Merilis historis West papua
Referendum atau PEPERA 1969 telah dilaksanakan di papua sesuai dengan sisten tradisi jawa (Musyawarah), padahal dalam perjanjian new York 15 agustus 1962 sangat jelas bahwa harus dilakukan dengan cara one man one vote, namun tidak terjadi dan di abaikan perjanjian ini oleh pemerintah otoriter Indonesia dengan alasan orang papua sangat Primitif, namun dua tahun kemudian orang-orang Papua dianggap cukup maju untuk berpartisipasi dalam pemilu di Indonesia pada tahun 1971. (Webster 2002).
Hasil Pepera ini menjadi kontroversi di tingkat lembaga dunia seperti, Institut Internasional untuk Penentuan Nasib Sendiri (IISD), LSM dan pelaku sejarah orang papua (Rutherford). Bahkan Dr. Fernando Ortiz Sanz, utusan khusus PBB untuk mengawasi pepera telah melaporkan pada sidang Umum PBB bahwa, Mayoritas Orang Papua menunjukan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara papua barat (UN dok.Annex I.A/7723, Paragraph 243,P47) (S.yoman 2011).
Status Otsus dan Kondisi Rill
Di papua berlaku undang-undang otonomi No. 21 tahun 2001 (Otsus)sebagai solusi atas gejolak politic atau kompromi politic oleh pemerintah pusat kepada rakyat papua atas tuntutan Merdeka (alias lepas dari NKRI) dengan masa kontrak 25 tahun dari tahun 2001, telah berjalan kurang lebih 10 tahun, namun tidak membawa perubahan yang berarti bagi rakyat papua walapun di berikan dana begitu besar 30 triliun rupiah pertahun dari Provinsi lain di indonesia.
Konsistensi pemerintah atas pelaksanaan Otsus perlu di pertanyakan, dan eksitensi Otsus juga di ragukan, kondisi rill memang jauh dari harapan, banyak kelalaian dan inkonstitusi dalam penerapan, contoh nyata seperti pemekaran Provinsi irian jaya barat (papua barat) sangat bertentangan dengan UU no. 21 tahun 2001, Pemekaran kabupaten tidak sesuai dengan syarat dan standar pemekaran wilayah, MRP terbentuk setelah lima tahun berjalan, di dua bulan terakhir Majelis Rakyat Papua (MRP) menjadi 2 yaitu MRP dan MRPB, Korupsi dimana-mana, dan banyak melahirkan raja-raja kecil di papua atas Uang otsus papua, yang seharusnya peruntukan bagi orang papua, dominasi segala sector, diskrimasi dan pelangaran Ham terus berlanjut dan tidak ada satu kasus Ham yang berhasil terselesaikan.
Gejolak politik dan Kasus kekerasan bulan agutus 2011
Di saat yang sama banyak kasus kekerasan yang menimpa rakyat papua baik di sipil maupun TNI/Polri. Yaitu 15 warga sipil, 9 anggota pasukan keamanan menjadi korban insiden penembakan, dan 22 warga sipil di puncak jaya, 4 warga di nafri dan banyak kasus di sebelumnya, OPM Bakar Bendera Merah Putih di Puncak Jaya
Namun semua kekerasan dan kasus di papua tidak ada pelaku yang terungkap terkesan jalan ditempat tapi banyak berangapan bahwa para aparat yang bertanggung jawab atas semua kasus, juga di baling semua rekayasa dan di alamatkan pada BIN/Kopassus dll seperti di lansir media OPM menyataka Tidak bertanggung jawab lansir kompas
2 agustus 2011 seluruh rakyat papua turun jalan dan menuntut Referendum di papua, aksi demontrasi danmai terjadi serentak di seluruh kabupaten/kota di papua dan papua barat yang di motori oleh Buchtar Tabuni (Tapol) dalam organisai Komite nasional Papua barat (KNPB). Yang bertepatan dengan agenda KTT ILWP yang telah melolokan 3 resolusi seperti di laporkan radioNenderlan dan salah satunya rakyat papua punya hak untuk menentuka nasib sendiri yang telah di laporkan seperti media the new York times
Beragam argumentasi muncul atas semua kasus ini, seperti Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro Ungkapkan Kemungkinan Keterlibatan Asing dalam Separatisme Papua Detik.com
Dan jakarta di minta Ajukan Nota Protes ke Inggris Soal Papua surabay.net
Otsus belum berjalan baik wacana Pemekaran Provinsi Papua tengah telah muncul dan sedang di setujuli oleh pemerintah pusat yang katanya sebagai solusi atas tuntutan rakyat papua jpnn.com
AM Faehir dari Kementerian Luar Negeri dalam seminar sehari bertajuk Penguatan Pelaksanaan Otonomi Khusus dan Konsolidasi Pembangunan Papua Kedepan mengatakan bahwa Tidak ada satu negara pun di dunia yang mempermasalahkan integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti kompas.com/news
Namun Ada satu hal yang harus di ingat pemerintah jakarta bahwa Keberhasilan pembangunan dan protecsi masyarakat asli papua dalam era otsus akan menjadi nilai tawar dan harga jual bagi pemerintah Jakarta kepada tekanan komunitas internasional.
Coba kita lihat dari semua kasus dan kekerasan di papua tidak ada ujung penyelesaiannya, semua tidak tahu siapa actor dan pelakunya, sampai hari ini memang misteri dan rahasia. Orang berangapan bahwa para penegak hukum segaja di biarkan atau di lingdunggi pelaku kejahatan. Jika aparat dan pemerintah (Negara) tidak melindunggi rakyatnya maka pertanyaannya, Siapa? yang harus bertanggung jawab atas semua kasus kekerasan di papua dan papua barat, Para pelaku pelangar ham pun di berikan Hukuman yang ringan seperti kasus pembunuhan sadis pendeta Gire di puncak jaya, padahal institusi Negara telah mengatur bahwa Negara berkewajiban melingdinggi rakyatnya dalam penyelegaraan suatu Negara.
19 Dokumen Rahasia Kopasus Indonesia telah bocor di tangan Media Internasional
Dalam dokumen ini, data Kopassus mencatat kekuatan gerilyawan OPM terdiri dari 1.129 gerilyawan, dengan 131 pucuk senjata.
Dokumen Rahasia Kopasus sebelumnya juga bocor di tangan pihak asing, Jurnalis dari amerika allan Nairm sebelumnya Judul Secret Files Show Kopassus, Indonesia's Special Forces, Targets Papuan Churches, Civilians. Documents Leak from Notorious US-Backed Unit as Obama Lands in Indonesia.
Yang menyebutkan target Kopasus atas semua aktivis dan pimpinan Gereja di papua barat.
Dalam dunia Politic tidak ada Harga Mati
Ketika Otsus tidak berjalan dan tidak konsisten maka saya jakin tidak ada harga mati dalam dinamika politis di suatau bangsa, pasti akan terjadi tawaran opsi atau perundingan, dalam hal ini papua bisa saja terjadi referendum, jika terjadi referendum maka papua kemungkina besar bisa terjadi seperti timor leste dan berdiri sebagai satu Negara merdeka yang berdaulat.
Kita simak dan belum lupa dari kasus pemisahan seperti di Sudan di wilayah Afrika, Kosovo di Eropa Timur, dan Tibet di kawasan Asia. Di Asia, perjuangan untuk penentuan nasib sendiri di wilayah Papua Indonesia adalah kasus nyata dan tunggu bom waktu.
Dari analisa ini semua kasus kekerasan, pelaksanaan otsus yang tidak maksimal dan inkontitusional, diskrimnasi dan pembunuhan, pembantaian dimana-mana, penembakan antara aparat VS OPM tidak kunjung selesai, tuntutan referendum atau pemisahan diri dari NKRI telah memunjak dan banyak kasus lainya ini terjadi semua atas ulah kesalahan pemerintah pusat sehingga dari akhir penulisan ini saya katakana, Pemerinatah Harus Bertanggung jawab atas semua kasus di papua dan papua barat.
By, Turius Wenda,
Staf Litbag Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua
(PGBP)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here