SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , , , , , , » Jangan Penegakan Hukum Jadi Jubah Operasi Militer

Jangan Penegakan Hukum Jadi Jubah Operasi Militer

Written By Voice Of Baptist Papua on July 5, 2012 | 7:34 PM

Taha Al Hamid: Penegakan Hukum Penting Harus Dilakukan

Taha Al Hamid
Jayapura - Terkait tudingan Polda Papua dan Kodam XVII Cenderawasih, bahwa pelaku penembakan terhadap Kepala Kampung Sawiyatami Yohanes Yanupron  adalah kelompok OPM pimpinan Lambert Pekikir, Presidium Dewan Papua meminta dibuktikan secara hukum.    Namun,  jangan penegakan hukum dijadikan sebagai jubah membungkus desain operasi militer.  “Penegakan hukum penting dan harus dilakukan oleh Polisi, tak peduli siapa pelakunya.  Masyarakat Papua pasti menghargai itu. Tapi, seyogyanya semua tudingan terhadap Lambert Pekikir dan anak buahnya, sebagai pelaku keponakannya sendiri yang tak lain Kepala Kampung.

Sawiyatami, harus dibuktikan dulu secara hukum,’’tandas Thaha Alhamid Sekretaris Jenderal Presidium Dewan Papua, melalui pesan singkatnya, Kamis 5 Juli.  Lanjut dia, dalam proses penegakan hukum Polisi harus profesional, dengan sasaran hanya para pelaku yang memang melakukan penembakan. ‘’Polisi dalam menegakkan hukum harus terukur, sasaran jelas yakni yang terbukti bersalah. Jangan juga penegakan hukum menjadi jubah untuk membungkus skenario operasi militer dengan melakukan penyisiran dan menyikat rakyat yang tahu apa-apa,’’tandasnya.

Ia mengatakan, dalam peristiwa pengibaran bendera yang berbuntut tertembaknya warga sipil, penegakan hukumnya jangan sampai lenyap dan berganti dengan tindakan represif. ‘’Penting kita jaga agar jangan sampai kasus pengibaran bintang kejora dan penembak kan kepala desa, lantas menjadi justifikasi tetapi kemudian tenggelam dalam hiruk pikuk operasi militer. Nanti substansi penegakan hukumnya hilang dan yang muncul adalah bentuk kekerasan baru lagi,’’tegasnya. Thaha juga meminta Pimpinan Polda Papua dalam mengungkap kasus penembakan Kepala Kampung, sebaiknya membukan komunikasi dengan masyarakat maupun tokoh agama yang ada disekitar lokasi kejadian. Agar jelas siapa pelaku sebenarnya.  ‘’Saya kira pimpinan Polda Papua harus berusaha  membuka simpul  komunikasi yang tersumbat supaya masyarakat dan tokoh agama di sekitar TKP buka mulut  menjelaskan siapa kemungkinan pelaku penembakan yang sebenarnya,’’tegas Thaha.

Sementara itu, menyikapi perintah Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Moh Erwin Syafitri kepada jajarannya, untuk mengejar kelompok Organisasi Papua Merdeka pimpinan Lambert Pekikir yang bermarkas di daerah perbatasan RI-Papua Nugini mendapat tanggapan dari The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial).

‘’Dalam melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap gerakan separatis bersenjata, aparat KODAM XVII Cenderawasih harus berpegang pada UU No. 34 Tahun 2004, khususnya pasal pasal 3 ayat (1), pasal 7 ayat (2) point 1, ayat (3), pasal 17 ayat (1) dan ayat (2). Dimana, dalam upaya penangkapan terhadap Lambert Pekikir cs disebut sebagai Operasi Militer Selain Perang (OMSP),  pelaksanaannya haruslah berdasarkan kebijakan dan keputusan politik Negara,’’ujar Poengki Indarti Direktur Eksekutif Imparsial juga melalui pesan elektroniknya, Kamis 5 Juli.

Dengan demikian, harus ada persetujuan DPR RI sebagai pegangan Presiden untuk memberikan perintah pengejaran terhadap OPM pimpinan Lambert Pekikir. “Jadi, TNI tidak boleh dikerahkan melakukan pengejaran, sebelum ada keputusan presiden yang disetujui DPR RI, jika tidak, pengerahan pasukan tersebut illegal,’’ tegasnya. Imparsial menganggap kasus penembakan mobil TNI yang berbuntut tertembaknya warga sipil, adalah kasus criminal, sehingga yang paling berhak melakukan pengejaran adalah Polisi. ‘’Penembakan itu tindakan krimnal, jadi itu wewenang Polisi dalam penegakan hukum,’’singkatnya.

Aksi baku tembak antara OPM pimpinan Lambert Pekikir dengan TNI terjadi 1 Juli lalu di Kampung Sawiyatami Wembi Kabupaten Keerom. Seorang warga sipil kemudian tertembak dalam insiden itu. Lamber  Pekikir mengakui melakukan penembakan terhadap mobil TNI, tapi tidak mengakui menembak  Yohanes Yanupron.(jir/don/l03)


Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger