SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Apa Solusi Atas Konflik Papua?

Scoop Voice Baptist

About Me

My Photo
Papua, Papua barat/Indonesia, Indonesia
Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua tidak akan pernah memilih diam ketika umat ditintas dan akan terus bersuara sampai keadilan benar-benar terjadi di tanah papua

Voice of Baptist Papua

Asian Human Rights Commission

Welcome to Suara Baptis Papua Online

SB - PAPUA-News

© Copyright 2011 suara baptis papua. Powered by Blogger.

Latest Post

Showing posts with label activists. Show all posts
Showing posts with label activists. Show all posts

Aktivis Papua Barat protes di Darwin menjelang pemilu presiden di Indonesia

Written By Voice Of Baptist Papua on July 10, 2014 | 1:18 AM

Ilustrasi Papua Merdeka
Darwin, Protes Free West Papua telah menunjukkan luar konsulat Indonesia di Darwin karena masyarakat Teritorial Utara Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara.
Kelompok, Teritori untuk Free West Papua, mengatakan protes mendukung Papua berjuang untuk kemerdekaan mereka dari 51 tahun pemerintahan Indonesia.
Aktivis mengatakan protes itu sekitar lebih dari mendukung hak orang Papua 'untuk kemerdekaan dari pemerintahan Indonesia.

Negara Harus Jamin Keselamatan Aktivis Papua Merdeka

Written By Voice Of Baptist Papua on April 15, 2013 | 8:04 PM

Jayapura, 15/4 (Jubi) – Meski para aktivis Papua Merdeka memiliki ideologi yang berseberangan dengan penguasa, namun Ketua Komisi A DPR Papua, Ruben Magay menilai negara tetap harus menjamin kesematan mereka.

Ia mengatakan, Indonesia pernah dijajah Belanda. Meski sejumlah pejuang atau aktivis pro kemerdekaan Indonesia dipenjarakan, namun mereka tidak dibunuh. Mereka bahkan menyaksikan kemerdekaan Indonesia dan masih ada yang hidup hingga sekarang ini.

“Saat itu penjajah Belanda mengerti dan memahami HAM. Meski mereka berseberangan dengan Belanda, namun pejuang Indonesia tidak dibunuh. Namun yang terjadi di Papua saat ini, banyak aktivis Papua Merdeka serta Tapol/Napol yang dibunuh. Ada juga yang meninggal di penjara. Keselamatan mereka harusnya dijamin,” kata Ruben Magay, Senin (15/4).

Menurutnya, KNPB yang saat ini menjadi wadah perjuangan rakyat Papua juga tidak jauh berbeda. Sejumlah aktivisnya ditangkap dan ada yang dibunuh. Untuk itu sebagai Ketua Komisi A DPR Papua, ia mengharapkan agar tokoh-tokoh dan aktivis Papua dilindungi.

“Kurang lebih ada 22 orang KNPB mati di tahun 2012. Juga banyak aktivis lainnya yang mati ditembak dan dipenjara. Saya minta negara melindungi tokoh-tokoh orang Papua, aktivis, aktivis mahasiswa, TPN/OPM bahkan masyarakat biasa. Jangan ditembak dan dibantai. Saat ini di Papua mulai dari aktivis hingga anak kecil dibabat habis. Bahkan, beberapa aktivis Papua Mardeka yang dipenjara di luar Papua seperti di Makassar meninggal di sana,” ujarnya.

Ruben Magay berharap, negara menjaga keselamatan bagi mereka yang berbicara menyampaikan aspirasi atau ideologinya. Masyarakat Papua bersuara merdeka karena kebijakan selama ini tidak berpihak kepada mereka.

“Kami berharap semua aktivis pro kemerdekaan di Papua ada perlindungan. Perlindungan yang saya maksud adalah keselamatan mereka. Bahkan, jika bisa mereka mendapatkan Amnesty dan Abolisi. Propinsi lain tidak sama dangan Papua. Papua masuk ke Indonesia lewat PBB. Jangan terus terjadi kriminalisasi di atas tanah ini,” kata Ruben Magay. (Jubi/Arjuna)

Collective grief’ leads to dream of freedom

Written By Voice Of Baptist Papua on March 28, 2013 | 12:23 AM

For Papuans, their graves are a reminder of the grief that besieges their land.

In front of the Justice and Human Rights Advocacy Network office in Wamena is the grave of Opinus Tabuni, a member of the Papuan Indigenous Council, killed in a military crackdown on World Indigenous Peoples’ Day in August 2008.

Human rights activist Theo Hesegem sat just a few feet from the grave. He recently said that the government’s attitude to the complex social and political problems in Papua would not end the violence.

In 2011, UP4B was established to accelerate development and growth in the most impoverished region in Indonesia. The hope was to improve the welfare of indigenous Papuans and quell their discontents.

But the source of discontent is not about having food on their plates. Theo said that Papuans’ main problem “is not eating and drinking. It’s not about welfare. We don’t know how many children, how many families, how many people have been shot or killed — that’s the problem”, Theo said.

Researchers at the Indonesian Institute of Sciences (LIPI) believe that decades of political violence has led Papua to a collective memory of grief, or memoria passionis.

While the government attempts to speed up development in the region, it retains a military approach. In 2009, security forces killed Free Papua Movement (OPM) leader Kelly Kwalik, and despite of his death, sporadic attacks from the OPM continue. According to the National Intelligence Agency (BIN), last month’s ambush was partly due to rebel fighters unhappy with a new military district command (Kodim) in Puncak Jaya.

“People can’t assume that the issue of Papua is finished. It’s about ideology. You can’t shoot a person and say his ideology is dead. There are other people. That person has children who will continue to think that ‘my father was shot because of Papua’,” Theo said.

Melianus Wantik, 29, member of the National Committee for West Papua (KNPB) which campaign for secession from Indonesia, said that the grave of They H. Eluay, the assassinated leader of the independence movement the Papua Presidium Council, was an important place for KNPB.

Young activists in Papua established KNPB after Theys was killed. During the founding of KNPB Melianus said they camped at Theys.

KNPB members themselves are now on the police wanted list, accused of shootings and bombings. KNPB leader Victor Yeimo reports that 22 KNPB members were killed last year, including the KNPB leader Mako Tabuni.

For Papuan Indigenous Council (DAP) Baliem area head, Yulianus Hisage, the killings no longer have a shock effect on him. “Killing people, shooting people in Papua: It’s normal. For us, the indigenous community, it’s normal because it’s not the first time we’ve seen it,” he said.

Yulianus, who is part of the Jakarta-based conflict resolution NGO, the Titian Perdamaian Institute and often travels outside of Papua, does not feel safe in his own land. “When I leave Papua, for Yogya I feel safe. Back in Papua, I worry when I will be killed,” he said.

http://www.thejakartapost.com/news/

KNPB: Kapolda Papua Harus Hapus DPO

Written By Voice Of Baptist Papua on January 7, 2013 | 3:18 AM

Wim Medlama Topi Biru didampinggi Hakim Pahabol Anggota PNWP dan Anggota KNPB saat jumpa pers (Jubi/Mawel)
Jayapura (6/1)—Melalui juru bicaranya,  Komite Nasional Papua Barat mengatakan pembukaman ruang demokrasi, penahanan sejumah aktivis KNPB hingga ke di balik jeruji besi dan lainnya masuk dalam  Daftar Pencaharian Orang (DPO) adalah demi kepentingan elit politik Papua. 

KNPB mengatakan elit politik bersama  Kapolda berusaha bermain di Papua dengan objek mengkambinghitamkan rakyat dan aktivis di Papua.

“Polda Papua membungkan ruang demokrasi demi elit politik Papua. Demi kepentingan elit politik, Rakyat Papua menjadi korban. Banyak masyarakat, aktivis masuk dalam DPO,” kata juru bicara KNPB, Wim Medlama, dalam jumpa persnya, Sabtu,(5/1) di Café Prima Garden, Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Karena itu, KNPB mendesak Kapolda Papua membebaskan sejumlah tahanan aktivis KNPB dan menghapus daftar nama aktivis KNPB dari DPO. “Menghapuskan seluruh anggota KNPB dan aktivis dari daftar pencaharian orang (DPO) serta membebaskan anggota KNPB dan masyarakat yang ditahan tanpa bukti yang jelas,” kata Wim.

Bagi KNPB, Rakyat Papua ingin kebebasan menyampaikan aspirasinya, melakukan kehendaknya bersama-sama dengan yang lain tanpa ada yang dirugikan. Ruang bagi rakyat mengeksperesikan dirinya secara bersama-sama mesti disediakan pemerintah. Pemerintah tidak menyediakan ruang demokrasi berarti tidak perlu mendengungkan negeri demokrasi dan masyarakat demokrasi.

“Ruang demokrasi perlu ada bagi rakyat Papua. Kalu tidak, tidak perlu menjadi Negara demokrasi. Apa artinya menjadi Negara demokrasi tanpa ada ruang demokrasi bagi rakyat,” kata Hakim Bahabol, anggota, Parlemen Nasional west Papua, menambahkan komentar Wim Medlama. (Jubi/Benny Mawel)

Imparsial ‘Mengutuk’ Pembakaran Polsek Pirime

Written By Voice Of Baptist Papua on November 28, 2012 | 7:53 PM

"Imparsial juga berharap, aparat tidak melakukan tindakan balasan dengan kekerasan dalam mengusut kasus ini karena akan menimbulkan trauma bagi masyarakat Direktur eksekutif Imparsial Poengky Indarti".
 
Jayapura (27/11) — The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) ‘mengutuk’ aksi kekerasan dan pembakaran Polsek Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Papua oleh Orang Tak Dikenal (OTK) yang mengakibatkan tiga anggota polisi tewas, Selasa (27/11) sekitar pukul 06.00 pagi.
Direktur eksekutif Imparsial, Poengky Indarti menegaskan, pihaknya mengutuk terjadinya kekerasan dengan cara pembunuhan dan pembakaran terhadap Kapolsek Pirime, AKP Rolfi Takubesi dan  dua anggotanya Brigadir Jefri Rumkorem  serta Brigadir Daniel Makuker.
“Kekerasan yang dilakukan pelaku sangat bertentangan dengan semangat bersama untuk menjadikan Papua sebagai tanah damai. Kami berharap aparat bisa segera menangkap para pelaku dan membawanya keproses hukum,” kata Poengky Indarti kepada tabloidjubi.com via pesan singkatnya, Selasa (27/11).
Menurutnya, dengan adanya peristiwa ini, menjadi sangat krusial bagi Presiden SBY untuk segera mempersiapkan dialog damai dengan pihak-pihak yang berseberangan agar kekerasan di Papua bisa segera di akhiri. Imparsial juga berharap, aparat tidak melakukan tindakan balasan dengan kekerasan dalam mengusut kasus ini karena akan menimbulkan trauma bagi masyarakat.
“Imparsial juga kembali mendesak Kapolda Papua untuk mengintensifkan operasi penyelundupan senjata. Seret dan tampilkan pelaku penyelundupan senjata. Jika penyelundupan tersebut melibatkan aparat militer atau aparat pemerintah yang lain, maka harus ditindak tegas. 
Kasus kekerasan terhadap aparat kepolisian di Papua yang terjadi pada bulan November ini menimbulkan ketakutan masyarakat yang memang sudah lelah dan trauma dengan kekerasan di Papua,” tandas Poengky Indarti. (Jubi/Arjuna)

Papuan group says one of its leaders killed by Indonesian military

Written By Voice Of Baptist Papua on November 5, 2012 | 12:33 AM

Victor Yeimo Chaiman KNPB
A Papuan separatist group, the West Papua National Committee, or KNPB, says one of its leaders has been killed by Indonesian security forces.

The group’s chairman, Victor Yeimo, says Paul Horis was killed by Indonesian special forces on Sunday, while another member is seriously hurt in hospital.

He says on Saturday a member of the Regional Parliament in Merauke, Peter Katem, was beaten and tortured by the Indonesian military in Merauke.

Other members of the group have been arrested for making or storing bombs - a claim Mr Yeimo dismisses, saying the KNPB is committed to a peaceful campaign for the right to self-determination.
The group has been a prime target of the Indonesian security forces over the past several months.

Human Rights Activist Arrested for Unfurling Morning Star Flag Near SBY

Written By Voice Of Baptist Papua on November 1, 2012 | 2:05 AM

Activists Protes UK
Police in London detained Peter Tatchell, an Australian-born human rights activist, on Wednesday after he unfurled the West Papuan Morning Star flag as Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono’s limousine departed from Westminster Abbey.

“I was arrested for peaceful protest against #Indonesia crimes in #WestPapua,” he tweeted. “Only held a flag.”

The 60-year-old Tatchell said he was wrestled to the ground by Yudhoyono’s presidential security guard (Paspampres) before he was arrested by Metropolitan Police officers.

“The president stands accused of war crimes in East Timor and West Papua,” Tatchell said on his foundation’s website, petertatchellfoundation.org.

“It is appalling that the Royal Family and the Prime Minister are hosting a man who is implicated in mass murder,” he went on. “I am saddened that some police officers apparently have no respect for freedom of expression and the right to peaceful protest.

According to Tatchell, he was released without charge two hours after being taken to Charring Cross police station.

“Clearly, the police knew they had over-stepped the mark and that the charges against me were baseless,” he said.

Tatchell had been planning to perform a citizen’s arrest — something he has attempted before — on Yudhoyono, but failed to do so.

In 2001, Tatchell, who is a well-known for gay rights proponent, was attacked by Zimbabwean president Robert Mugabe’s security personnel during a visit to Brussels.

Beside Tatchell, dozens of protesters on Wednesday denounced alleged human rights abuses in Indonesia and accused Britain of putting commercial interest ahead of basic freedoms.

“The West Papuans are being held, tortured and killed and all England and the whole European Union do is back him [Yudhoyono] up — they are only in it for the money,’ protester Nal Pattinama said with tears in her eyes, as quoted by Reuters.

Indonesia’s government and military have been criticized in the past for human rights abuses in West Papua after Indonesia took over the province in 1969 via a vote by community leaders that was widely criticized as rigged.

A low-level insurgency for independence has simmered on Indonesia’s eastern-most island for decades.

Protesters, some wearing Halloween masks and ghoulish face paint, gathered outside the prime minister’s office on Downing Street and waved red paint-splattered placards calling for the release of Papuan political prisoners, imprisoned for advocating independence from Indonesia.

Others, including representatives from Amnesty International and Indonesian non-government organizations, waved West Papuan flags, an act they said is punishable by 15 years in prison in Indonesia.

“It’s disgusting that one can walk up towards [Buckingham Palace] and the Indonesian flag is flown on behalf of our government supporting the likes of Indonesia,” protester Bob Corn said.

 Source News: The Jakarta Globe

KONTRAS: Papua akan jadi wilayah operasi Densus 88

Written By Voice Of Baptist Papua on October 26, 2012 | 3:16 AM

An Australian funded Detachment 88 unit in 2010.
JAKARTA: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan  (Kontras) menilai Papua akan dijadikan wilayah operasi Detasemen  Khusus (Densus) 88 sehingga kekerasan di provinsi tersebut akan terus  berlangsung. Kalangan masyarakat sipil mendesak untuk dilakukannya  penarikan TNI dan Polri. 

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan pihaknya menyesalkan hak  atas kemerdekaan, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di Papua tidak  sepenuhnya dijamin oleh negara. Organisasi tersebut mencatat sejak  Januari hingga Oktober 2012 terdapat  81 tindakan kekerasan,  setidaknya 31 meninggal dan 107 orang mengalami luka-luka di Papua.

"Demokrasi di tanah Papua telah dipancung dan menjadi tantangan berat  bagi warga sipil untuk menkritisi kebijakan Negara yakni TNI dan Polri  yang berlangsung hingga saat ini," ujar Haris dalam pernyataan bersama dengan National Papua Solidarity, Bersatu untuk Kebenaran dan Yapham,  yang dikutip pada Jumat (26/10/2012).

Dia mengatakan salah satu sebab mengapa terjadinya kekerasan di  provinsi tersebut adalah ingin dijadikannya Papua Barat sebagai  operasi Densus 88. Sedangkan sebab lainnya, kata Kontras, adalah  adanya pelabelan separatis pada sejumlah warga di Papua serta isu  keamanan di Asia Pasifik, khususnya Papua Barat telah menjadi alasan Indonesia memperkuat kerja sama keamanan bersama negara-negara imperialis.

Haris mengungkapkan kondisi tersebut telah menjadikan Papua sebagai  lahan subur bagi konflik, demi kepentingan negara, ekonomi dan  kekuasaan. Kontras menilai tidak heran kenyataan itu mendorong rakyat  pribumi di Papua bangkit memperjuangkan keadilan dan kebenaran yang  tak kunjung tiba.

"Kami mendesak kepada Presiden untuk segera membuka ruang gerak demokrasi di Papua dan merealisasikan dialog damai antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga," demikian Haris. (Bsi)

 Sumber: http://www.bisnis.com

KontraS : Sepanjang Oktober Sebanyak 31 Orang Tewas di Papua

Written By Voice Of Baptist Papua on October 25, 2012 | 6:52 PM

Para demonstrasi masih diberikan stigma separatis.

Korban Kekerasan di Papua (photo KNPB)
JAKARTA, Jaringnews.com - Tindak kekerasan (kasus penembakan hingga teror) masih terus berlangsung di tanah Papua. Dari catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sejak Januari hingga Oktober 2012 terhitung 81 tindakan kekerasan yang mengakibatkan setidaknya 31 orang meninggal dan 107 orang mengalami luka-luka. Terakhir, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan saat pembubaran demonstrasi tanggal 23 Oktober 2012 di Monokoari, dengan penembakan kepada empat orang peserta massa aksi.

KontraS bersama beberapa Lembaga Element masyarakat dari Papua diantaranya NAPAS, BUK, YAPHAM dalam sebuah Forum Untuk Papua menilai kondisi ini adalah sebuah tindakan pembungkaman demokrasi di tanah papua dengan memberikan stigmatisasi sparatis yang selanjutnya menjadi pintu masuk penangkapan, penyiksaan dan penembakan kepada warga sipil di Papua.

Menurut mereka ancaman tersebut tampak dengan pengawalan aparat TNI dan Polri terhadap seluruh aktivitas warga sipil dengan jumlah yang tidak rasional yang ditempatkan ditanah Papua. Dengan jumlah penduduk papua yang hanya sekitar 2 juta orang harus dikawal oleh ribuan personil organik dan non organik yang di mobilisasi ke tanah papua, yang jumlahnya tidak terdeteksi.

"Tidak ada kebebasan aktivitas apapun yang dialami warga papua, banyaknya pos-pos dan jumlah aparat TNI, Densus 88 dan Polri yang saat ini dengan jumlah tidak tertentu membuat hilangnya demokrasi di Papua,"ujar Alves Fonataba, Juru Bicara National for Papua Solidarity (NAPAS) dalam konpresnsi pers terkait Respon Tindak Kekerasan yang terjadi di Papua yang digelar di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (24/10).

Menurutnya, dari catatan kami pasukan organik keamanan saat ini ada sekitar  14.000 personil. Namun jumlah itu lebih banyak lagi ditambah dengan pasukan non organik dan pasukan lainnya yang di konsentrasikan di Papua dengan.

"Jumlah personil yang ditempatkan di Papua tidak rasional, bahkan DPR RI sebagai mitra pemerintah dalam pengawasan keamanan dan pertahanan sendiri tidak mengetahui berapa Jumlah personil yang terdapat di papua,"ujarnya.

Koordinator KontraS dalam kesempatan yang sama saat ditemui Jaringnews mengatakan bahwa rasionalisasi jumlah pengerahan personil merupakan hambatan dalam pengupayaan perdamaian lewat dialog seperti yang diharapkan warga papua.

"perwujutan perdamaian dipapua harusnya dilajukan dengan forum dialog bukan dengan pengerahan TNI di kota-kota dan desa-desa di papua,"ujarnya.

Jubir KNPB Wim R. Metlama, KNPB Melatih Anggota Membuat Bom Adalah Fitnah dan Kriminalisasi KNPB

Written By Voice Of Baptist Papua on October 18, 2012 | 9:29 PM

Jayapura, Voice Baptist,-- Juru BIcara KNPB, Wim R. Metlama kemarin (18/10) di Kafe Prima Garde, mengatakan bahwa KNPB melatih BOM kepada anggota KNPB adalah suatu fitnah dan kebohongan untuk membenarkan penangkapan dan penculikan liar yang dilakukan oleh Densus 88 dan Kepolisian Indonesia.

Sebelumnya, Polda Papua melalui Direskrim kemarin (17/10) kepada wartawan menuduh  bahwa KNPB melatih anggotanya merakit bom.

Pada bulan September, sebuah ledakan bom mengguncang sebuah ruangan Dewan Legislatif Jayawijaya, Diikuti oleh yang lain ledakan di sebuah pos polisi di Wamena.

Sejauh ini Polisi telah Menahan 10 anggota KNPB sebagi  tersangka dan Mereka masih mengejar lima tersangka tambahan lagi Kata Jubir Polda papua.

Di susul sekretariat KNPB di wamena  di temukan sejumlah bahan peledak  termasuk bahan-bahan pembuat Bom.

Namun para petinggi KNPB membantah tuduhan polisi, kata Ketua Umum KNPB Victor yeimo mengatakan, penemuan bom adalah suatu skenario dan membenarkan diri keberadaam densus 88 di papua yang notabena sebagai anti teror, yang di kutip ABC-TV Australia beberapa waktu lalu.

KNPB menunding Polisi hanya kriminalisasikan KNPB yang selama ini berjuang tanpa kekerasan dan damai kata Victor di ABC.

Para pekerja kemanusiaanpun meragukan penemuan BOM di wamena, ini hanya skenario untuk membasmi para aktivis kemanusiaan di papua, di kutip the jakarat post.

Densus 88 di latih oleh Polisi Federal Australia saat kejadian BOM bali 2002 silam. Densus adalah anti terorisme bukan anti separatisme, dan hal ini mendapat sorotan dari paratai hijau australi termasuk Polisi Federal Australia berjanji akan meninjau bila di salah gunakan apa yang kami melatih.


 

Polisi Kembali Menangkap 4 Orang Pengurus KNPB di Timika

Penangkapan activits (photo ilust)
Jayapura Voice Baptist,-- KnpbNews Melaporkan, Densus 88 dan ratusan Polisi Indonesia kembali melakukan penggerebekan dan penangkapan terhadap pengurus KNPB WIlayah Timika, Jumat (19/10) pukul 5.00 wp. Ketua KNPB WIlayah Timika, Steven Itlay, dan Romario Yatipai, Wakil Ketua Parlemen Nasional dari Wilayah Bomberai bersama 3 anggota KNPB lainnya ditodong dan ditangkap.
Menurut, beberapa saksi mata, gabungan Polisi dan Densus 88 tersebut melakukan penyergapan sejak pukul 5 pagi tadi di Gorong-Gorong, Bendungan di rumah Ketua KNPB Mimika, Steven Itlay. “Kami lihat mereka kurung kompleks ini dan kurung rumah. Mereka tangkap 4 orang yaitu Steven Itlay, Marthen Kalolik, Denias Tekege, dan satu lagi belum diketahui namanya”, kata informan yang berada di kompleks Gorong-gorong.

Menurutnya, penyergapan secara membabi-buta tanpa alasan jelas itu juga dialami Romario Yatipai yang adalah wakil ketua I PNWP wilayah Bomberai. “Romaria juga ditangkap di Jalan Kesehatan Timika Indah, kamera dan laptop juga ikut disita sejak pukul 5 tadi pagi”, jelas informan KNPBnews.

Sampai berita ini diturunkan, belum diketahui alasan penangkapan liar itu. Crew KNPBnews yang berada di Timika sedang mencari keberadaan ke lima anggota KNPB tersebut.

Sebelumnya, Polda Papua melalui Direskrim kemarin (17/10) kepada wartawan menuduh dan membuat pembohongan bahwa KNPB melatih anggotanya merakit bom. 

Menurut Juru BIcara KNPB, Wim R. Metlama kemarin (18/10) di Kafe Prima Garde, pemberitaan bahwa KNPB melatih BOM kepada anggota KNPB adalah suatu fitnah dan kebohongan untuk membenarkan penangkapan dan penculikan liar yang dilakukan oleh Densus 88 dan Kepolisian Indonesia (wd).

West Papua, Eastern Indonesia: Sweeping Wamena

By Elizabeth Kendal
Religious Liberty Prayer Bulletin (RLPB) 181 Special to ASSIST News Service 

Elizabeth Kendal
AUSTRALIA (ANS) -- The Dutch first brought the gospel to Dutch (West) New Guinea, along with health care and education, gradually transforming the coastal towns. When Mission Aviation Fellowship (MAF) USA arrived in the mid-1900s, the previously inaccessible interior was opened to pioneer missionaries, several of whom lost their lives in the service of the gospel. In a relatively short space of time (in history), endless tribal war and shamanism came to be replaced with worship of the Lord -- Papua was transformed.
When Indonesia gained independence in 1949, the Dutch retained control of Irian Jaya believing the Melanesian Christians were simply too distinct from Javanese Muslims to be under Indonesian rule. Indonesia, however, invaded the resource-rich region in 1961 and, with the complicity of the UN and USA, annexed it in 1969. Ever since, Papua's Melanesian Christians have suffered while their spectacular land has been militarised, exploited, colonised and Islamised.
This is the slow genocide of a Christian people. The West ignores this, deeming good relations with Indonesia to be more in line with Western economic and geo-strategic interests. Surely God is not pleased.

West Papua National Committee (KNPB) is a pro-independence advocacy group committed to peaceful activism. Because 'Special Autonomy' has failed, the KNPB is calling for the UN to oversee a referendum on self-determination. In early June Indonesian soldiers rampaged though the KNPB stronghold of Wamena, the largest town in the central highlands. (PHOTOS) Then on 14 June Indonesian police shot KNPB deputy, Moses Mako Tabuni, in a Jayapura street. Shot in the hip, he died in police custody en route to hospital. Police allege Tabuni was 'resisting arrest', but human rights groups doubt this and local witnesses deny it. UK-based Papuan activist Benny Wenda has labelled it an 'assassination'.

On 29 September, after a couple of minor bombing incidents, Indonesian authorities launched a sweep through Wamena and its surrounding villages. They claim they found explosive materials in the homes of KNPB members, nine of whom have been arrested. Papua is a deeply Christianised culture and many Papuan civic leaders are also church leaders. One such leader, the Moderator of the Papuan Baptist Church, Reverend Socratez Sofyan Yoman, is certain the bombings were the work of Indonesian security forces who are now using them to justify launching anti-terror operations against peaceful, pro-independence activists. Human rights monitors agree with that assessment. The director of the Papua branch of Institute for Human Rights Study and Advocacy (Elsham), Ferry Marisan, comments: 'We observed their [KNPB's] activities in Papua . . . they never staged violent acts, let alone kept firearms or explosives.' Actually, the activities attributed to the Indonesian security forces are their all-too-familiar modus operandi. Driven by racial and religious hatred and greed, the Indonesian security forces (who make a lot of money in Papua) routinely provoke or fake Papuan separatist incidents to justify launching vastly disproportionate, violent anti-terror measures against the separatists.

Indonesian police, the Australian-trained anti-terrorism squad Detachment 88 and the TNI (Indonesian military) have been sweeping Wamena and surrounding villages, forcing thousands of Papuans to flee into the bush. On 10 October one pastor, who hopes his presence with the displaced will provide them with a degree of protection and a means of communication, made an urgent appeal for prayer. Mass rallies protesting Indonesian repression and human rights abuses will be held across Papua on Wednesday 24 October.

PLEASE PRAY SPECIFICALLY THAT GOD WILL --
  • intervene for his displaced and traumatised people; may he in indignation fight for them and compensate them, and in love gather, lead, carry and comfort them.

    'Behold, the Lord GOD comes with might, and his arm rules for him; behold, his reward is with him, and his recompense before him. He will tend his flock like a shepherd; he will gather the lambs in his arms; he will carry them in his bosom, and gently lead those that are with young.' (Isaiah 40:10,11 ESV)

  • magnify, sharpen and empower the voices of Papuan church leaders who risk their lives to speak out against cruelty and injustice; may their words not only enter ears and be heard, but pierce consciences and compel action.
  • effect a breakthrough to prevent genocide and restore the dignity of his people, that the LORD might be praised and glorified in Papua.
SUMMARY FOR BULLETINS UNABLE TO RUN THE WHOLE ARTICLE
---------------------------------------------------------------------
SWEEPING WAMENA (PAPUA, EASTERN INDONESIA)

Papua's Melanesian Christians suffer under Indonesian rule as their land is militarised, exploited, colonised and Islamised by Javanese Muslims. This is the slow genocide of a Christian people. Driven by racial and religious hatred and greed, Indonesian security forces routinely provoke or fake Papuan separatist attacks to justify launching violent anti-terror measures against Papuan civilians. Since June, Indonesian security forces (including Detachment 88) have been 'sweeping' Wamena, the largest town in the central highlands, on the pretext of fighting terrorism. Thousands of Papuan civilians have been driven from their homes into the inhospitable jungle. Nine members of the pro-peace, pro-independence advocacy group, the West Papua National Committee, have been framed as 'terrorists'. Church leaders are appealing for help, and especially for prayer.

More....
For more information on Papua see: Religious Liberty Monitoring / Papua

Elizabeth Kendal is an international religious liberty analyst and advocate. This prayer bulletin was initially written for the Australian Evangelical Alliance Religious Liberty Commission (AEA RLC).

Elizabeth Kendal's blogs:
Religious Liberty Monitoring and Religious Liberty Prayer Bulletin
 

Akui Keberadaan Densus 88 Di Papua, Anggota DPR RI Kecam Menlu Australia

Written By Voice Of Baptist Papua on October 17, 2012 | 2:54 AM

Update by Jubi
Anggota DPR RI, Mahfudz Siddiq (IST)
Jayapura)---Anggota DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengecam Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr yang menurutnya memiliki standar ganda, setelah Carr menyerukan penyelidikan terhadap pembunuhan Mako Tabuni, Wakil Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Dalam wawancara dengan media Australia, The Age (30/8), Mahfudz Siddiq meminta Carr agar berhati-hati dengan pernyataan mereka karena bisa menunjukkan standar ganda yang dimiliki Australia.

"Menurut pendapat saya, itu terlalu jauh untuk Bob Carr menyebutkan pelatihan HAM bagi Densus 88. Apakah Australia memberikan komentar ketika aktivis Islam terbunuh atau terluka oleh Densus 88?" tanya Mahfudz.

Dalam wawancara yang sama, Mahfudz Siddiq, Legislator dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengkonfirmasi keberadaan Detasemen Khusus Anti-Teror (Densus 88) di Papua. Disebutkan oleh Mahfudz, keberadaan Densus 88 di Papua karena serangkaian kekerasan yang terjadi di Papua sudah bisa dilihat sebagai teror. Termasuk serangkaian kekerasan yang dituduhkan kepada Mako Tabuni selama ini.

"Itu yang membuat kehadiran Densus 88 dan keterlibatannya dalam beberapa kasus di Papua sebagai tugas mereka. Beberapa kasus di Papua Barat pada waktu itu sudah dilihat sebagai teror," kata Mahfudz.

Menlu Australia, Bob Carr, ketika wawancara live di Stasiun Televisi Australia, ABC, mengatakan bahwa Australia tak pernah ragu untuk terus mengangkat isu Hak Asasi Manusia (HAM) di dua provinsi Indonesia, Papua dan Papua Barat.

"Namun, sekali lagi, itu terjadi dalam konteks kita konsisten mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua, dan pada saat yang sama menegaskan hak kita sebagai teman dan tetangga untuk mengangkat isu-isu hak asasi manusia - paling baru yang satu ini (keberadaan Densus 88 di Papua)." kata Caar. (Jubi/Victor Mambor

Buctar, Aksi Penangkapan Bagi Aktivis Papua adalah sebuah spirit baru untuk melakukan perlawanan yang lebih radikal

Buctar Tabuni Bersama Alm. Mako Tabuni
Jayapura Voice Baptist,--  Ketua Parlement nasional papua barat Bucthar Tabuni mengatakan, Apa yang di lakukan oleh TNI/POLRI dan densus 88 terhadap seluruh aktivis KNPB adalah sebuah spirit baru untuk melakukan perlawanan yang lebih radikal dan militan. hal di sampaikan melalui akun facebook" Buctar Tabuni 17/10.

Dia juga menulis," dilihat dari sisi manusia biasa adalah membawa sebuah ketakutan seumur hidup namun sebagai seorang pejuang adalah sebuah spirit baru untuk melakukan perlawanan yang lebih radikal dan militan. Untuk itu, di harapkan kepada semua aktivis KNPB jangan takut, jangan gentar, jangan lari dan jangan menyerah".

Dia menambahkan "Ingat! Kematian dalam membela kebenaran adalah kemuliaan bagi kita dan penjara adalah istana bagi kita."

Dalam akunnya di beri suatu penguatan atau spirit bagi anggota yang saat ini sedang dalam incaran kepolisian polda papua. ini kitipan yang di kirim akirim di akun facebook buctar tabuni.
"Apa yang di lakukan oleh TNI/POLRI dan densus 88 terhadap seluruh aktivis KNPB, jika kita lihat dari sisi manusia biasa adalah membawa sebuah ketakutan seumur hidup namun sebagai seorang pejuang adalah sebuah spirit baru untuk melakukan perlawanan yang lebih radikal dan militan. Untuk itu, di harapkan kepada semua aktivis KNPB jangan takut, jangan gentar, jangan lari dan jangan menyerah. Ingat! Kematian dalam membela kebenaran adalah kemuliaan bagi kita dan penjara adalah istana bagi kita. Tetap TEGAR dan berdiri KOKOH. Maju....dan LAWAN. Buctar Tabuni."
Hal ini sampaikan atas keprihatinan sebagai pimpinan aktivis yang belakangan aparat gabungan yang sedang melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap aktivis papua. Buctar saat ini berada dalam penjara atas vonis Hakim8 bulan penjara dengan  tunduhan pengurusakan LP abepura di tahun 2010 silam". (tw)


Densus 88 diimplikasi dalam operasi terhadap aktifis di Papua

Written By Voice Of Baptist Papua on October 5, 2012 | 1:32 AM

Densus 88 menghadapi tudingan baru penyalah-gunaan wewenang di Papua.
Published By Hayden Cooper http://www.radioaustralia.net.au/
Satuan yang dilatih dan dibiayai oleh Australia itu telah melancarkan operasi baru terhadap para aktifis kemerdekaan Papua dan menahan delapan orang atas tuduhan membuat bom.

Namun Komite Nasional Papua Barat menolak tuduhan itu dan mengatakan kepada ABC bahwa pihaknya dijebak dengan bahan peledak demi membenarkan kegiatan Densus 88.

Papua telah diguncang kekerasan dan ketegangan tahun ini dengan sejumlah aktifis kemerdekaan ditahan, dipukuli dan dibunuh.

Pada bulan Juni, tentara melancarkan operasi di Wamena, yakni kubu Komite Nasional Papua Barat atau KNPB.

Akhir pekan lalu polisi sekali lagi menyerbu daerah itu, menggeledah rumah-rumah dan kantor anggota KNPB.

Delapan orang ditahan, dan para saksi, termasuk Ketua KNPB, Victor Yeimo, mengatakan, sekali lagi Densus 88 terlibat.

"Ketika mereka menangkap saudara-saudara kami dari KNPB di Wamena, kami melihat Densus 88 dalam satu mobil, dan satu mobil lagi terdiri dari polisi dan TNI," kata Yeimo.

Polisi menuduh mereka yang ditahan itu membuat bom dan menyatakan menemukan bahan peledak dalam operasi itu.

Yeimo menolak tuduhan itu dan mengatakan, pihaknya dijebak sebagai teroris untuk membenarkan kehadiran Densus 88.
Di Papua, lembaga advokasi HAM yang dikenal dengan nama ELSHAM mempelajari insiden penangkapan tersebut dan menduga bahwa bahan peledak yang ditemukan polisi memang sengaja dipasang untuk menjebak.

Pandangan ini mendapat dukungan di Australia dari para aktifis kemerdekaan Papua.
"Mereka tidak memiliki kapasitas untuk memperoleh bahan peledak. Menurut Elsham, bahan peledak tersebut mungkin sengaja ditaruh di rumah anggota-anggota KNPB dimana mereka menemukannya dan bukan hal baru bagi aparat keamanan untuk melakukannya," kata Cammi Webb-Gannon, dari Proyek Papua Barat Universitas Sydney.

"Saya pikir KNPB tidak punya alasan untuk membuat bom karena mereka percaya pada pendekatan damai untuk meraih kemerdekaan, mereka menginginkan referendum kemerdekaan Papua."

Operasi Berdarah

Densus 88, yang dilatih oleh Australia untuk operasi kontra-terorisme, juga dikaitkan dengan serangkaian insiden dalam mana sejumlah pemimpin kemerdekaan Papua ditangkap dan dibunuh.

Ketika jurnalis program 7.30 ABC pergi ke Papua pada bulan Agustus, operasi terhadap gerakan kemerdekaan sudah sangat gencar dan mengakibatkan beberapa korban jiwa, termasuk pembunuhan tokoh KNPB, Mako Tabuni.

Para saksi mata mengatakan, ia ditembak di jalan oleh Densus 88.
Yeimo menggantikan Tabuni sebagai Ketua KNPB dan sejak itu, ia mengatakan, operasi semakin hebat karena ia berkampanye secara terbuka.

"Kami adalah aktifis non-kekerasan di Papua Barat," katanya dalam sebuah video yang dikirim kepada 7.30.
"Kami akan memperjuangan hak kami untuk merdeka dengan cara-cara damai di Papua Barat."
"Kami menuntut hak penentuan nasib sendiri, hak untuk menyelenggarakan referendum di Papua Barat secara damai dan demokratis."

Namun pihak berwenang Indonesia tidak percaya pada pernyataan non-kekerasan Yeimo dan mereka mengejar KNPB lebih keras lagi.

Para pengamat internasional mengatakan, itu karena pemerintah Indonesia merasa terancam oleh gerakan kemerdekaan.

Cammi Webb-Gannon mengatakan, hubungan internasional gerakan kemerdekaan Papua dapat menjelaskan kekhawatiran Indonesia.
"Pertama banyak dari mereka masih muda-muda, mereka mahasiswa, atau baru lulus," katanya kepada 7.30.
"Jadi mereka memiliki semangat yang kuat, mereka juga mempunyai dukungan rakyat, mereka berjuang dari prespektif akar rumput, dan saya pikir Indonesia khawatir karena mereka mempunyai hubungan internasional."

Kepala Polisi Baru

Operasi pada akhir pekan itu menyusul pengangkatan Kapolda baru Papua, Brigadir Jendral Tito Kurniawan.
Latar belakangnya sebagai mantan kepada Densus 88 menimbulkan keresahan serius di sebagian kalangan di Papua meskipun ia menjamin penerapan suatu pendekatan baru yang inklusif.

7.30 mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemerintah Indonesia tentang situasi paling akhir di Papua tapi belum mendapat jawaban. Upaya untuk menghubungi Kapolda Papua juga tidak berhasil.
Sementara itu Yeimo mendesak dibebaskannya delapan aktifis yang diciduk pada akhir pekan.

Dan bersama para pendukungnya di Australia, ia menghimbau pemerintah Australia untuk mempertimbangkan kembali pemberian dana kepada Densus 88.

Indonesian Lawmakers, Activists Urge More Action On Rohingya

Written By Voice Of Baptist Papua on August 2, 2012 | 10:09 PM

Government forces stood by and watched as sectarian violence erupted last month in western Myanmar and then opened fire on ethnic Rohingya as they tried to save their burning homes, a human rights group said on Wednesday.

In Jakarta, lawmakers and activists urged the government to send a team to help stop massacres in the country.

New York-based Human Rights Watch called for a strong international response to “atrocities” committed during last month’s bloody unrest between Rakhine State Buddhists and Muslim Rohingya.

The fighting that left at least 78 people dead has subsided but many tens of thousands remain homeless — mostly Rohingya in need of food, shelter and urgent medical care.

“The [Myanmar] government claims it is committed to ending ethnic strife and abuse, but recent events in [Rakhine] state demonstrate that state-sponsored persecution and discrimination persist,” Brad Adams, Human Rights Watch’s Asia director, said in a statement.

He urged the international community not to be “blinded by a romantic narrative of sweeping change” in the country.

The group released its report as a UN human rights envoy, Tomas Ojea Quintana, visited Rakhine state to investigate the violence, some of the deadliest sectarian bloodshed in Myanmar in years.

Quintana’s evaluation is likely to be regarded as a yardstick for measuring the reforms undertaken by President Thein Sein after Myanmar ended decades of repressive military rule.

Indonesian legislator Almuzzammil Yusuf is calling for the House of Representatives to send a delegation to Myanmar to hold a dialogue with their counterparts there on the Rohingya conflict.

Almuzzammil, a member of the Inter-parliamentary Cooperation Agency (BKSAP), said dialogue was necessary to prevent the issue from triggering worse religious and ethnic conflicts, Antara news agency reported.

“I have made the proposal to the leaders of Commission I of the House of Representatives and the BKSAP chairman,” Almuzzammil said, referring to the House body that oversees foreign affairs. 


Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger