Satuan yang dilatih dan dibiayai oleh Australia itu
telah melancarkan operasi baru terhadap para aktifis kemerdekaan Papua
dan menahan delapan orang atas tuduhan membuat bom.
Namun Komite Nasional Papua Barat menolak tuduhan itu dan mengatakan kepada ABC bahwa pihaknya dijebak dengan bahan peledak demi membenarkan kegiatan Densus 88.
Papua telah diguncang kekerasan dan ketegangan tahun ini dengan sejumlah aktifis kemerdekaan ditahan, dipukuli dan dibunuh.
Pada bulan Juni, tentara melancarkan operasi di Wamena, yakni kubu Komite Nasional Papua Barat atau KNPB.
Akhir pekan lalu polisi sekali lagi menyerbu daerah itu, menggeledah rumah-rumah dan kantor anggota KNPB.
Delapan orang ditahan, dan para saksi, termasuk Ketua KNPB, Victor Yeimo, mengatakan, sekali lagi Densus 88 terlibat.
"Ketika mereka menangkap saudara-saudara kami dari KNPB di Wamena, kami melihat Densus 88 dalam satu mobil, dan satu mobil lagi terdiri dari polisi dan TNI," kata Yeimo.
Polisi menuduh mereka yang ditahan itu membuat bom dan menyatakan menemukan bahan peledak dalam operasi itu.
Yeimo menolak tuduhan itu dan mengatakan, pihaknya dijebak sebagai teroris untuk membenarkan kehadiran Densus 88.
Di Papua, lembaga advokasi HAM yang dikenal dengan nama ELSHAM mempelajari insiden penangkapan tersebut dan menduga bahwa bahan peledak yang ditemukan polisi memang sengaja dipasang untuk menjebak.
Pandangan ini mendapat dukungan di Australia dari para aktifis kemerdekaan Papua.
"Mereka tidak memiliki kapasitas untuk memperoleh bahan peledak. Menurut Elsham, bahan peledak tersebut mungkin sengaja ditaruh di rumah anggota-anggota KNPB dimana mereka menemukannya dan bukan hal baru bagi aparat keamanan untuk melakukannya," kata Cammi Webb-Gannon, dari Proyek Papua Barat Universitas Sydney.
"Saya pikir KNPB tidak punya alasan untuk membuat bom karena mereka percaya pada pendekatan damai untuk meraih kemerdekaan, mereka menginginkan referendum kemerdekaan Papua."
Operasi Berdarah
Densus 88, yang dilatih oleh Australia untuk operasi kontra-terorisme, juga dikaitkan dengan serangkaian insiden dalam mana sejumlah pemimpin kemerdekaan Papua ditangkap dan dibunuh.
Ketika jurnalis program 7.30 ABC pergi ke Papua pada bulan Agustus, operasi terhadap gerakan kemerdekaan sudah sangat gencar dan mengakibatkan beberapa korban jiwa, termasuk pembunuhan tokoh KNPB, Mako Tabuni.
Para saksi mata mengatakan, ia ditembak di jalan oleh Densus 88.
Yeimo menggantikan Tabuni sebagai Ketua KNPB dan sejak itu, ia mengatakan, operasi semakin hebat karena ia berkampanye secara terbuka.
"Kami adalah aktifis non-kekerasan di Papua Barat," katanya dalam sebuah video yang dikirim kepada 7.30.
"Kami akan memperjuangan hak kami untuk merdeka dengan cara-cara damai di Papua Barat."
"Kami menuntut hak penentuan nasib sendiri, hak untuk menyelenggarakan referendum di Papua Barat secara damai dan demokratis."
Namun pihak berwenang Indonesia tidak percaya pada pernyataan non-kekerasan Yeimo dan mereka mengejar KNPB lebih keras lagi.
Para pengamat internasional mengatakan, itu karena pemerintah Indonesia merasa terancam oleh gerakan kemerdekaan.
Cammi Webb-Gannon mengatakan, hubungan internasional gerakan kemerdekaan Papua dapat menjelaskan kekhawatiran Indonesia.
"Pertama banyak dari mereka masih muda-muda, mereka mahasiswa, atau baru lulus," katanya kepada 7.30.
"Jadi mereka memiliki semangat yang kuat, mereka juga mempunyai dukungan rakyat, mereka berjuang dari prespektif akar rumput, dan saya pikir Indonesia khawatir karena mereka mempunyai hubungan internasional."
Kepala Polisi Baru
Operasi pada akhir pekan itu menyusul pengangkatan Kapolda baru Papua, Brigadir Jendral Tito Kurniawan.
Latar belakangnya sebagai mantan kepada Densus 88 menimbulkan keresahan serius di sebagian kalangan di Papua meskipun ia menjamin penerapan suatu pendekatan baru yang inklusif.
7.30 mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemerintah Indonesia tentang situasi paling akhir di Papua tapi belum mendapat jawaban. Upaya untuk menghubungi Kapolda Papua juga tidak berhasil.
Sementara itu Yeimo mendesak dibebaskannya delapan aktifis yang diciduk pada akhir pekan.
Dan bersama para pendukungnya di Australia, ia menghimbau pemerintah Australia untuk mempertimbangkan kembali pemberian dana kepada Densus 88.
Namun Komite Nasional Papua Barat menolak tuduhan itu dan mengatakan kepada ABC bahwa pihaknya dijebak dengan bahan peledak demi membenarkan kegiatan Densus 88.
Papua telah diguncang kekerasan dan ketegangan tahun ini dengan sejumlah aktifis kemerdekaan ditahan, dipukuli dan dibunuh.
Pada bulan Juni, tentara melancarkan operasi di Wamena, yakni kubu Komite Nasional Papua Barat atau KNPB.
Akhir pekan lalu polisi sekali lagi menyerbu daerah itu, menggeledah rumah-rumah dan kantor anggota KNPB.
Delapan orang ditahan, dan para saksi, termasuk Ketua KNPB, Victor Yeimo, mengatakan, sekali lagi Densus 88 terlibat.
"Ketika mereka menangkap saudara-saudara kami dari KNPB di Wamena, kami melihat Densus 88 dalam satu mobil, dan satu mobil lagi terdiri dari polisi dan TNI," kata Yeimo.
Polisi menuduh mereka yang ditahan itu membuat bom dan menyatakan menemukan bahan peledak dalam operasi itu.
Yeimo menolak tuduhan itu dan mengatakan, pihaknya dijebak sebagai teroris untuk membenarkan kehadiran Densus 88.
Di Papua, lembaga advokasi HAM yang dikenal dengan nama ELSHAM mempelajari insiden penangkapan tersebut dan menduga bahwa bahan peledak yang ditemukan polisi memang sengaja dipasang untuk menjebak.
Pandangan ini mendapat dukungan di Australia dari para aktifis kemerdekaan Papua.
"Mereka tidak memiliki kapasitas untuk memperoleh bahan peledak. Menurut Elsham, bahan peledak tersebut mungkin sengaja ditaruh di rumah anggota-anggota KNPB dimana mereka menemukannya dan bukan hal baru bagi aparat keamanan untuk melakukannya," kata Cammi Webb-Gannon, dari Proyek Papua Barat Universitas Sydney.
"Saya pikir KNPB tidak punya alasan untuk membuat bom karena mereka percaya pada pendekatan damai untuk meraih kemerdekaan, mereka menginginkan referendum kemerdekaan Papua."
Operasi Berdarah
Densus 88, yang dilatih oleh Australia untuk operasi kontra-terorisme, juga dikaitkan dengan serangkaian insiden dalam mana sejumlah pemimpin kemerdekaan Papua ditangkap dan dibunuh.
Ketika jurnalis program 7.30 ABC pergi ke Papua pada bulan Agustus, operasi terhadap gerakan kemerdekaan sudah sangat gencar dan mengakibatkan beberapa korban jiwa, termasuk pembunuhan tokoh KNPB, Mako Tabuni.
Para saksi mata mengatakan, ia ditembak di jalan oleh Densus 88.
Yeimo menggantikan Tabuni sebagai Ketua KNPB dan sejak itu, ia mengatakan, operasi semakin hebat karena ia berkampanye secara terbuka.
"Kami adalah aktifis non-kekerasan di Papua Barat," katanya dalam sebuah video yang dikirim kepada 7.30.
"Kami akan memperjuangan hak kami untuk merdeka dengan cara-cara damai di Papua Barat."
"Kami menuntut hak penentuan nasib sendiri, hak untuk menyelenggarakan referendum di Papua Barat secara damai dan demokratis."
Namun pihak berwenang Indonesia tidak percaya pada pernyataan non-kekerasan Yeimo dan mereka mengejar KNPB lebih keras lagi.
Para pengamat internasional mengatakan, itu karena pemerintah Indonesia merasa terancam oleh gerakan kemerdekaan.
Cammi Webb-Gannon mengatakan, hubungan internasional gerakan kemerdekaan Papua dapat menjelaskan kekhawatiran Indonesia.
"Pertama banyak dari mereka masih muda-muda, mereka mahasiswa, atau baru lulus," katanya kepada 7.30.
"Jadi mereka memiliki semangat yang kuat, mereka juga mempunyai dukungan rakyat, mereka berjuang dari prespektif akar rumput, dan saya pikir Indonesia khawatir karena mereka mempunyai hubungan internasional."
Kepala Polisi Baru
Operasi pada akhir pekan itu menyusul pengangkatan Kapolda baru Papua, Brigadir Jendral Tito Kurniawan.
Latar belakangnya sebagai mantan kepada Densus 88 menimbulkan keresahan serius di sebagian kalangan di Papua meskipun ia menjamin penerapan suatu pendekatan baru yang inklusif.
7.30 mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemerintah Indonesia tentang situasi paling akhir di Papua tapi belum mendapat jawaban. Upaya untuk menghubungi Kapolda Papua juga tidak berhasil.
Sementara itu Yeimo mendesak dibebaskannya delapan aktifis yang diciduk pada akhir pekan.
Dan bersama para pendukungnya di Australia, ia menghimbau pemerintah Australia untuk mempertimbangkan kembali pemberian dana kepada Densus 88.
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here