TNI/POLRI di Puncak Jaya Dinilai ‘Mubazir’
JAYAPURA—Video berjudul Indonesia Military Ill thread and Torture indigenous Papuans beredar di situs Youtube, senin (17/10) yang menampilkan keke rasan dan penyiksaan yang diduga dilakukan aparat TNI di Papua. Setelah tayang selama 22 jam, akhirnya video tersebut dihapus.
Kasus ini juga mendapatkan perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menggelar rapat intern bersama para menteri. Guna membahas aksi kekerasan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada seorang warga yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), di Jakarta, Jumat (22/10) kemarin, de ngan kesimpulan bahwa kejadian tersebut benar dilakukan anggota TNI.
Terus menuai kecaman banyak pihak. Tokoh Gereja yang selalu vocal terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM Papua, yakni Dumma Sokratez Sofyan Yoman meminta pemerintah agar menarik keberadaan pasukan TNI/POLRI yang selama ini melakukan operasi militer di Puncak Jaya, karena tidak mampu menciptakan rasan aman bagi warga masyarakat di wilayah tersebut.
“Tidak ada gunanya mereka (TNI/POLRI) tinggal disitu, kehadiran mere ka seharusnya memberikan kenyamanan, kedamaian, ketenangan dan kesejukan, bagi masyarakat,” tegas Ke tua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua ini via telephon kepada media ini, Jumat (22/10) malam kemarin.
Dikatakan, peredaran video kekerasan tersebut menunjukkan bahwa intimidasi maupun perlakuan-perlakukan buruk terhadap warga Papua di pedalaman terpencil sudah sering terjadi, bahkan Gereja, katanya, memiliki segudang catatan dan pengalaman tentang tindak kekerasan aparat militer di seluruh wilayah Papua.
“pemerinah untuk segera menuntaskan seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua sejak tahun 1969 sampai sekarang, harus diselesaikan secara tuntas dan memberikan rasa keadilan bagi para korban,” katanya.
“Gereja telah banyak mencatat kasus-kasus pelnggaran HAM yang harus diungkapkan, KOMNAS HAM sebagai lembaga negara dan dunia yang memegang teguh pronsip-prinsip serta nilai-nilai kemanusiaan harus bekerja secara professional, untuk mengungkapkan kasus-kasus kekerasan semacam ini, dan kami gereja siap mengkonfirmasikan data kami dengan KOMNAS HAM,” sebut Yoman.
Ia mengatakan, video kekerasan tersebut merupakan bukti kongkrit bahwa upaya pemulihan kepercayaan orang Papua terhadap pemerintah Indonesia yang selama ini dimainkan melalui program-program pendekatan social merupakan kebohongan belaka.
“Gereja tidak mungkin berbicara yang bohong, dan rekayasa karena gereja harus bicara yang benar dan jujur sesuai dengan fakta-fakta yang ada, apalagi gereja selalu ada ditengah-tengah rakyat,” singgungnya.
“Bahkan gereja ikut menyaksikan dan melihat juga perlakuan yang tidak manusiawi terhadap rakyat Papua. Kami harapkan juga ada pengakuan jujur bahwa terjadi kejahatan Negara yang dilakukan aparat keamanan. Harus mereka akui dengan jujur bahwa itu dilakukan oleh mereka,” tandasnya. (hen)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here