Photo ilustrasi |
Dalam dua minggu terakhir, tokoh agama Pendeta
Benny Giay and Pendeta Esmond Walilo serta aktivis LSM Septer Manufandu,
Sekretaris Umum Foker LSM Papua dan Theo Hasegem, JAPHAM Wamena dengan
didampingi oleh KontraS dan NAPAS berada di Jakarta untuk melakukan
serangkaian pertemuan dengan Pemerintah, DPR dan institusi Negara
lainnya terkait dengan situasi darurat kemanusiaan di Papua.
Sepanjang Januari-Juni 2012, telah terjadi 34 peristiwa kekerasan yang mengakibatkan 17 orang meninggal dunia dan 29 orang luka-luka. Peristiwa terakhir, 1 orang warga sipil saat terjadi kontak senjata di Keroom, 1 Juli 2012. Serangkaian peristiwa yang terjadi adalah upaya menjauhkan cita akan damai, kesejahteraan dan keadilan bagi orang Papua.
Delegasi ini bertemu dengan Kaukus Papua, Komisi I DPR RI, Komnas HAM, Komisi Ombudsman, Dewan Pertimbangan Presiden dan Kementrian Politik Hukum dan HAM.
Respon positif diterima dari para institusi negara ini. Komisi I DPR RI akan membuat Panja Papua untuk mendalami dan memantau perkembangan keamanan di Papua. Panja juga akan memanggil para pihak terkait untuk memastikan pemulihan situasi keamanan di Papua. Sementara itu Komnas HAM akan terus melakukan pemantauan terhadap situasi HAM di Papua serta membangun kerjasama untuk memulihkan jaminan keamanan bagi warga Papua dengan bekerjasama dengan pihak Polri dan TNI. Di sisi lain, Komisi Ombudsman akan menyediakan diri untuk membuat kajian mendalam terhadap kebijakan pemerintah di Papua dan akan memastikan efektivitas fungsinya untuk mengawasi kinerja pemerintah di Papua. Watimpres menegaskan komitmen Presiden untuk membangun dialog damai dengan membuka masukan dari masyarakat termasuk delegasi langsung dari Papua.
Dari pertemuan-pertemuan tersebut, tampak masing-masing institusi masih bekerja dalam fungsinya sendiri yang belum terintegrasi di bawah konsep yang jelas berkenaan dengan rencana damai yang selama ini diusung. Lebih khusus, Presiden belum juga membentuk kebijakan yang menyeluruh untuk membangun dialog damai di Papua, sebagaimana dimandatkan kepada Wakil Presiden. Kami mengkhawatirkan tertundanya proses ini menjadi upaya yang justru dapat memboikot rencana damai di Papua.
Kami meminta institusi negara yang dimaksud untuk dapat menjalankan komitmen ini dengan memastikan efektivitas implementasi nyata di Papua. Evaluasi terhadap sistem keamanan di Papua mendesak dilakukan untuk memastikan terjaminnya pemenuhan rasa aman bagi masyarakat sehingga dapat berkontribusi bagi dialog damai di Papua. Terhadap hal tersebut, maka Presiden harus menginstruksikan seluruh institusi di bawahnya agar segera mewujudkan perdamaian di Papua. Jika hal ini tak juga dilakukan oleh Presiden, maka Presiden tidak hanya melanggar konstitusi tetapi juga melakukan maalpraktik penyelenggaraan negara.
Sepanjang Januari-Juni 2012, telah terjadi 34 peristiwa kekerasan yang mengakibatkan 17 orang meninggal dunia dan 29 orang luka-luka. Peristiwa terakhir, 1 orang warga sipil saat terjadi kontak senjata di Keroom, 1 Juli 2012. Serangkaian peristiwa yang terjadi adalah upaya menjauhkan cita akan damai, kesejahteraan dan keadilan bagi orang Papua.
Delegasi ini bertemu dengan Kaukus Papua, Komisi I DPR RI, Komnas HAM, Komisi Ombudsman, Dewan Pertimbangan Presiden dan Kementrian Politik Hukum dan HAM.
Respon positif diterima dari para institusi negara ini. Komisi I DPR RI akan membuat Panja Papua untuk mendalami dan memantau perkembangan keamanan di Papua. Panja juga akan memanggil para pihak terkait untuk memastikan pemulihan situasi keamanan di Papua. Sementara itu Komnas HAM akan terus melakukan pemantauan terhadap situasi HAM di Papua serta membangun kerjasama untuk memulihkan jaminan keamanan bagi warga Papua dengan bekerjasama dengan pihak Polri dan TNI. Di sisi lain, Komisi Ombudsman akan menyediakan diri untuk membuat kajian mendalam terhadap kebijakan pemerintah di Papua dan akan memastikan efektivitas fungsinya untuk mengawasi kinerja pemerintah di Papua. Watimpres menegaskan komitmen Presiden untuk membangun dialog damai dengan membuka masukan dari masyarakat termasuk delegasi langsung dari Papua.
Dari pertemuan-pertemuan tersebut, tampak masing-masing institusi masih bekerja dalam fungsinya sendiri yang belum terintegrasi di bawah konsep yang jelas berkenaan dengan rencana damai yang selama ini diusung. Lebih khusus, Presiden belum juga membentuk kebijakan yang menyeluruh untuk membangun dialog damai di Papua, sebagaimana dimandatkan kepada Wakil Presiden. Kami mengkhawatirkan tertundanya proses ini menjadi upaya yang justru dapat memboikot rencana damai di Papua.
Kami meminta institusi negara yang dimaksud untuk dapat menjalankan komitmen ini dengan memastikan efektivitas implementasi nyata di Papua. Evaluasi terhadap sistem keamanan di Papua mendesak dilakukan untuk memastikan terjaminnya pemenuhan rasa aman bagi masyarakat sehingga dapat berkontribusi bagi dialog damai di Papua. Terhadap hal tersebut, maka Presiden harus menginstruksikan seluruh institusi di bawahnya agar segera mewujudkan perdamaian di Papua. Jika hal ini tak juga dilakukan oleh Presiden, maka Presiden tidak hanya melanggar konstitusi tetapi juga melakukan maalpraktik penyelenggaraan negara.
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here