SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , , , » Contoh Buruk, Presiden Jadi Ketua Partai

Contoh Buruk, Presiden Jadi Ketua Partai

Written By Voice Of Baptist Papua on April 2, 2013 | 7:47 PM

"Pertama kali dalam sejarah partai politik di era reformasi, seluruh jabatan dalam struktur partai politik diketuai satu orang."

SBY (photo VHRm)
VHRmedia, Jakarta - Terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua umum sekaligus ketua majelis tinggi dan ketua komisi pengawas Partai Demokrat menegaskan kekalahan negara terhadap kepentingan golongan dan kelompok.

Padahal, menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani  Indonesia Ray Rangkuti, justru SBY-lah yang selalu mendengungkan jargon kepentingan negara diatas kepentingan yang lain.

“Semboyan itu hanya hebat diucapkan tapi pahit dalam pelaksanaan, bukan saja karena negara seringkali kalah dalam menghadapi koruptor, sikap intoleran bahkan premanisme bahkan  negara kalah oleh tindakan dan pilihan presiden sendiri,”kata Ray. 

Menurut Ray, pertama kali dalam sejarah partai politik di era reformasi, seluruh jabatan dalam struktur partai politik diketuai oleh seorang individu. SBY adalah Ketua Majlis Tinggi  Demokrat,  sekaligus Ket ua Dewan Pembina, Komisi Pengawas Demokrat. "Prinsip agar partai dikelola secara partisipastif dan bagian dari pendidikan politik masyarakat hilang dengan praktek ini,"katanya.

Struktur itu, kata Ray, mengaburkan pertanggugjawaban dan fungsi-fungsi tiap struktur partai secara internal. Siapa bertanggungjawab atas apa, dan siapa melakukan pengawasan atas apa serta siapa memerintah atas apa menjadi kabur karena kekuasan terpusat hanya di tangan satu orang.  Semangat itu melecehkan prinsip demokrasi yang pada hakekatnya menginginkan adanya pembagian kekuasaan yang saling mengkoreksi dan seimbang.

"Uniknya, model seperti ini malah melanggar AD/ART Demokrat sendiri. Seperti disebutkan dalam pasal 13 ayat (3) bahwa wakil ketua Majelis Tinggi dijabat oleh Ketua Partai. Dengan begitu, SBY bukan hanya sebagai ketua mejelis tinggi, dia juga menjadi wakil ketua majelis tinggi. Struktur partai model apakah ini? Ketua dan Wakil Ketua adalah dirinya sendiri," ujarnya.

KLB Partai Demokrat juga menunjukan partisipasi dan kaderisasi mandek, salah satu prinsip pembentukan partai politik adalah dalam rangka mengelola partisipasi masyarakat dalam rangka menuju cita-cita bersama dan sekaligus menjadi alat bagi rekrutmen kepemimpinan. Dua prinsip ini dikalahkan secara tragis di dalam KLB Demokrat. Kekuasaan yang menumpuk di tangan SBY dan membunuh lahirnya partisipasi sekalligus kaderisasi yang baik di internal partai. Suasana ini jelas memacetkan adanya sirkulasi kekuasaan dari satu tangan ke banyak tangan.

"Adanya pergantian yang reguler untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak hanya bertumpu pada satu tangan bahkan tidak boleh bertumpu pada satu klan, keluarga atau darah. Itulah makna penting pemilihan, pembatasan dan struktur-struktur dalam partai politik," katanya.

Anak muda diam

Kata Ray,  agar partai dikelola secara bersama oleh banyak orang dan kepala dan dengan begitu partisipasi dan kaderisasi tidak mandeg, tapi melebar mengait dengan banyak orang dan kepala. Karena partai seharusnya menjadi milik semua dan menjadi milik bangsa, bukan orang perorang atau keluarga.

Negara juga jelas-jelas makin kalah karena pada akhirnya presiden dan banyak anggota kabinet adalah mereka yang mewakili kepentingan partai-partai. Eksistensi partai seolah menjadi lebih penting dari pada eksistensi negara. Jargon-jargon yang dipakai untuk melegalisasi SBY sebagai ketua umum memperlihatkan bahwa penyelamatan partai jauh lebih utama dari pada penyelamatan negara. 

"Bahkan bentrokan antar aparat negara makin merajalela. Dalam hampir dua bulan perhatian SBY terpecah antara mengurus partai dengan negara, kenyataannya masalah negara lebih banyak terabaikan dari pada dikelola secara efektif dan segera," katanya.

Lebih dari itu kata dia, prinsip agar negara dikelola secara professional dan memulai tradisi agar setiap penyelenggara negara menganut prinsip loyalitas pada partai berakhir ketika loyalitas pada negara dimulai hancur berkeping-keping. Pernyataan SBY yang menyebut membiarkan dirinya dikritik dan diserang daripada Partai Demokrat tambah susah dan hadapi masalah menjadi pengukuhan bahwa kepentingan mengurus Demokrat jauh lebih utama dari pada mengurus bangsa dan negara. "Sebab bukankah kritik masyarakat kepada dirinya terkait dalam kasus ini berkenan dengan tuntutan agar SBBY lebih fokus mengurus negara dari pada mengurus partai sesuatu yang ideal," kata dia.

SBY lebih memilih mengabaikan kritik subtantif ini dan memilih mengurus demokrat sekalipun dengan struktur yang compang camping.  "Negara juga kalah karena anak-anak muda kritis, yang lahir dan tumbuh dalam budaya demokrasi, yang bahkan ikut berjuang menjatuhkan orde baru agar salah satunya praktek  nepotisme politik dihapuskan, sama sekali tak bersuara melihat kenyataan pilihan yang tidak demokratis dan mengarah ke nepotisme politik ini," tuturnya.

Negara kalah karena anak-anak muda kritisnya tiba-tiba tumpul, lumpuh dan ikut suasana perlakuan yang melecehkan adab dan rasionalitas demokrasi. Bila anak-anak mudanya tidak berani keluar bersuara dan menyatakan sikap menolak praktek pelecehan etika, rasionalitas dan prinsip pengelolaan negara dan partai secara demokratis atau malah mungkin mendukungnya demi kebaikan partai, saat itu sudah saatnya dinyatakan negara telah kalah. 

"Masa depan negara ada di tangan anak-anak muda ini. Bila mereka adaptatif pada praktek keculasan atas demokrasi, pada ujung-ujungnya mereka tengah membiarkan dirinya terbiasa dengan tindakan dan suasana tidak demokratis berlak,"katanya.

Negara kata Ray,  akan terus menerus terkalahkan jika generasi yang akan mengelola bangsa dan negara ini adalah sekelompok orang yang terbiasa berdamai dengan tindakan tidak demokratis dalam partainya.  Dan kekalahan kelima, negara kalah karena kata-kata ideal dalam mengeloal bangsa dan negara justru dibajak untuk melegalisasi praktek keculasan dalam berpolitik.

"Prinsip-prinsip ideal dalam mengelola bangsa ini kata dia,  takluk dan terkalahkan dalam praktek. Bahkan dipergunakan untuk melegalisasi tindakan-tindakan yang sebalinya.  Ironis," kata Ray.(E2)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger