JAYAPURA Binpa—DPRP dan Gubernur diminta memanggil
Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Mohammad Erfi Safitri dan
Kapolda Papua Irjen Pol Drs BL Tobing untuk dimintai
pertanggungjawabannya sekaligus menyurati Presiden atas keadaan di
Tanah Papua , serta rangkaian kejadian (penembakan) yang tak pernah
terungkap.
Demikian disampaikan Direktur FOKER LSM Papua Drs Septer Manufandu saat pertemuan Komisi A DPRP bersama elemen masyarakat untuk menyikapi rangkaian aksi penembakan misterius (Petrus) yang akhir akhir mendera warga Kota Jayapura khususnya dan Papua umumnya di Ruang Banggar DPRP, Jayapura, Kamis (7/6).
Pertemuan tersebut dipimpin Ketua Komisi A DPRP Ruben Magay, S.IP, Anggota Komisi A DPRP masing masing Nasson Utti, SE, Yulius Miagoni dan Ina Kudiai STh diikuti sekitar 30 orang dari kalangan LSM, mahasiswa, partai politik, tokoh perempuan, tokoh agama, termasuk Kakanwil Hukum dan HAM Papua Daniel Biantong SH dan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Buchtar Tabuni.
Pertemuan itu juga awalnya mengundang Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Mohammad Erfi Safitri dan Kapolda Papua Irjen Pol Drs BL Tobing, tapi keduanya tak hadir tanpa pemberitahuan.
Dia mengutarakan pertanggungjawaban otoritas keamanan di Papua sekaligus meminta kebijakan Presiden untuk memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan khususnya bagi rakyat Papua yang terusik lantaran rangkaian kejadian yang tak pernah terungkap selama ini.
Menurut dia, kohesi sosial yang selama ini dibangun antar budaya, antara agamana perlahan berantakan sehingga menyulut konflik sosial. Karenanya, kata dia, semua elemen masyarakat membutuhkan adanya sebuah dialog internal antar warga Papua untuk membangun kembali kohesi sosial sekaligus memutuskan mata rantai kekerasan yang terjadi selama ini.
“Hanya dengan cara ini kita minimalisir konflik sosial serta membuka ruang dialog bagi kelompok kelompok yang berkonflik dengan pemerintah,” imbunya.
Usul yang disampaikan Septer Manufandu mendapat dukungan dari Direktur KIPRA Markus Kayoi yang mengatakan, otoritas sipil harus kuat untuk meminta pertanggungjawaban TNI/Polri. Pasalnya, tugas mereka adalah menjamin keamanan warga setempat.
“Jika mereka tak mampu menamin keamanan, maka rakyat berhak untuk minta pihak lain yang juga bekerja memberikan keamanan dan keselamatan bagi manusia,” tukasnya.
Dikatakan, pihaknya juga menyoroti prilaku aparat kepolisian sepertinya menyimpan dendam terhadap orang Papua sehingga masyarakat menilai prilaku aparat yang tak mencerminkan kepribadian polisi yang memiliki tugas memberikan keamanan.
“Kita minta polisi yang bertugas disini tak dendam dengan orang Papua sehingga polisi kembali dicintai rakyatnya,” tukasnya.
Direktur Aliasi Demokrasi untuk Papua (ALDP) di Jayapura Latifa Anum Siregar, SH mengutarakan kini tak ada satu wilayapun di Tanah Papua yang dapat memberikan jaminan keamanan bagi warganya. Pasalnya, dimana mana ada gangster kelompok yang dengan seenaknya melakukan cara apapun untuk membunuh orang lain.
“Kami minta penataan kembali lembaga keamanan untuk memberikan jaminan keamanan bagi warga,” tutur dia seraya menambahkan, pihaknya meminta seluruh elemen warga menjadwalkan untuk mengundang Kapolda Papua dan Pangdam untuk mengclearkan situasi kantibmas yang terjadi”.
Direktur KONTRAS Papua Olga Hamadi mengatakan rakyat Papua membutuhkan pemimpin yang berani mengungkap kasus penembakan dan kekerasan yang terjadi di Papua. Bila Kapolda tak mampu mengungkapnya sebaiknya diganti orang lain. “Kami tak butuh statement aparat kepolisian pelaku aksi penembakan itu Orang Taka Dikenal (OTK) atau pelaku diduga memiliki ciri ciri berkulit hitam, rambut kriting dan brewok. “Itu statement yang kurang bagus serta menyulut konflik di masyarakat,” kata dia. “Bila disampaikan pelakunya OTK kita tak pernah melihat rakyat sipil membawa senjata”.
Jaringan HAM untuk Perempuan Papua Ida Klasin mengatakan kini rakyat Papua membutuhkan jaminan keamanan. “Kami menyatakan sikap hari ini Papua tak aman. Kita butuh polisi profesional bukan polisi yang setiap terjadi penembakan selalu mengatakan pelakunya OTK,” kata dia.
Pertemuan itu akhirnya menyepakati Selasa (12/6) pukul 08.00 WIT mengundang Gubernur, Kapolda Papua, Pangdam untuk menyampaikan pertangungjawaban terkait rangkaian aksi Petrus di Papua.
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here