Pdt. Dr. SAE. Nababan (foto bosak) |
JUBI--- Presiden Dewan Gereja se Dunia (GDD), Pdt. Dr. SAE. Nababan mengatakan DGD sejak awal terus mengikuti perkembangan di tanah Papua. Bahkan dia mengakui tiga minggu lalu, komite eksekutif DGD telah mengeluarkan statemen tentang masalah Papua untuk di angkat dalam agenda internasional.
“Bahwa aspirasi masyarakat Papua untuk tentukan nasib sendiri telah diungkap secara bertahun-tahun. Dalam statemen komite eksekutif DGD itu juga menyebutkan PBB untuk segera campur tangan terhadap masalah Papua untuk mengawasi referendum. Situasi di Tanah Papua yang memburuk karena peningkatan kekerasan dimana terjadi penggunaan kekuatan secara brutal.”tutur Nababan saat pertemuan dengan tokoh agama dan masyarakat di Gereja Paulus Dok V, Jumat(2/3).Nababan menambahkan kalau statemen itu telah disebarkan ke seluruh dunia, bahkan sampai juga ke Indonesia.
Sementara itu Moderator Presidium Dewan Papua (PDP), Pdt. Herman Awom berharap agar Dewan Gereja Sedunia (DGD) harus membuka kembali file-file tentang perjuangan Papua yang pernah diangkat untuk dibicarakan dalam agenda internasional.
“Selama ini di Papua terjadi pembiaran dan umat di tanah Papua menjadi bingung.Pasalnya gereja sebagai tempat umat percaya menjadi ambivalen untuk politik Jakarta,”tutur Awom.
Pdt. Herman Awom yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Sinode GKI Di Tanah Papua menegaskan hal itu dihadapan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Dr. Andreas Yawanggoe dan Presiden Dewan Gereja Sedunia (DGD), Pdt. Dr. SAE. Nababan yang sengaja hadir di Papua untuk membangun persepsi bersama, karena ada kecenderungan ada upaya untuk mempolarisasi Gereja-Gereja di Tanah Papua.
“Saya minta Pak Nababan sebagai Presiden Dewan Gereja se Dunia untuk membantu kami membuka kembali file-file GKI tentang perjuangan Papua. Periksa secara baik, kami punya surat-surat GKI ke Dewan Gereja se Dunia,” ungkap Pdt. Awom.
Menurut Pdt. Awom, Gereja sebagai tempat umat percaya menjadi ambivalen untuk politik Jakarta. Itu sebabnya dia berharap kepada PGI dan DGD untuk bagaimana bertemu dengan Presiden Republik Indonesia dan pihak terkait untuk meluruskan dan sekaligus mengklarifikasi bahwa ada upaya sistematis yang dilakukan oleh alat keamanan untuk mempolarisasi gereja-gereja di tanah Papua.
Karena fakta beberapa waktu lalu, ada sejumlah pendeta-pendeta yang mengatasnamakan dari gereja di Papua menghadap Presiden Republik Indonesia (RI), namun kenyataannya mereka dinilai Awom dan forum pertemuan di Gereja Paulus Dok V menolak kehadiran mereka dan tidak representative mewakili gereja-gereja di Papua.
Ketua Umum Persekutian Gereja di Indonesia(PGI), Pdt. Dr. Andreas Yawanggoe mengaku bahwa perkunjungn mereka ke Papua adalah kunjungan pastoral di mana juga pasti punya dampak politik.
“Kami PGI melihat dua pertemuan oleh pihak gereja-gereja di Papua dengan Presiden beberapa waktu lalu, bahwa dua pertemuan itu tidak sejalan. Persepsi awal kami dua kali pertemuan itu, tidak sejiwa,” evaluasi Yawanggoe. Namun demikian, Yawanggoe mengakui bahwa berbicara masalah Papua, sudah menjadi masalah Internasional. (Jubi/Roberth Wanggai)
Memberikan kpd Kaisar apa yg memiliknya dan memberikan kpd TME apa yg memilkNya...
ReplyDeletejangan terus membunuh anak Tuhan di negeri ini, biarlah kami menata diri kami sesuai apa yang kami pikir, karena semua yang ada di atas tanah ini adalah milik kami,bukan milik kepunyaan mu..........!
ReplyDeleteIndonesia adalah eks Hindia Belanda.
ReplyDelete