus lainnya. Dalam catatan KontraS, Foker LSM dan NAPAS telah terjadi 34 peristiwa kekerasan an mengakibatkan korban sebanyak 17 meninggal dan  29 orang luka-luka. Jumlah ini termasuk korban dari kalangan TNI dan Polri. Dari sejumlah kasus tersebut patut dicatat berbagai kejanggalan dari sikap, pernyataan dan kebijakan pemerintah, pihak kepolisian dan maupun pihak TNI. Hal inilah yang menjadi titik tekan dari bahan advokasi ini sebagaimana akan digambarkan dibawah. 

Kami khawatir bahwa peristiwa demi peristiwa yang terjadi adalah upaya menjauhkan cita akan damai, kesejahteraan dan keadilan bagi orang Papua. Sekedar mengingatkan bahwa apa yang terjadi di Papua bukan sekedar kriminalitas politik namun lebih besar dan kompleks. Septer Manufudu, direktur Foker LSM Papua, mengingatkan bahwa ada 3 persoalan utama di Papua sebagaimana dijelas dibagan dibawah ini;
  • Temuan Lapangan terhadap Sejumlah Kasus Kekerasan Papua


Berikut disampaikan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi yang dilakukakn oleh Polisi, TNI dan pelaku yang tidak teridentifikasi.
  • Pelanggaran HAM oleh Polisi  
- Penembakan Mako Tabuni, Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB). 
 
Pada tanggal 6 Juni 2012, sekitar pukul 09.00 Wit, Polisi menembak Mako Tabuni di depan Gereja Masehi Advent, Perumnas III Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua.  Kejadian bermula ketika Polisi berusaha menangkap Mako yang sedang berada di sekitar kampus Universitas Cendrawasih Wamena. Berdasarkan informasi lapangan Mako dibuntuti oleh Polisi dengan mobil, salah satu mobil terindentifikasi jenis TAFT warna hitam dengan Nopol DS 447 AJ. Polisi turun dari mobil mencegat Mako dengan senjata dan langsung menembak di kaki. Keterangan Polisi, Mako ditembak dikaki karena berusaha melawan saat ditangkap. Polisi menangkap Mako atas tuduhan terlibat pelaku kekerasan di Papua. Namun fakta lapangan berdasarkan keterangan saksi, Mako tidak melakukan perlawanan. Bahkan Mako berusaha lari menyelamatkan diri setelah Polisi menembak di kaki, tapi kemudian Polisi menembak lagi di kepala hingga tewas.

Setelah peristiwa itu, masyarakat mengamuk membakar ruko, 3 mobil dan 15 motor (foto terlampir). Warga yang berada di lokasi sempat menghubungi Polisi untuk menangani tindakan brutal, tapi tidak ada polisi yang datang. Setelah api dipadamkan oleh warga, sekitar 1 jam kemudian baru Polisi, Brimob dan TNI mendadatangi ke lokasi kejadian.  Sampai saat ini belum ada satu pun pelaku yang menembak Mako di proses secara hukum
  • Penembakan Melianus Kegepe, Selvius Kegepe, Amos Kegepe, Lukas Kegepe,  Yulianus Kegepe di Lokasi 45 Degeuwo, Desa Nomouwo, Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai Papua.
Personil Brimob BKO Polda Papua, Pos Emas 99, beberapa personil teridentifikasi bernama Briptu Ferianto, Bripda Agus, Bripda Edi menembak 5 warga di lokasi Biliar Daerah 45 Degeuwo, Desa Nomouwo, Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai, Papua, pada tanggal 15 Mei 2012, sekitar pukul 06.00 Wit. Kejadian bermula ketika Selpius Kegepe, Lukas Kegepe, Amos Kegepe, dan Markus Kegepe mendatangi tempat biliar untuk bermain biliar di lokasi 45. Namun pemilik biliar, Mama Waloni melarang mereka bermain. Keempat orang itu tetap bermain dengan mengambil sendiri bola biliar. Mama Waloni tidak terima kemudian menelpon Pos Brimob yang terletak di lokasi emas 99, sekitar 800 meter dari tempat biliar. Sektika personil Brimob mendatangi lokasi biliar dengan membawa senjata, lengkap helm baja dan baju anti peluru. 
 
Saat Brimob datang, Lukas dan kawan-kawan keluar dari tempat biliar. Saat keluar Lukas mengeluarkan kata-kata “kamu datang cari makan di atas paha saya.” Kata-kata itu memancing emosi personil Brimob sehingga terjadi pemukulan terhadap Lukas dibagian mulut. Melianus Kegepe yang berada di rumahnya membawa balok mengejar personil Brimob yang memukul Lukas. Personil Brimob yang lain langsung menembak Melianus Kegepe dibagian perut hingga tewas. Personil Brimob juga menembak Amos Kegepe di kaki kiri dan betis kanan.  Selvius Kegepe ditembak di lengan kanan. Lukas Kegepe ditembak di rusuk, dan  Yulianus Kegepe ditembak dibagian punggung. Keempat orang ini mengalami luka kritis dan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura. Anggota Brimob pelaku penembakan terhadap 5 warga itu sampai saat ini lepas dari proses hukum.
  • Pembubaran Paksa aksi KNPB oleh aparat kepolisian menyebabkan 1 orang tewas ditembak, 2 orang mengalami penyiksaan dan 43 orang ditangkap semena-mena.
Pada 4 Juni 2012, aparat gabungan Polisi dan TNI membubar paksa aksi KNPB dengan alasan tidak memiliki izin demontrasi. Hari itu, massa KNPB melakukan aksi menuntut penegakan hukum terhadap serangkain tindakan kekerasan yang dilakukan aparat. Namun aparat menghadang dengan senjata dan menyiksa massa saat sedang menuju titik sentral aksi, di Sentani, Expo dan Kota Madja Jayapura. Dalam peristiwa itu, Yesa Mirin tewas ditembak, Fanuel Taplo, Tanius Kalakmabin kritis disiksa dan 43 orang ditangkap oleh Polisi.
  • Pelanggaran HAM oleh TNI
Penyerangan warga Wamena, Kabupaten Jayawijaya oleh TNI Batalyon Yonif 756 Wimane Sili/WMS, pada 6 Juni 2012, sekitar pukul 10.00 wib. Dalam penyerangan tersebut, Elinus Yoman tewas ditikam dengan pisau sangkur, dan 13 orang luka-luka ditikam dikepala, punggung, lutut, tangan, paha, dan beberapa bagian tubuh lainnya. Selain itu, TNI juga membakar 1 mobil, 2 rusak, 8 motor dibakar, 31 rumah warga dan 24 bangunan rumah sehat dibakar, 9 tempat usaha (kios) dibakar, dan 23 rumah sehat dirusak. Penyerangan terhadap warga tersebut sebagai bentuk balas dendam terkait pengeroyokan dua teman mereka, Pratu Ahmad Sahlan (tewas) dan Prada Parloi Pardede (kritis) oleh warga Wamena. Kejadian pengeroyokan terhadap dua anggota TNI tersebut terjadi karena anggota TNI tersebut menabrak seorang anak bernama Kevid Wanimbo di jalan Kampung Honelama.
  • Penembakan/Pembunuhan Misterius (Petrus) selama Januari-Juni 2012
Selain itu, kami juga mencatat pada bulan Januari sampai Juni 2012, insiden Penembakan Misterius (Petrus) meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan catatan kami, tahun 2011 terjadi 13 peristiwa, 1 peristiwa terjadi tahun 2010 dan 12 peristiwa tahun 2009. Sementara pada tahun 2012, terhitung dari Januari sampai 11 Juni 2012, telah terjadi 18 peristiwa penembakan yang mengakibatkan setidaknya 7 warga sipil, satu jurnalis meninggal dan 10 orang mengalami luka kritis, termasuk warga negara asing Jerman Dietman Pieper (29/05). Namun hampir semua korban ditembak di tempat yang mematikan, seperti di bagian kepala, dada, leher, wajah dan punggung tembus ke dada. 
 
Selain itu, pelaku juga menyasar korban secara acak, termasuk TNI dan Polisi. Khusus untuk kasus penembakan aparat keamanan, aksi tersebut dilakukan ketika para aparat keamanan tengah menggelar patroli rutin.
  • Respon Pemerintah dan Pihak Keamanan di Papua 
Kami mengapresiasi sejumlah pernyataan keprihatinan dari berbagai kalangan pejabat tinggi terhadap soal Papua, seperti, Presiden RI, Sdr. Soesilo Bambang Yudhoyono, yang mengatakan bahwa “Penyelesaian Papua harus dilakukan dengan komunikasi yang konstruktif dan penegakan hukum harus dikedepankan”. Ketua Komisi 1 DPR RI, juga menyatakan bahwa ada ketidak koordinasian antara pihak-pihak keamanan di Papua, seperti Polisi, Militer dan Intelijen. Namun demikian kami khawatir bahwa pernyataan-pernyataan tersebut juga mengandung ketidaktepatan pandangan soal Papua, seperti, Presiden SBY yanga menyatakan bahwa “kekerasan yang terjadi di Papua masih berskala kecil”. Sementara pihak Komisi 1 DPR yang menyatakan bahwa ada pihak asing yang bermain. Demikian juga dengan MenkoPolhukam yang menyatakan bahwa tindakan Polisi sudah tepat dalam kasus Pembunuhan Mako Tabuni. Pernyataan-pernyataan ini bisa berakibat pada berkepanjangan stigma buruk dan pendekatan yang setengah hati dari pemerintah.
  • Rekomendasi  
Mempertimbangkan sejumlah catatan di atas dan kondisi Papua yang lebih besar, kami merekomendasikan agar;
I. Presiden Republik Indonesia
  • Mengevaluasi sistem dan kinerja aparat keamanan di Papua
  • Segera membuat Peraturan Presiden untuk menunjukan tim dialog atau komunikasi dengan masyarakat Papua.
  • Memerintahkan Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan atas sejumlah kasus-kasus kekerasan di Papua, pada 2011-2012. Termasuk meminta LPSK untuk segera turun ke lokasi atau korban-korban kekerasan di Papua dengan tujuan memberikan perlindungan.
  • Memastikan Kapolri dan Panglima TNI tidak akan mengirim pasukan Papua
II. Dewan Perwakilan Rakyat
  • Segera membuat tim kerja untuk evaluasi kinerja pemerintah di Papua, dengan titik tekan pada soal keamanan dan penegakan hukum di Papua.
III. Kepala Polri
  • Segera melakukan penyelidikan atas kasus-kasus penembakan misterius secara profesional, seperti memeriksa peluru-peluru yang dipergunakan dalam penembakan misterius
  • Memastikan aparat polisi dilapangan (di Papua) untuk tidak melakukan tindakan dan pendekatan kekerasan.
  • Memastikan anggota-anggotanya untuk bisa diakses dan diperiksa oleh Komnas HAM, Ombudsmen dan Komnas Perempuan.
IV. Panglima TNI
  • Memastikan aparat TNI dilapangan (di Papua) untuk tidak melakukan tindakan dan pendekatan kekerasan.
  • Memastikan anggota-anggotanya untuk bisa diakses dan diperiksa oleh Komnas HAM, Ombudsmen dan Komnas Perempuan.
V. Komnas HAM, Ombudsman, LPSK, Komnas Perempuan dan KPAI
  • Secara bersama-sama segera membuat tim pemantauan kekerasan di Papua, setidak-tidaknya selama 6 bulan kedepan
  • Secara bersama-sama membuat tim investigasi atas berbagai kekerasan yang terjadi terutama pada 2011-2012.
  •  Demikian bahan ini kami sampaikan. Semoga menjadi perhatian semua pihak.
    Jakarta-Papua, 27 Juni 2012.
    KontraS, Fokker LSM Papua, NAPAS, KAMPAK, JAP-HAM Wamena, Tokoh Agama Papua, AJAR, JATAM, Imparsial, Elsam, YLBHI, LBH Jakarta, Solidaritas Kemanusiaan untuk Papua di Jakarta. 

