SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , , , , , , , » Negeri Mutiara Hitam Itu Terus Membara

Negeri Mutiara Hitam Itu Terus Membara

Written By Voice Of Baptist Papua on January 2, 2012 | 5:33 PM


Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA - Papua yang berada di wilayah Timur Indonesia menjelang tutup tahun terus membara. Aksi penembakan dan kekerasan yang terjadi di Negeri Mutiara hitam itu seakan tidak pernah habis meski pemerintah telah mengerahkan ribuan pasukan.

Di sepanjang 2011, tercatat belasan orang meregang nyawa di Papua. Sebagian besar kasus, korban tewas akibat tembakan oleh orang tidak dikenal. Berikut data yang berhasil diperoleh okezone:

Pada 13 April 2011, terjadi penembakan 5 orang warga sipil di Dogiyai Papua.
Dalam peristiwa ini, dua orang menjadi korban tewas yakni Dominikus Auwe dan Aloysius Waine. Sedangkan tiga korban lainnya menderita luka-luka yaitu Vince Yobee, Albertus Pigai, dan Matias Iyai.

Genap sebulan tepatnya 14 Mei, aksi kekerasan terjadi di Pelabuhan Laut Nabire. Pria yang diketahui bernama Derek Adii diduga dianiaya oleh oknum anggota TNI. Sayangnya infomasi siapa pelakuknya masih simpang siur.

Di bulan yang sama yakni 28 Mei, Sertu Kamaruzaman dari Kopassus menjadi korban penembakan di Distrik Ilu, Puncak Jaya. Saat kejadian, Kamaruzaman didatangi tiga orang bersenjata yang diduga OPM dan melakukan penyerangan, sehingga mengakibatkan telinga kirinya terluka.

Setelah dua bulan tenang, Bumi Cenderawasih kembali bergejolak. Pada 5 Juli, Pratu Kadek Widana dari Yonif 751/BS tertembak saat melakukan patroli di kawasan Puncak Jaya, Papua. Akibat insiden penembakan itu, tangan kanannya tertembus peluru.

Selang enam hari, 11 Juli, kembali terjadi penembakan terhadap seorang berkebangsaan Australia, Drew Nicholas Grant, dan Bripda Marson Freddy, anggota provost Polda Papua yang mengawal mobil Freeport. Mereka tewas di Mile-53 dan di mile 51, Tembagapura, Timika, Papua.

Sehari setelah itu, dua peristiwa terjadi secara bersamaan di dua tempat terpisah. Satu kasus penembakan terjadi di Mile-51, Timika. Korban merupakan security PT Freeport Indonesia Markus Rante Allo

Di tempat terpisah, Pratu Herber yang tengah melakukan patroli keamanan di Puncak Senyum, Puncak Jaya, diserang orang tidak dikenal dan mengalami luka di tangan kanannya hingga tiga jarinya patah.

Akhir bulan yakni 30 Juli-1 Agustus terjadi bentrokan antara warga di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Bentrokan tersebut menyebabkan korban tewas menjadi 21 orang. Insiden ini dipicu ketidakpuasan atas penyelenggaran pilkada di wilayah itu.

Tak kalah dengan bulan Juli, pada Agustus 2011 tercatat ada lima insiden di Papua. Pada 1 Agustus, terjadi serangan yang dilakukan OPM di Tanjakan Gunung Merah, Papua. Akibat serangan itu empat orang tewas, dua luka berat, dan dua luka ringan.

Pada 3 Agustus, giliran Helikopter Mil Mi-17 milik Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, diberondong tembakan oleh orang tak dikenal di sekitar Puncak Senyum, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Tidak hanya kasus kekesaran saja yang terjadi di tanah Papua, namun pembakaran bendera Indonesia sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah juga terjadi.

Ini terlihat pada 5 Agustus terjadi pembakaran Bendera Merah Putih oleh Kelompok OPM di bawah pimpinan Goliat Tabuni. Peristiwa ini terjadi di Markas Tentara Pembebasan Organisasi Papua Merdeka (TPM-OPM) di Tinggi, Nambut, Pucak Jaya.

Bahkan saat peringatan Hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus, terjadi pengibaran bendera bintang kejora dilakukan di dua tempat terpisah, yakni di Gunung Tanah Hitam Abepura dan di Dok 8 Jayapura.

