SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , » Komnas HAM Papua Sesali Penahanan Perawat

Komnas HAM Papua Sesali Penahanan Perawat

Written By Voice Of Baptist Papua on March 23, 2011 | 7:18 PM


Matius Murib (Dok. Jubi)
JUBI ---Komisi Nasional Hak Asasi Manusia perwakilan Papua di Jayapura menyesali penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dari Polda Papua. Tindakan tersebut dilakukan tanpa koordinasi.

“Sudah ada pengaduan resmi dari koordinator demo dari perawat itu ke Komnas HAM. Kemudian, tanpa sepengetahuan Komnas, yang bersangkutan sudah ditahan Polisi. Tidak ada koordinasi dari Polisi dengan kami soal penahanan itu,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua di Jayapura, Matius Murib saat dikonfirmasi JUBI, Rabu (23/3) malam.

Seharusnya, lanjut Murib, sebelum Polisi bertindak, harus berkoordinasi dengan Komnas, lantaran korban sudah melapor. Namun yang terjadi tidak demikian. Penangkapan dan penahanan langsung diketahui atas insiatif polisi. Murib menilai, tindakan itu gegabah dan ceroboh. “Polisi jangan asal main tangkap saja tanpa koordinasi,” ujarnya.Kata dia, menurut aturan, warga negara yang sudah mengadukan masalahnya ke Komnas, berhak mendapat perlindungan hukum. “Kalau sudah ada laporan ke Komnas maka orang yang bersangkutan berhak mendapat perlindungan hukum. Dia juga sudah  diawasi dan dikontrol,” tandasnya.

Penggiat HAM ini mengungkapkan, dari pengaduan itu, pihaknya sementara melakukan pemantauan dan pengontrolan terhadap si korban. Namun, entah mengapa, tiba-tiba korban bersama empat rekannya diborgol Polisi kemudian diproses lalu ditetapkan sebagai tersangka. “Tindakan ini sungguh tidak masuk akal,” cetusnya.

Menurut dia, persoalan itu bisa diselesaikan melalui cara lain. Misalnya, dibawa ke sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).  “Bagi saya, tindakan ini diluar batas kewajaran. Tidak semua masalah diselesaikan di Polisi. Ada jalur lain yang bisa ditempuh untuk selesaikan sebuah masalah,” paparnya.

Fungsi Mediasi
Dikatakan Murib, sebenarnya pihaknya hendak melakukan fungsi mediasi. Namun, pihak yang diajukan belum mempercayakan Komnas HAM untuk memediasi masalah tersebut. Proses mediasi dapat berjalan apabila kedua belah pihak yang bertikai mempercayakan Komnas untuk melakukan fungsi mediasi.

Murib menjelaskan, perawat sebagai korban sudah mengajukan pengaduan  untuk dimediasi. Namun, pihak yang diajukan yakni Gubernur dan Manajemen Rumah Sakit hingga kini tak menyampaikan pengaduannya sekaligus  mempercayakan Komnas untuk melakukan fungsi mediasi.

“Proses mediasi bisa jalan, apabila kedua pihak yang bermasalah mempercayakan Komnas HAM. Mediasi tidak bisa jalan berdasarkan pengaduan dari satu pihak,” imbuhnya.  Meski demikian, kata Murib, Komnas tidak lepas tangan. Mereka tengah berupaya menyurati Kapolda Papua untuk memintah penangguhan penahanan sekalgus klarifikasi atas penahanan lima perawat tersebut.

Penangguhan didasarkan atas pertimbangan kemanusiaan. “Lima perawat itu, dua diantaranya, anaknya masih kecil. Perhatian dan perawatan sang ibu perlu diberikan. Demikian juga dengan yang lainnya. Sisi kemanusian ini kami sudah kami jelaskan dalam surat penangguhan yang kami ajukan ke Polisi,” ungkapnya.

Tak hanya surat penangguhan, Komnas juga tengah berupaya menemui Kapolda. Di pertemuan itu, Kapolda menyarankan, Komnas menemui penyidik dan Direskrim Polda Papua, Kombes Polisi Pitrus Waine.  Komnas sudah meminta klarifikasi atas proses penangkapan, pemeriksaan hingga penahanan para perawat dari Direskrim Polda Papua. Jawaban yang diperoleh dari Reskrim, lima perawat itu diperiksa lalu ditahan lantaran tak melakukan pelayanan kesehatan dengan baik. Mereka terus demo menuntut insentif dibayarkan.

Akibatnya, sejumlah pasien terlantar. Bahkan, beberapa pasien meninggal. “Ini alasan yang kami dapat dari Polisi. Dalam pertemuan yang itu juga, kami juga sudah minta Polisi mempertimbangkan penahanan itu dari sisi kemanusiaan. Tapi, sampai saat sekarang polisi belum respon surat  permohonan yang diajukan. Hasil pertemuan dengan Direskrim juga belum dijawab,”  imbuhnya.

Seperti diketahui bersama, sebanyak delapan perawat telah didata Polisi untuk diperiksa. Lima diantaranya, sudah dimintai keterangan dan ditetapkan sebagai tersangka. Tiga diantaranya masih menjalani pemeriksaan.

Delapan perawat yang dinyatakan bermasalah oleh Polisi yaitu Leni Ebe, Popi Mauri, Lativa Rumkabu, Stefi Siahaya, Yolanda Inauri, MenaiAronggear, dan Delila Ataruri. Para korps seragam putih itu dituding tersandung  Pasal 335 ayat (1) dan 160 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penghasutan. (Musa Abubar)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger