SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , , » LSM Berkomunikasi Dengan Organisasi Pers

LSM Berkomunikasi Dengan Organisasi Pers

Written By Voice Of Baptist Papua on March 19, 2011 | 11:38 AM

sSikapi Kasus Oral Seks dan Percobaan Pembunuhan Terhadap Seorang Wartawan

Sebagai organisasi yang salah satu tugasnya adalah melakukan advokasi terhadap korban kekerasan oleh aparat pemerintah, Komnas HAM dan Foker LSM Papua akhirnya bersuara untuk mendorong penyelesaian kasusnya dengan baik oleh aparat yang berwenang. 


Laporan Ahmad Jainuri, Bintang Papua

Situasi dialog antara Foker LSM dan Perwakilan Komnas HAM Papua dengan Organisasi Pers dan sejumlah awak media, baik local maupun nasional.
Situasi dialog antara Foker LSM dan Perwakilan Komnas HAM Papua dengan Organisasi Pers dan sejumlah awak media, baik local maupun nasional.
Dan sebagai salah satu upayanya mendorong penyelesaian kasus yang cukup menarik perhatian dari berbagai kalangan tersebut, Kamis (18/3) Perwakilan Komnas HAM Papua, Subkoordinasi Mediasi dan Foker LSM Papua menggelar jumpa pers, dengan dihadiri pengurus PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan pengurus AJI (Aliansi Jurnalisme Indonesia).  Dalam pernyataan bersama antara Perwakilan Komnas HAM Papua dan Foker LSM Papua yang dibacakan dalam jumpa pers di ruang pertemuan Foker LSM Papua, bahwa kasus kekerasan seksual terhadap tahanan perempuan yang terjadi sejak akhir 2010 dan baru terungkap pada Maret 2011, merupakan bentuk kongkrit dari perampasan terhadap hak perempuan yang bersangkutan (korban).
“Yang sesungguhnya dijamin dan dilindungi dalam konstitusi kita, pasal 28 G (1), pasal 28 I (2), pasal 28 H (1), pasal 28 G (2), pasal 28 A, pasal 27 (1) dan pasal 28 D (1),” ungkap Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua  Septer Manufandu,SPT didampingi Pokja Kesehatan dan Perempuan Foker LSM Papua Luisia Erni dan Ketua Sub Koordinasi Mediasi, Perwakilan Komnas HAM Papua Andriani S Walli.  Kekerasan seksual yang dialami oleh tahanan perempuan, juga merupakan sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1984, tentang ratifikasi Konvensi tentang penghapusan terhadap segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW), serta UU Nomr 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi anti penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. 
Masih dalam pernyataannya kepada pers, bahwa kekerasan terhadap perempuan juga disebut sebagai kejahatan, sebagaimana tercantum dalan resolusi 48/104, alinea ke delapan mukadimah dan deklarasi tentang kekerasan terhadap perempuan, pasal 1,2 (a) dan 4 (c). 
Dengan mencermati kasus keerasan seksual tersebut serta penanganannya, Kelmpok Kerja (Pokja) Kesehatan dan Hak-Hak Perempuan, Foker LSM Papua, secara garis besar membuat dua pernyataan sikap dan desakan kepada Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura, Kepolisian Daerah (Polda) Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Gubernur Provinsi Papua. 
Yaitu : yang pertama bahwa, dengan kewenangannya yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan serta legitimasi rakyat untuk memperjuangkan pemenuhan hak-haknya, termasuk hak-hak perempuan, maka Gubernur dan DPRP perlu : 
1. Lebih serius menyikapi kasus kekerasan seksual terhadap tahanan perempuan yang baru terungkap pada Maret 2011 (juga kasus-kasus lainnya, seperti penikaman Banjir Ambarita, Wartawan Viva News). 
2. melaksanakan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, dengan melakukan pengawasan terhadap upaya penegakan supremasi hokum dan penghormatan terhadap HAM di Papua, tentu berkoordinasi dengan aparat penegak hokum. 
Pernyataan kedua, bahwa dengan tujuan yang luhur untuk menjadikan Polri sebagai Polisi professional, Polisi yang merakyat, Polisi yang taat hokum, maka hukuman yang diebrikan kepada aparat kepolisian pelaku kekerasan seksual terhadap tahanan perempuan mestinya tidak saja bersifat mendidik, tetapi juga dapat member efek jera serta rasa keadilan bagi masyarakat. 
Masih dalam pernyataan kedua, Hukuman 21 hari kurungan jelas jauh dari sifat hukuman sebagaimana diatas. Hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan perlu mempertimbangkan tiga hal, yaitu : 
1.    Akibat yang diterima oleh perempuan korban (pasal 26 H (1) UUD : “… akibat dari kekerasan seksual itu, perempuan kroban dapat kehilangan hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin”.
2.    Bobot pelanggaran terhadap konstitusi dan peraturan perundang-undangan (deklarasi tentang kekerasan terhadap perempuan pasal 4 huruf c dan i : “… Polisis akan memperlihatkan ketekunan yang dibutuhkan untuk mencegah, menyelidiki dan melakukan penahanan bagi semua tindak kekerasan terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh pejabat public atau orang swasta, di rumah tangga, dalam masyarakat dan di lembaga-lembaga resmi”.
3.    Citra kepolsian resformis. 
Dalam jumpa pers yang berkembang menjadi semacam diskusi tersebut, antara pegurus dua organisasi Pers (PWI dan AJI), tercapai kesepakatan untuk tetap menjalin komunikasi untuk saling membantu dalam upaya terus mendorong penyelesaian kasus oral seks dalam tahanan serta kasus persobaan pembunuhan terhadap Wartwan  Vivanews. 
Salah satu pengurus AJI, Cunding Levi, mengatakan bahwa dua kasus tersebut dapat dikatakan saling keterkaitan. “Dua kasus ini, dalam upaya penyelesaiannya saling berkaitan. Jadi harus diselesaian yang A baru diselesaikan yang B,” ungkapnya dalam sesi dialog. 
Dalam kesempatan tersebut, juga disepakati untuk digelarnya sheering (tukar pikiran) antara organisasi Pers (PWI dan AJI) dengan Foker LSM Papua, guna bersama-sama saling memberika informasi terkait duduk permsalahan serta upaya-upaya yang telah dilakukan terkait dua kasus tersebut.
“Pada prinsipnya kami dari AJI selelu siap dan terbuka bagi pihak manapun, seperti LSM ini, bahkan kepolisian sekalipun, bila menginginkan informasi terkait dua kasus tersebut, terutama kekerasan (percobaan pembunuhan) terhadap pekerja jurnalis,” ungkapnya kepada Bintang papua usai jumpa pers. 
Dan terkait proses penyelidikan dari pihak AJI atas kasus yang menimpa Bram, menurut Cunding hingga berita ini diturunkan masih misterius. “Belum ada titik terang. Kami akan terus mendesak kepolisian untuk mengungkap motif dibalik penikaman terhadap Wartawan,” tegasnya. 
Terkait kesepakatan akan dilakukannya shaaring antara Foker LSM dengan organisasi wartawan (PWI dan AJI), Cunding mengatakan bahwa bukan tidak mungkin akan terbentuk satu tim yang akan bekerja bersama dalam mendorong proses pengungkapan dua kasus tersebut serta penyelesaiannya yang memenuhi rasa keadilan, terutama bagi korban.****/03

sumber, bintangpapua.com
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger