Demi Keadilan dan Perdamaian
JAYAPURA- Pendeta Socratez Sofyan Yoman mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak perlu mengeluarkan dana yang cukup besar untuk mengirim pasukan TNI dan POLRI ke Tanah Papua untuk mempertahankan Papua ke dalam wilayah Indonesia. Dana-dana besar yang membiayai aparat keamanan dan membeli perlengkapan keamanan itu sebaiknya membangun rakyat Indonesia yang sangat miskin dan pengemis yang tidur di bawah kolong jembatan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung. Karena, persoalan Papua adalah persoalan masyarakat Internasional dan persoalan Gereja-gereja yang bertaraf internasional pula. Dikatakan, komunitas masyarakat internasional yang peduli dengan kemanusiaan sudah mengerti akar permasalahan Papua yang sebenarnya. Penderitaan penduduk asli Papua telah mendapat tempat di hati solidaritas masyarakat Internasional. Persoalan Papua menjadi persoalan mereka. “Orang-orang seperti Eni Faleomavaega (Amerika), Donald Payne (Amerika), Andrew Smith (Inggris), Lord Harries (Inggris), Lucas Caroline (Inggris), John Miller (Amerika), Keith Lock (Selandia Baru), Uskup Desmon Tutu,
ratusan bahkan ribuan orang-orang kulit putih telah menjadi teman-teman rakyat Papua. Orang-orang yang disebutkan nama ini mendukung penuh International Parliamentarian for West Papua (IPWP), dan International Lawyers for West Papua (ILWP). Andrew Smith dan Lord Harries di Inggris adalah teman-teman dekat saya. Kami selalu berbicara masalah kemanusiaan, keadialan, hak asasi manusia dan kedamaian dn penentuan nasib sendiri rakyat dan bangsa Papua Barat. Saya selalu jujur dan terbuka dengan mereka tentang apa yang diperjuangkan oleh penduduk asli Papua. Saya menempatkan diri sebagai seorang gembala, imam dan pemimpin yang menjadi penyambung lidah umat Tuhan. Menjadi teman warga Gereja dalam kesulitan dan penderitaan mereka,”jelas Socratez dalam pressreleasenya yang diterima Bintang Papua, semalam..Ditambahkan, dalam releasenya,” pada tahun 2005, saya pernah menyampaikan ceramah di Gedung Gerejanya Uskup Richard Harries di Oxford (sekarang: Lord Harries di Parlemen Inggris) pada waktu Lord Harries menjadi Uskup Gereja Anglikan di Oxford. Kami berdua selalu berbicara masalah rakyat Papua dari pendekatan iman Kristiani. Jangan heran, kalau Lord Harries telah menjadi juru bicara rakyat Papua di Parlemen Inggris,” tambahnya.
Diceritrakan, ada seorang teman Menteri di Inggris pernah mengatakan kepada saya di depan Andrew Smith, waktu saya di London: “ Socratez, dari ruangan ini, Pemerintah British memutuskan kemerdekaan rakyat India. Sampaikan kepada rakyat Papua bahwa mereka tidak sendirian dalam memperjuangkan keadilan. Ada waktu mata hari akan terbit untuk penduduk asli Papua.” Setelah kami keluar dari ruangan, saya, menyerahkan baju batik Papua kepada Andrew Smith dan saya berpesan: “Andrew, ini titipan dari rakyat Papua untuk Anda.
Diungkapkan, “Ibu Dr. Lucas Caroline, MP Andrew Smith, Lord Harries pernah berpesan untuk rakyat Papua: “ Socratez, sampaikan kepada rakyat Papua, mereka tidak sendirian dalam memperjuangkan keadilan, perdamaian, hak asasi manusia dan penentuan nasib sendiri. Kami tetapi bersama-sama dengan mereka. Salam hangat kami kepada rakyat Papua. Mereka tetap dan terus berjuang demi harga diri, kehormatan dan masa depan mereka.
Pada tahun 2005, saya menghadiri Kongres Gereja Baptis se-Dunia di Birmingham, yang dihadiri dari 102 Negara perwakilan Gereja Baptis. Dalam forum terhormat dan berkelas ini, teman-teman dari Panitia membuat jadwal dan saya berbicara dua hari berturut-turut dan mantan Presiden Jimmy Carter juga menjadi salah satu pembicara dalam forum ini. Dalam forum rohani yang terhormat itu, saya menggambarkan betapa sulitnya dan penderitaan penduduk asli Papua pada umumnya dan warga Baptis di Tanah Papua.
Pada bulan Februari, 2009, saya mengadakan pertemuan dengan Adrew Smith dan Lord Harries di gedung Parlemen Inggris di London. Saya menggambarkan situasi perkembangan di Tanah Papua dalam era Otonomi Khusus. Pada saat itu, Lord Harries memuji pekerjaan Benny Wenda di Inggris. Benny Wenda tidak saja mendekati anggota Parlemen, tetapi bertemu dengan akademisi, LSM, Gereja-gereja, mahasiswa, para pakar hukum, dan berbagai kalangan bahkan Pemerintah. Benny membangun solidaritas dengan berbagai kalangan dan Benny mendapat dukungan dari akar rumput, kalangan menengah sampai ke tingkat elit di Inggris.
Pada kunjungan tahun 2009, saya mengadakan pertemuan dengan hampir 53 Uskup Gereja Anglikan dari 53 Negara, dan salah satunya adalah Uskup dari Negara Tetangga PNG. Saya menggambarkan situasi kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua. Mereka menyatakan keprihatinan. Gereja Anglikan adalah Gereja Negara, jadi pertemuan itu, saya anggap berharga dan bernilai sejarah tersendiri. Ini hanya sebagian kecil yang kami kerjakan sebagai Gereja Tuhan dalam taraf internasional demi keadilan dan perdamaian bagi rakyat Papua. Persoalan rakyat Papua telah ada di hati Gereja-gereja di seluruh dunia.(*/don/l03)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here