Di bulang yang sama tepatnya 23 Agustus, terjadi penyerangan terhadap anggota Komando Daerah Milliter (Kodam) Cenderawasih, Kapten (inf) Tasman yang merupakan Perwira Pembina Mental.

Kapten Tasman tewas dengan kondisi mengenaskan, yakni leher belakang ditebas dengan parang. Jenazah ditemukan di Jalan Baru, Campwolker, Perumnas 3, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Papua. Dia dibantai usai mengatar istrinya ke sekolah untuk mengajar.

Belum genap sebulan, aksi kekerasan kembali terjadi. Pada 10 Oktober, terjadi bentrokan antara massa pekerja dengan aparat keamanan di area pertambangan Freeport, Timika.

Bentrokan ini muncul karena tambang di Tembagapura masih beroperasi di saat ribuan pekerja sedang melakukan mogok karena menuntut kesejahteraan lebih baik.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh sekira 2.000 orang dari tujuh suku dan pekerja PT Freeport Indonesia mengakibatkan 2 warga tertembak, 7 polisi terluka terkena lemparan batu, dan 3 kendaraan operasional PT Freeport hangus dibakar massa.

Penembakan lagi-lagi terjadi pada 14 Oktober. Saat itu dua penembakan terjadi di hari yang bersamaan. Pertama, di ruas jalan Tanggul Timur tepatnya di Mil 37 pada yang menewaskan tiga pekerja PT Puri Fajar Mandiri yaitu Yana Heryana, Iip Abdul Rohman dan Deden.

Kemudian di Mil 40 dan Mil 38 yang mengakibatkan dua pendulang tradisional dan seorang karyawan PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) tewas.

Lima hari pascapenembakan, kericuhan terjadi saat Kongres Rakyat Papua III yang digelar di Lapangan Sepak Bola Zakheus, Abepura, pada 19 Oktober. Kali ini aparat dari TNI dan gabungan kepolisian membubarkan paksa kongres tersebut.

Aparat mengklaim Kongres Rakyat Papua III diindikasi sebagai gerakan separatisme. Sekira 200 peserta ditangkap dan berdasarkan data Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) Papua terdapat enam warga meninggal dunia akibat luka tembak.

Sementara warga lainnya dikabarkan mengalami luka para akibat tembakan, dan 17 orang lainnya hilang atau belum kembali ke rumahnya masing-masing.

Tepat dua hari kemudian, 21 Oktober, terjadi penembakan oleh gerombolan bersenjata tak dikenal di Mil 39 ruas Timika menuju Tembagapura, Papua. Penembakan ini menyebabkan 3 orang tewas dan menewaskan Albertus Laitawono (29) dan Yunus (25) yang bekerja sebagai penjaga kios di mil 40.

Sementara seorang korban lain yakni Aloysius Margana, karyawan PT Kuala Pelabuhan Indonesia, ditembak saat mengemudikan mobil operasional perusahaan. Margana belakang diketahui kerabat dari Roy Suryo, anggota DPR.

Tidak berhenti sampai di situ, 24 Oktober terjadi kasus penembakan Kapolsek Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Oktavianus di Bandara Mulia. Kabupaten Puncak Jaya yang terletak di Pegunungan Papua. Kabupaten ini baru genap berusia 15 tahun pada 8 Oktober 2011 lalu.

Terakhir penembakan dilakukan terhadap helikopter jenis ER. Akibat penembakan yang terjadi pada 17 Desember tersebut, satu orang mengalami luka luka.

Banyaknya kasus yang terjadi di Papua hingga saat ini belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Banyak kalang menuding, maraknya sejumlah perlawan yang dilakukan pihak tertentu karena akar masalah kesenjangan sosial di wilayah tersebut tidak merata.

Pemerintah sepertinya kehilangan akal untuk meredam sejumlah kemarahan warga Papua. Bahkan sejumlah aksi penembakan dan kekerasan yang terjadi dituding dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Jika merujuk pembentukan OPM, organisasi ini berasal dari kekecewaan masyarakat atas sikap pemerintah yang tidak mengerti akan keinginan warga setempat. Belakangan banyak desakan kepada pemerintah agar menggelar referendum.

Apabila pemerintah tidak segera dapat mengatasi gejolak tersebut, tidak mustahil aksi kekerasan akan terus terjadi.
(ahm)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger