Opini by Turius wenda
Turius wenda |
Papua menjadi daerah konflik dan kontroversial
dari tahun 1969 sejak jejak pendapat (Pepera), Hasil Penentuan pendapat rakyat
(pepera) menjadi kontrovesi internasioanal, ini di lihat dari proses
pemilihannya sangat tidak demokratis atau di bawah pengawasan militer indonesia
yang memaksakan para yang terlibat untuk bergabung dengan indonesia di bawah
mocong senjata.
Perdebatan tentang sejarah PEPERA 1969
dilanjutkan karena peristiwa rekayasa PEPERA ini merupakan akar masalah
Papua yang sebenarnya dan
dipermasalahkan oleh seluruh rakyat Papua sampai hari ini.
Banyak
Korban Jiwa Rakyat Papua tidak dapat di hitung jumlahnya
Banyaknya jatuh korban jiwa rakyat
papua tidak dapat di hitung dan tidak di data oleh para pihak, karena daerah
papua sangat tertutup bagi pekerja kemanusiaan dan wartawan asing. Tertutup
bagi media asing telah berlansung cukup lama hampir 50 tahun dari tahun 1961.
Realita konflik papua terjadi berbagai dimensi sosial adalah, kekerasan
aparat TNI/Polri dengan stikma separatis, OPM, Makar, gerakan kacau keamana
(GPK), Teror, Intimindasi dan banyak lainya, yaitu, dominasi ekonomi, ilegal
loging, dominasi hak politik, diskriminasi, intimindasi, teror, penyebaran
Hiv/AIDS, transmigrasi tak terkontrol, Penyebaran agama mayoritas terhadapa
kaum minoritas dan banyak lainnya yang mengarah pada pemusnahan etnis
(genosida), namun tidak di ketahui oleh dunia karena tertutup akses untuk umum
termasuk palang merah.
Hal ini berlangsung cukup lama dan ras
malanesia yang ada di papua barat hanya tersisa 40 persen dari populasi orang
asli papua.
Walaupun orang papua berada pada kekajaman sistematis NKRI,
tetapi perjuangan orang papua atas penentuan nasib sendiri tidak pernah
berhenti dari generasi ke negerasi sejak tahun 1969.
Lahirnya
UU Otsus No. 21 tahun 2001
Bergulirnya UU Otsus No. 21 tahun
2001, dimulai dari era reformasi tahun 1998, pasca tumbangnya
Presiden otoriter dan berwatak militeristik, alm. Soeharto dari kekuasaannya,
melalui demonstrasi besar-besaran yang digalang oleh seluruh komponen mahasiswa
Indonesia merupakan terbukanya saluran demokrasi dan kebebasan bagi rakyat
Indonesia.
Ruang demokrasi dan kebebasan ini
menjadi peluang dan kesempatan berharga bagi seluruh rakyat Indonesia untuk
menyatakan pendapat dan pikirannya dengan bebas dan teratur. Khususnya, rakyat Papua yang sudah lama
berada dibawah kontrol Daerah Operasi Militer (DOM) yang kejam dan jahat itu
mendapat angin segar dan tidak disia-siakan kesempatan dan kebebasan ini.
Rakyat Papua dari Sorong-Merauke bangkit dan
berdiri untuk menyatakan perlawanan (resistensi) dengan cara-cara elegan dan bermartabat
seperti: demonstrasi besar-besaran di seluruh Tanah Papua yang diiringi dengan pengibaran bendera kebangsaan
rakyat dan bangsa Papua Barat, Bintang Pagi (Morning Star). Tujuannya ialah untuk berdiri sendiri
sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat di atas Tanah dan Negeri
leluhur orang Papua.
Selain demonstrasi dan pengibaran
bendera Bintang Pagi, ada pula peristiwa penting dan bersejarah adalah
pertemuan Tim 100 duta-duta rakyat Papua dengan
Presiden RI, Prof. Dr. B.J. Habibie pada 26 Februari 1999. Apa yang
disampaikan oleh Tim 100 dari Papua adalah: “ Bahwa permasalahan mendasar yang
menimbulkan ketidak-stabilan politik dan keamanan di Papua Barat (Irian Jaya)
sejak 1963 sampai sekarang ini, bukanlah semata-mata karena kegagalan
pembangunan, melainkan status politik Papua Barat yang pada 1 Desember 1961
dinyatakan sebagai sebuah Negara merdeka di antara bangsa-bangsa lain di muka
bumi. Pernyataan tersebut menjadi alternatif terbaik bagi sebuah harapan dan
cita-cita masa depan bangsa Papua Barat,namun telah dianeksasi oleh Negara
Republik Indonesia.”
UU No. 21 Tahun 2001 adalah hasil negosiasi, kompromi dan
keputusan politik antara Pemerintah Indonesia dan para elit politik papua (tim
100) , ketika rakyat Papua mempersoalkan status politik dan sejarah
diintegrasikan atau sejarah aneksasi Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui
rekayasa PEPERA 1969 yang saya sebut:
“sejarah palsu dan cacat hukum”
itu. Dan juga lihat seperti yang telah
dikutip pernyataan tanggal 26 Februari 1999.
Tetapi
Perjuangan Kemerdekaan Papua terus berlanjut
Hal ini terbukti dengan generasi muda
papua hapir setiap saat menuntut referendum atau kemerdekaan penuh dari
indonesia. Para diplomasi OPM tidak pernah diam, terus melobi dan berjuang di
luar negeri, ini terbukti banyak dukungan negara – negara melalui berbagia
even.
Pada hari Selasa 28 Februari Australia-Pasifik
Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) diluncurkan di Gedung Parlemen,
yang diselenggarakan oleh Partai Hijau dan dihadiri oleh beberapa anggota
parlemen Australia, Vanuatu, Newzelan, PNG dengan tujuan untuk mendukung hak
penentuan nesib sendiri papuan barat.
Senator Partai Hijau Australia Richard Di Natale
mengatakan pihaknya mengajak menteri-menteri dan seluruh anggota parlement di
Australia dan seluruh Pasifik untuk ikut bergabung dalam forum yang IPWP tersebut. "Kami ingin lebih banyak orang
ikut bergabung dan berikrar bahwa rakyat Papua Barat berhak untuk menentukan
nasib sendiri (merdeka).
Sekalipun jakarta melalui anggota DPR
dan pemerintah melakukan protes terhadap anggota parlemen di australia, namun
para politisi australia berhasil membentuk forum IPWP regional australia –
pasifik.
Forum IPWP adalah kelanjutan dari daerah
eropa yang beberapa tahun lalu berhasil terbentuk di london IPWP dan ILWP bagi
rakyat papua sebagai lembaga politik dan lembaga hukum internasional.
Irama ini sulit terbendung, indonesia
menanggap tidak signifikan namun jejak ini tejadi seperti timor timur dulu yang
akhirnya terjadi referendum (merdeka).
Kasus dan konflik pelanggaran ham di
papua paling di dominasi oleh aparat TNI dan Polri serta pemerintah dan hal ini
menjadi sorotan dunia. Para LSM dunia mendesak harus ada penyelidikan
indenpenden di papua, tatapi pemerintah tetap melarang bagi pekerja kemanusiaan
dan media asing untuk masuk ke papua.
Sekalipun jakarta menganggap papua
sudah final tetapi dengan dinamika dan realita politik tetang papua maka
kemungkinan besar papua akan lepas dari indonesia hanya tunggu waktu.
Penulis
Staf Litbag Badan Pelayan Pusat
Persekutuan Gereja – gereja Baptis Papua (BPP-PGBP)
trmakasih wa.. atas opininya... telah menambah bekal saya... MERDEKA
ReplyDelete