Socratez Sofyan Yoman ( Ketua PGBP) |
JAKARTA: Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua
mendesak agar Perserikatan Bangsa-Bangsa segera mengirimkan pelapor
khusus ke Papua untuk menyelidiki kekerasan dan pelanggaran HAM yang
kian mencuat belakangan ini serta menimbulkan korban jiwa.
Ketua Umum Pusat Persekutan Socratez Sofyan Yoman mengatakan sudah
waktunya PBB menghadirkan misi kemanusiaan dan perdamaian di Papua
karena aparat kepolisian tak mampu menangkap para penembak dalam kasus
dugaan pelanggaran HAM. Para penembak itu juga dikenal dengan istilah
orang tak dikenal.
“Perlu adanya pelapor khusus PBB diundang dan datang ke Papua untuk
menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama ini di Tanah
Papua,” ujar Socratez dalam laporan singkat mengenai kejahatan
kemanusiaan di Papua selama Mei-Juni 2012, Jumat 8 Juni 2012. “Sudah
waktunya dukungan dan kehadiran misi kemanusiaan PBB.”
Analisa dalam laporan itu menyebutkan para penembak lebih berkuasa
dan terus mendominasi suasana di Papua dengan menghilangkan nyawa
manusia. Menurut Socratez, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan
aparat keamanan telah gagal mengayomi dan melindungi masyarakat sipil
di provinsi tersebut.
Hasil pemantauan persekutuan gereja-gereja itu memaparkan telah
terjadinya kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan korban jiwa maupun
korban luka periode Mei-Juni 2012.
Pada Mei, persekutuan mengidentifkasi para korban adalah Terloji
Weya (ditembak mati pada 1 Mei); Arkilaus Rafutu (ditembak mati pada 19
Mei); Paulus Tandiesse (ditikam mati pada 22 Mei); Syaiful Bahri
(dibunuh dan dibakar pada 22 Mei); Kaharudian (ditikam mati pada 24
Mei); serta Pieper Dietmar Helmut (WNA) yang ditembak pada 29 Mei).
Sementara pada periode Juni adalah Ajud Jimmy Purba (dikeroyok dan
ditikam pada 3 Juni); Prajurit Satu TNI Doengki Kune (ditembak bagian
bawah dagu kanan hingga tembus ke bagian kiri pada 4 Juni); Iqbal Rival
dan Hardi Jayanto (penembakan pada 4 Juni); massa Komite Nasional Papua
Barat (penangkapan dan penyiksaan terhadap 43 orang); Yesaya Mirin
(ditembak mati, leher dipatahkan dan muka dihancurkan pada 4 Juni 2012);
Imanuel Piniel Taplo (penyiksaan pada 6 Juni 2012); dan Gilbert Febrian
Mardika (ditembak pada 4 Juni, kini kritis).
Sedangkan peristiwa pada 6 Juni lalu, bermula dari dua anggota TNI
Infanteri (Yonif) 756/WMS saat melewati Jalan Raya Hone Lama, Distrik
Wamena, Jayawijaya dan menabrak anak kecil. Berdasarkan laporan
persekutan gereja, keduanya kemudian berusaha menghindari kemarahan
orangtua dari sang anak namun akhirnya terlibat perkelahian.
Seorang anggota TNI yang bernama Pratu Ahmad Sahlan mati di tempat
karena mengalami luka tusuk di dada tembus jantung. Sementara anggota
TNI bernama Serda Parloi Pardede dalam keadaan kritis karena pukulan
benda keras di seluruh bagian tubuh dan sedang dirawat di Rumah Sakit
Umum Daerah Wamena.
Aksi pembalasan dari pasukan TNI Batalyon 756 kemudian dilakukan
sangat brutal dan tak terkendali dengan menyerang, menyiksa, membunuh
dan melukai warga sipil dan membakar rumah.
Persekutuan gereja itu juga mencatat sejumlah korban dari masyarakat
sipil yakni Berton Gwijangge (ditikam dengan sangkur); Denius Kogoya
(ditembak namun berhasil melarikan diri); Elinus Yoman (ditembak dan
ditikam sehingga tewas); Enos Lokbere (anggota DPR Kabupaten Nduga,
kepala dan bahu kirinya ditikam dengan sangkur, kini kritis); Lenius
Wenda (telinga putus karena terkena sangkur); Pikinus Wenda (ditikam
sangkur di kepala); Ponius Kogoya (ditembak bagian perut tapi terkena
jaket); dan Yermias Kogoya (ditikam dengan sangkur).
Socratez dalam laporan itu juga memaparkan pada 6 Juni, orang tak
dikenal diduga menembak seorang PNS Kodam XVII/Cendrawasih, Arwan Apuan,
di bagian leher sebelah kiri hingga tembus ke bagian kanan. Sedangkan
pada 7 Juni, aparat kepolisian Indonesia menghancurkan rumah keluarga
David Kaiba dan aparat keamanan melakukan penembakan. Hal itu
dilatarbelakangi penembakan di kantor Polsek Angkaisera, Serui dan
polisi Aldi A, tertembak di bagian perut.
Laporan itu juga mencatat Teyu Tabuni ditembak mati di bagian kepala
pada 7 Juni 2012 di Dok 5 Jayapura karena dianggap melakukan pemblokiran
jalan umum. Sementara pada hari yang sama, kepolisian kemudian
menangkap Buchtar Tabuni, Ketua Umum KNPB, dengan alasan mengajak dan
menghasut kelompoknya melakukan tindakan anarkis saat berdemonstrasi.
“Apakah ini bukti pemerintah dan aparat keamanan sudah gagal dan
lumpuh di Papua,” kata Socratez. “Semua kasus pelanggaran HAM di Papua
beberapa tahun yang lalu dan dalam bulan ini, belum ada satu kasus pun
diungkap pelakunya. Aparat penegak hukum juga sulit dipercaya
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here