Benny Wenda adalah seorang warga Papua. Tetapi sejak delapan tahun ini ia tinggal di pengasingan di Inggris. Tahun 2001 ia ditangkap militer dan diancam hukuman penjara selama 25 tahun dengan tuduhan mengibarkan bendera Papua Barat dan menyebabkan kerusuhan. Ketika ditahan ia berkali-kali menghadapi ancaman pembunuhan. Baginya, penyiksaan yang bisa dilihat di video tersebut bukanlah hal baru.
Pelanggaran HAM sudah terjdi sejak referendum
”Masyarakat setiap mereka mau lewat pergi ke kebun, pergi ke gunung, itu mereka selalu diperiksa, jika mereka bawa kapak atau alat-alat kebun, itu mereka langsung disiksa. Mereka punya rambut panjang atau kumis panjang itu langsung dipotong, disiksa. Apalagi kalau mereka tidak tahu bahasa Indonesia, mereka langsung dipukul”, cerita Benny Wenda.
Menurut Benny, pelanggaran HAM sudah terjadi sejak tahun 1963, setelah referendum dengan keputusan bahwa Papua menjadi bagian dari Indonesia dan militer masuk ke provinsi terluas di Indonesia ini. Di tahun 1977, Benny harus menyaksikan bagaimana orang tuanya disiksa militer. Ini tidak akan ia lupakan seumur hidup.
Foto penyiksaan menjadi pola tersendiri
Sophie Grig dari organisasi Survival International telah memonitor keadaan disana selama 15 tahun terakhir. Ia juga melihat, bahwa pelanggaran HAM di Papua selama sekitar 50 tahun ini mempunyai pola yang sama. Seorang pastur pernah bercerita kepada Sophie Grig, bahwa tentara berulang kali datang ke desanya dan memperkosa perempuan dan gadis-gadis muda disana. Aksi pemerkosaan ini difoto dan ditunjukkan kepada wrga desa "untuk terus mengintimidasi mereka dan juga untuk mempermalukan para perempuan ini", ujar Sophie Grig. "Jadi ini bukanlah sesuatu yang baru, memang rekaman video lebih dramatis daripada sebuah foto, tetapi hal seperti ini sudah sering terjadi dan dipakai oleh tentara dari dulu”, lanjutnya
Tingkat kekerasan meningkat
Walaupun begitu, menurut Benny, tingkat kekerasan di Papua Barat memang meningkat dalam beberapa bulan terakhir ini. Dilaporkan, 11 Oktober lalu terjadi pembakaran sejumlah rumah di wilayah Tingginambuk di kabupaten Puncak Jaya oleh brimob dan 650 orang kehilangan rumahnya.
Salah satu alasan di mata Benny adalah karena warga Papua beberapa bulan terakhir ini keluar untuk berdemo. "Mereka demo-demo secara damai, tetapi mungkin itu yang menyebabkan dunia semakin melihat apa yang terjadi di Papua dan karena itu Indonesia mengambil tindakan seperti itu. Agar rakyat Papua takut, supaya mereka diam", kata Benny.
Masyarakat internasional harus bertindak
Tertutupnya Papua bagi para wartawan dan masyarakat internasional merupakan salah satu alasan mengapa aksi kekerasan ini terus berlanjut. Tetapi dengan beredarnya video penyiksaan warga Papua ini, Sophie Grig berharap, keadaannya akan berubah.
“Saya sangat berharap bahwa video yang mengerikan ini dapat membuat orang-orang bangkit dan mendengarkan warga Papua, dan juga menyebabkan masyarakat internasional untuk mengambil tindakan", ujar Sophie. Dengan kunjungan Presiden Obama ke Indonesia November depan, Sophie berharap akan terjadi perubahan dan dunia internasional akhirnya akan menjadi lebih tegas dan mengatakan: "Ini tidak bisa berlanjut.”
Bagi Benny Wenda, solusi terbaik adalah diberikannya hak menentukan kepada warga Papua sendiri. Inilah yang ia kampanyekan di dunia internasional. Sebelum warga Papua mendapatkan haknya kembali, Benny tidak akan pulang dari pengasingannya. SUMBER
Anggatira Gollmer
Editor: Luky Setyarini
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here