    Pengakuan Lambertus Peukikir Atas Penembakan di Keerom, Papua

    Lambert Perikir
    VB--(Senin, 2/7) - Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengaku bertanggungjawab terhadap penembakan iring-iringan mobil TNI yang ditumpangi Komandan Batalyon (Danyon) 431 Kostrad, Letkol (Inf) Indarto.
     
    “Betul kami yang menembak, itu pasukan saya dari OPM,” kata Panglima TPN-OPM Lambertus Peukikir kepada detikcom, Senin (2/7/2012).

    Namun, Lambertus membantah pihaknya Tidak melakukan penembakan terhadap Jhon (sebelumnya Yohanes) Yanifrom.

    “Jhon itu anggota resmi TPN-OPM, dia juga kepala desa Sawyatami. Saat ini markas besar OPM berduka atas kabar tersebut,” tegas Lambertus.

    Lambertus mengatakan, dirinya terakhir bertemu dengan Jhon dua hari sebelum peringatan hari jadi Papua Barat. 
    “Kami akan mancari tahu dengan cara kami atas kematian Jhon,” terang Lambertus.

    Mahasiswa Minta TNI-Polri di Tarik Dari Papua

    Written By Voice Of Baptist Papua on June 26, 2012 | 9:10 PM


    Demo Mahasiswa
    SLEMAN- Setelah mendatangi Mapolda DIJ, kemarin (26/6), giliran rumah Wapres Boediono di Dusun Sawitsari, Condongcatur, Depok, didatangi puluhan mahasiswa asal Papua. Kehadiran sekelompok pemuda yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa PapuaYogyakarta (FKMPY) itu untuk menyampaikan aspirasi. "Kami ingin sampaikan bahwa rakyat Papua tertindas. Karena itu TNI dan Polri harus ditarik dari sana," ujar Koordinator Aksi  Leczhy Degy.

    Leczhy menilai pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono cenderung diam manakala hak-hak warga Papua dirampas oleh oknum yang ingin memanfaatkan situasi demi keuntungan sepihak. "Kami ke sini hanya untuk menemui Boediono,"lanjutnya.

    Dia mendesak pemerintah segera mengadili dan menindak tegas pihak yang ditengarai memicu konflik. Leczhy menuding pemerintah telah melakukan tindakan pembiaran atas konflik di Tanah Papua yang mengakibatkan korban rakyat sipil tewas dan luka. "Buktinya belum ada realisasi upaya pemerintah menyelesaikan konflik di Papua," tegasnya.

    Sekitar 30 menit mereka berorasi, wapres tak kunjung muncul. Pengunjuk rasa yang semula berkumpul di Terminal Condongcatur mulai berjalan sejauh sekitar 400 meter menuju rumah wapres. Itu tatkala wapres tiba di rumahnya. Mereka memaksa masuk rumah wapres yang dijaga ketat barikade polisi dan tentara.

    Aksi dorong mendorong pun tak terelakkan. Meskipun sempat menembus barikade terluar, mereka tak kuasa menembus barikade selanjutnya yang diperkuat aparat TNI.Usai berorasi mahasiswa
    membubarkan diri.(yog/din)

    Polisi Didesak Transparans dalam Penegakan Hukum di Papua

    Kontras ( Foto MataNews)
    Lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) meminta agar agar investigasi yang dilakukan aparat kepolisian terkait kasus kekerasan dan penembakan di Papua dilakukan secara transparan. Polisi juga diminta membongkar pelakunya yang berada di balik insiden tersebut.

    "Selama ini penembakan yang dilakukan aparat keamanan selalu diklaim sebagai penegakan hukum, tetapi tidak pernah dibuktikan. Seperti kasus penembakan Mako Tabuni yang diduga sebagai pelaku penembakan warga asing (Jerman)," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar, yang ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/6).

    Haris berharap Komnas HAM bisa menunjukkan keperpihakannya kepada warga Papua dan melakukan pemantauan beberapa titik kasus kekerasan yang kerap terjadi. Ia juga meminta agar ada evaluasi mengenai sistem keamanan di Papua.

    Pasalnya, jumlah aparat yang banyak justru tidak memberikan rasa aman kepada warga Papua. "Pemerintah harus membangun sistem keamanan di Papua agar kasus kekerasan dan kerusuhan yang seringkali terjadi di Papua tidak terulang kembali," kata Haris.

    Septer Manufandu: Pangdam dan Kapolda Harus Bertanggung jawab

    Written By Voice Of Baptist Papua on June 7, 2012 | 11:56 PM

    JAYAPURA Binpa—DPRP   dan  Gubernur    diminta   memanggil  Pangdam  XVII/Cenderawasih  Mayjen  TNI  Mohammad  Erfi Safitri dan Kapolda  Papua  Irjen Pol  Drs BL   Tobing   untuk  dimintai  pertanggungjawabannya sekaligus  menyurati Presiden  atas keadaan  di Tanah Papua , serta  rangkaian  kejadian  (penembakan) yang  tak  pernah terungkap.

    Demikian  disampaikan  Direktur  FOKER  LSM Papua   Drs   Septer Manufandu saat   pertemuan    Komisi  A  DPRP  bersama  elemen masyarakat  untuk menyikapi   rangkaian  aksi   penembakan  misterius   (Petrus)  yang   akhir  akhir  mendera   warga  Kota  Jayapura  khususnya  dan  Papua umumnya   di Ruang  Banggar  DPRP, Jayapura, Kamis  (7/6).

    Pertemuan  tersebut   dipimpin  Ketua   Komisi   A  DPRP  Ruben  Magay,  S.IP, Anggota Komisi  A  DPRP masing masing  Nasson  Utti, SE,  Yulius  Miagoni  dan Ina Kudiai  STh  diikuti   sekitar   30  orang   dari  kalangan LSM, mahasiswa, partai  politik, tokoh  perempuan,  tokoh agama,   termasuk  Kakanwil  Hukum  dan  HAM  Papua  Daniel Biantong   SH  dan  Ketua Umum  Komite  Nasional  Papua Barat   (KNPB) Buchtar  Tabuni.

    Pertemuan  itu  juga  awalnya    mengundang   Pangdam  XVII/Cenderawasih  Mayjen  TNI  Mohammad  Erfi Safitri dan Kapolda  Papua  Irjen Pol  Drs BL   Tobing,  tapi   keduanya  tak hadir  tanpa  pemberitahuan.
    Dia  mengutarakan  pertanggungjawaban  otoritas  keamanan di Papua   sekaligus   meminta  kebijakan  Presiden   untuk  memberikan  jaminan  keamanan  dan kenyamanan   khususnya  bagi  rakyat  Papua yang   terusik  lantaran   rangkaian  kejadian  yang  tak  pernah terungkap  selama  ini.

    Menurut  dia, kohesi  sosial   yang  selama  ini dibangun antar   budaya, antara  agamana  perlahan  berantakan sehingga  menyulut  konflik  sosial.  Karenanya,  kata dia,  semua  elemen masyarakat   membutuhkan adanya  sebuah dialog   internal  antar warga  Papua untuk  membangun kembali  kohesi  sosial  sekaligus   memutuskan  mata  rantai kekerasan yang terjadi  selama  ini.  
    “Hanya  dengan  cara  ini  kita  minimalisir konflik sosial  serta membuka  ruang dialog   bagi  kelompok kelompok yang berkonflik dengan  pemerintah,”  imbunya.

    Usul  yang disampaikan  Septer  Manufandu  mendapat dukungan  dari  Direktur  KIPRA  Markus  Kayoi  yang  mengatakan,  otoritas  sipil  harus kuat  untuk  meminta   pertanggungjawaban  TNI/Polri.  Pasalnya,   tugas  mereka adalah  menjamin keamanan  warga  setempat.
    “Jika  mereka   tak mampu menamin keamanan,  maka  rakyat berhak   untuk  minta pihak  lain   yang  juga  bekerja memberikan  keamanan dan keselamatan  bagi  manusia,”  tukasnya.
    Dikatakan, pihaknya juga menyoroti  prilaku  aparat kepolisian sepertinya  menyimpan  dendam terhadap  orang  Papua  sehingga  masyarakat  menilai    prilaku  aparat  yang  tak  mencerminkan kepribadian  polisi  yang  memiliki  tugas  memberikan keamanan.

    “Kita minta  polisi   yang  bertugas  disini  tak  dendam  dengan  orang Papua sehingga  polisi kembali  dicintai   rakyatnya,”  tukasnya.

    Direktur Aliasi Demokrasi  untuk Papua  (ALDP)  di  Jayapura Latifa  Anum Siregar, SH mengutarakan  kini  tak  ada  satu  wilayapun di  Tanah Papua yang  dapat  memberikan jaminan keamanan  bagi warganya.   Pasalnya, dimana  mana  ada  gangster  kelompok yang  dengan  seenaknya  melakukan  cara apapun  untuk membunuh  orang lain. 

    “Kami  minta   penataan kembali  lembaga keamanan untuk memberikan  jaminan keamanan  bagi  warga,”  tutur dia seraya menambahkan,   pihaknya meminta  seluruh  elemen  warga menjadwalkan   untuk  mengundang Kapolda  Papua dan Pangdam untuk mengclearkan situasi  kantibmas   yang  terjadi”.  

    Direktur  KONTRAS Papua  Olga  Hamadi mengatakan  rakyat Papua membutuhkan  pemimpin yang berani  mengungkap kasus penembakan  dan  kekerasan yang   terjadi  di Papua.  Bila  Kapolda  tak mampu mengungkapnya sebaiknya  diganti orang lain.  “Kami  tak butuh   statement  aparat kepolisian pelaku aksi  penembakan itu  Orang  Taka  Dikenal  (OTK) atau pelaku  diduga  memiliki  ciri ciri berkulit  hitam,  rambut kriting dan  brewok.  “Itu  statement   yang   kurang  bagus serta  menyulut  konflik di masyarakat,”  kata dia.  “Bila  disampaikan  pelakunya  OTK  kita  tak  pernah melihat  rakyat  sipil membawa senjata”.   

    Jaringan  HAM  untuk Perempuan  Papua Ida  Klasin mengatakan  kini  rakyat  Papua membutuhkan jaminan  keamanan.   “Kami menyatakan  sikap hari ini  Papua  tak  aman. Kita  butuh polisi  profesional bukan   polisi  yang  setiap  terjadi  penembakan  selalu  mengatakan  pelakunya  OTK,”  kata dia.

    Pertemuan itu   akhirnya  menyepakati  Selasa (12/6)  pukul  08.00  WIT mengundang  Gubernur, Kapolda  Papua, Pangdam   untuk  menyampaikan  pertangungjawaban terkait  rangkaian  aksi   Petrus di  Papua.

    Government urged to Handle Conflict Serious human rights in Papua

    Written By Voice Of Baptist Papua on June 3, 2012 | 8:43 PM

    Foto Ilustrasi
    The government must follow the legal process against a number of cases of human rights abuses in Papua
    Government asked to seriously address the conflict of Human Rights (HAM) in Papua.
     
    It was announced by the Institute for Policy Research and Advocacy (Elsam) in a press conference entitled "The Situation of Human Rights First quarterly 2012: Continue To Violate" in Cikini, Jakarta, today.
     
    Executive Director of Elsam, Indriaswati D Saptaningrum, said the government must follow the legal process against a number of cases of human rights abuses in Papua.
     
    "For example, human rights tribunal for Wasior and Wamena. This includes the release of political prisoners in Papua," Indri said.
     
    In addition to processing cases of human rights violations in Papua, which has been planned dialogue agenda of President Susilo Bambang Yudhoyono can be realized.
     
    No less important, Indri said police expected to give a sense of security to take precautionary action against violence and shootings are common in Papua.
     
    "Police have to mean it gives a sense of security to the community by taking action that can prevent violence and shootings that keep happening. In law enforcement operations, have due regard to human rights guarantees," Indri said

    GEREJA : PEMERINTAH INDONESIA DAN TNI/POLRI TERUS MENYUBURKAN ASPIRASI PAPUA MERDEKA

    Written By Voice Of Baptist Papua on May 3, 2012 | 10:03 PM

    Siaran Pers Forum Kerja Gereja Papua

    Pimpinan Gereja Papua
    Kekerasan negara yang terus dilakukan di Tanah Papua, baik; a) pembiaran/penyangkalan terhadap tuntutan pemenuhan   terhadap Hak Sosial,Ekonomi, dan Budaya. b) penembakan – penembakan dan penangkapan di luar prosedur hukum  yang di lakukan oleh TNI/Polisi Indonesia, terhadap Orang Asli Papua yang melakukan aksi damai, telah turut menyuburkan nasionalisme Papua.
    Berangkat dari fakta terhadap beberapa kasus berikut yang terjadi di Tanah Papua,terlihat pemerintah Indonesia dan TNI/Polri cenderung menyederhanakan masalah dengan stingma politik makar agar bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan, tetapi praktek demikian pada gilirannya “ 

    MERADIKALISASI”  tuntutan PAPUAMERDEKA.
    Kasus – kasus  berikut ini kami anggap, menghidupkan “TUNTUTAN PAPUA MERDEKA“:
    1. Pada tanggal 19 Oktober 2011, pasca Kongres Rakyat Papua III, telah terjadi penembakan dan penangkapan terhadap peserta Kongres Rakyat Papua III, yang hingga hari ini belum diselesaikan.
    2. Kekerasan di Paniai Pasca Operasi Militer di Markas TPN/OPM Eduda. Dimana sejak Operasi oleh TNI/Polisi ini berhasil, hingga hari ini,GerejaKingmi dan Katholik          di Paniai Telah mengeluarkan empat kali surat keprihatinan kepada Bupati Paniai. Hal ini  di akibatkan karena ,sejak Operasi di umumkan sejak Agustus 2011,sekitar 60 Warga Sipil Orang Asli Papua meninggal di tempat pengungsian. Kayu yang di tanam warga sebagai upaya Reboisasi di tebang oleh Brimob akibat ketakutan Brimob terhadap TPN/OPM dan Kedinginan.Pagar  – pagar warga di bongkar untuk kayu bakar oleh Brimob di Pos Penjagaan. Hasil kebun di curi oleh Brimob karena lapar,tempat mengambil air minum warga dimatamata air di jadikan WC tempat buang airbesar oleh Brimob.Hingga hari ini sebagian warga belum ke kebun hingga hari ini, Gereja di tutup, sekolah di hentikandan hinggahari ini Brimob masih melakukan Operasi – operasi di tempat tinggal wargadanmelakukan tembakan tembakan di malam,pagi dan di sore hari. Melihat kondisi umat yang demikian Gereja mengeluarkan keprihatinan terhadap keberadaan umat, dan akibatnya Kepolisian Paniai di bawah Pimpinan AKBP Danus Siregar yang baru di ganti dan di pindahkan ke Sorong memanggil Koordinator Gereja Kingmi Papua Pdt.Gerad Gobay dan Dekan Dekenat Gereja Katholik Paniai Marthen Kwayo,Pr pada hari ini tanggal 2 Mei 2012 ke Mapolres Madi.
    3. Kasus Puncak yang telah berlangsung 11 bulan sampai hari belum di selesaikan   oleh Pemerintah dimana sesuai laporan masyarakat 81 orang telah terbunuh akibat konflik Pilkada,namun hingga hari ini Pemerintah terkesan membiarkan kasus tersebut melebar dan berjatuhan korban. Konflik yang di awali dengan penembakan oleh Seorang Polisi ajudannya Pihak Elvis Tabuni bernama Yadi kepada Warga juga di biarkan tanpa Solusi oleh Pemerintah. Dampaknya warga semakin tidak percaya dengan keberadaan Indonesia di Papua, Apakah sebagai pelindung dan pengayom masyarakat dan membangun atau tidak. Hal serupa juga terjadi di Kabuten Tolikara, namun dalam penyelesaiannya hingga saat ini belum jelas siapa pelanggar hukum yang di tangkap dan di proses hukum.
    4. Pada tanggal 16 Desember 2011, dalam pertemuan dengan Pimpinan Gereja di Tanah Papua di Puri Cikeas Bogor,berjanji untuk menghentikan Operasi Militer di Paniai,namun janji ini tidak di tindak lanjuti.Kemudian dalam pertemuan yang sama Presiden SBY berjanji untuk menghentikan sementara UP4B namun kebijakan ini juga cenderung di paksakan.
    5. Tanggal 19 April 2012 Brigadir Edy Kurni Menembak seorang  warga bernama Yerry Wakum di Pangkalan Ojek Sorong kota, namun belum diselesaikan.
    6. Lalu di susul dengan insiden pada tanggal 2 Mei 2012 di Jayapura tepatnya di Makam Theys Eluay terjadi penangkapan terhadap 13 orang  Papua  dan di bawah ke Polres Kabupaten Jayapura. Hal ini terjadi saat ke 50 orang yang berada di lapangan Theys Eluay dengan cara damai menaikan Bendera Bintang Kejora sebagai upayaProtes mereka terhadap Kebijakan Negara dan Proses Aneksasi Papua kedalam Indonesia yang di nilai cacat Hukum. Sedangkan dari Merauke dilaporkan sekitar 5 orang yang membagi selembaran tentang keprihatinan dikejar oleh TNI/Polisi dan pada tanggal 1 Mei 2012. Terindikasi, pihak Polisi dan TNI melarang pengusaha untuk memberikan kendaraan truck peserta yang melakukan aksi damai di sana.
    Berdasarkan berbagai realita demikian dan tuntutan damai yang terjadi di seantero tanah Papua, seperti ;
    1. Pengibaran Bendera Bintang Kejora Di Timika Tanggal 1 Desember 2011  dalam suasana represi militer dan di depan Wakapolda Papua Drs. Paulus Waterpauw.
    2. Tanggal 20 April 2012 di Serui atau pada beberapa waktu lalu Orang Asli Papua di sana menaikan sekitar 50 bendera buah bintang kejora sebagai protes terhadap keberadaan Indonesia di Papua.
    3. Tanggal 13 April 2012 di Manokwari Mahasiswa UNIPA ( Universitas Negeri Papua) mengusir Bambang Darmono yaitu Ketua UP4B, Peserta dan Panitia yang mensosialisasikan kebijakan tersebut, serta beberapa kasus lainnya.
    Kami Mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera Menghentikan Kekerasan , dan membuka diri berdialog dengan Rakyat Papua dengan melibatkan pihak ke tiga yang lebih netral sambil mempraktekan thema “ DAMAI DAN KASIH ITU INDAH “ yang di pasang di kompleks dan gedung – gedung TNI/Polri
     
     FORUM KERJA GEREJA PAPUA 
     
    Pdt. Dr.Benny Giay (Ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua) 
    Pdt.Socratez Sofyan Yoman,MA. (Ketua Umum Persekutuan Gereja – gereja Baptis di Tanah Papua)
    Pdt.Jemima J Krey   (Wakil Ketua Sinode  Gereja Kristen Injili di Tanah Papua)
     
     

    Twitt VBPapua

     
    Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
    Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger