Di bawah Keketuaan Indonesia, ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) mencapai kemajuan yang penting dan signifikan, termasuk dihasilkannya draft Deklarasi HAM ASEAN/ASEAN Human Rights Decalaration
(AHRD). Demikian ditegaskan oleh Wakil Indonesia untuk AICHR, Rafendi
Djamin dalam Laporan Kerja tiga tahun di AICHR (Periode 2009-2012) di
Ruang Nusantara, Pejambon (08/10).
Selain penyusunan AHRD, AICHR juga telah berhasil menerima Annual Budget 2012 dan Work Plan 2013-2015, merampungkan Rencana Kerja lima tahun AICHR, pembahasan Guidelines on the Operations of AICHR, pembahasan TOR Thematic Issues on Migration dan Corporate Social Responsibility (CSR), serta pembahasan inisiatif dialog/kerjasama dengan negara mitra ASEAN.
Selain itu AICHR juga telah berhasil mengembangkan berbagai dialog dan
kerja sama dengan para pemangku kepentingan dan pihak-pihak dari luar
kawasan , antara lain dengan ASEAN Committee of Permanent Representative (CPR), European Commission, UNHCR, UNDP, dan Working Group for an ASEAN Human Rights Mechanism.
“Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengakuan luas mengenai eksistensi
AICHR dalam forum-forum internasional”, ungkap Rafendi. “Sebagai
institusi yang relatif baru, selama tiga tahun pertama, AICHR lebih
memfokuskan diri kepada hal-hal yang bersifat penguatan mekanisme
internal dan ke depan, AICHR akan menghadapi tantangan yang lebih besar”
jelas Rafendi.
Kemajuan yang dicapai AICHR tentu bukan tanpa tantangan, karena
kesenjangan diantara negara-negara ASEAN terkait isu HAM dan demokrasi
merupakan tantangan utama dalam menjalankan mandat AICHR secara efektif.
“Indonesia, Filipina dan Thailand cenderung lebih progresif dan
berpikiran terbuka dalam isu HAM, sementara negara lainnya cenderung
menganggap HAM sebagai isu politis dalam negeri, selain itu latar
belakang para Wakil negara di AICHR juga menyebabkan setiap negara
memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenai HAM”, ujar Rafendi.
Kemudian, TOR AICHR juga tidak mencantumkan mandat yang seimbang di
antara aspek pemajuan dan aspek perlindungan dimana sebagian besar
mandat AICHR masih ditekankan pada aspek pemajuan HAM. Sehingga
menyebabkan AICHR dipandang sebagai institusi yang tidak memiliki “gigi”
dan kredibilitas dalam menanggapi dan menangani isu-isu HAM di kawasan.
“Indonesia berkomitmen untuk memperjuangkan peningkatan mandat AICHR
terutama pada aspek perlindungan”, jelas Rafendi, dan apabila
negara-negara ASEAN gagal untuk memasukkan mandat proteksi yang lebih
besar pada review TOR AICHR tahun 2014, maka AICHR akan kehilangan
kredibilitasnya.
Sinergi dan alignment yang efektif dengan lembaga-lembaga HAM dan badan-badan sektoral di ASEAN juga harus ditingkatkan ke-depan. Mekanisme engagement dan dialog dengan Civil Society Organizations juga merupakan salah satu tantangan yang harus diselesaikan.
Menurut Dirjen Kerja Sama ASEAN Kemlu, I Gusti Agung Wesaka Puja,
tantangan yang dihadapi AICHR, bukanlah hal yang baru. Dahulu, gagasan
untuk membentuk AICHR juga mendapatkan tantangan dari beberapa negara
ASEAN. Namun, pada akhirnya hal ini berhasil diakomodir oleh Piagam
ASEAN.
Acara ini dilaksanakan sehubungan dengan akan berakhirnya masa jabatan
Rafendi Djamin sebagai Wakil Indonesia untuk AICHR. “Laporan Kerja ini
merupakan bentuk dari praktik akuntabilitas dan transparansi terkait
dengan proses pemilihan wakil AICHR yang sedang berjalan”, terang Dirjen
Wesaka Puja. (Sumber: Dit. Polkam ASEAN)
Sumber: Jubi
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here