Berita yang Melansir BBC London Diragukan Kebenarannya
JAYAPURA- Salah seorang Aktivis Pembela HAM dan Praktisi Hukum Papua, Yan Christian Warinussy SH, memberikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan aksi demo yang didorong oleh aktivis politik Papua di Sorong, Manokwari, Jayapura dan Biak yang mengedepankan prinsip-prinsip damai.
Kata Warinussy, satu hal yang penting adalah semua pihak, terutama Dewan Adat Papua (DAP), salah satu lembaga kultur yang memiliki legitimasi kuat di rakyat sipil Papua, perlu segera memiliki catatan berupa dokumen dan audio visual mengenai Konferensi Tingkat (KTT) ILWP yang berlangsung di London-Inggris Rabu (3/8) lalu. Dokumen dan bahan audio visual tersebut kata Warinussy perlu dianalisis dan dibuat pengantar yang baik untuk disosialisasikan kepada seluruh rakyat Papua dan pemerintah di daerah ini, termasuk institusi keamanan (TNI/POLRI). Hal ini bertujuan agar semua pihak memperoleh pemahaman yang sama tentang kegiatan itu, serta dampak-dampaknya bagi nasib rakyat dan tanah Papua kedepan.
“Soal apakah ide tentang referendum itu telah atau akan mendapatkan
dukungan dari banyak pihak, itu adalah urusan nanti, sebab hal itu tentunya diperlukan tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun yang kontra dengan ide penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua ini,”jelasnya kepada Koran ini Jumat (5/8) kemarin,
Menurutnya, Satu hal yang patut diingat bahwa hak menentukan nasib sendiri terletak pada semua rakyat di muka bumi, termasuk orang-orang asli Papua. Hal itu lanjutnya sudah diatur dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Masyarakat adat dan penduduk asli di dunia. Dia juga mengingatkan, langkah demokratis yang telah dicapai rakyat Papua melalui penyelenggaraan Konperensi Perdamaian Papua [KPP} 5-7 Juli 2011 lalu adalah bukti dan sebuah langkah maju yang luar biasa dan tidak pernah diprediksi sejak semula oleh banyak kalangan Karena dari KPP tersebut, semua masalah yang selama hampir 10 tahun terakhir ini menjadi pergumulan semua orang Papua dan turut dipelajari, dianalisis dan dikaji oleh berbagai kalangan dan ditulis secara ilmiah.
Selanjutnya hal itu ternyata dapat didiskusikan dengan sangat tajam dan mendalam hingga nanti menghasilkan kesimpulan yang tajam dan rekomendasi yang sangat teknis oleh wakil-wakil orang Papua yang ikut sebagai peserta dalam KPP selama 3 hari tersebut.
DAP seharusnya segera melakukan konsolidasi pada selururh jajarannya di Tanah Papua dan mengambil prakarsa bersama semua komponen rakyat Papua untuk mempersiapkan langkah konkrit kearah tercapainya penyelenggaraan Dialog Papua-Indonesia dalam tahun 2011 ini.
Sementara itu terkait pemberitaan Bintang Papua edisi,Kamis 4/8 dengan judul “KTT ILWP Gagal Sepakati Beberapa Agenda” yang ditulis oleh salah satu Kontributor Bintang Papua yang seolah – olah mengutip Breaking News BBC London berdasarkan penelusuran Pimpinan Redaksi Harian Bintang Papua di Jayapura diragukan kebenarannya.
“kami menyadari ada kekurang telitian dan kesalahan kami dalam melakukan verifikasi dan konfirmasi terkait sumber berita tersebut, karena berdasarkan penelusuran sementara sumber dari berita tersebut diragukan kebenarannya, dan bukan resmi dari BBC London, Redaksi telah memberikan sanksi terhadap kontributor yang bersangkutan sejak besok Sabtu (6/8) atas ketidak jujurannya”, kata Pimred Bintang Papua semalam.
Walhamri Wahid selaku Pemimpin Redaksi menjelaskan berdasarkan pengakuan Kontributor yang mengirimkan berita tersebut kepada Redaksi Bintang Papua, bahwa sumbernya berasal dari sebuah pesan singkat (SMS) yang disebar luaskan oleh salah satu petinggi
Kodam XVII/Cenderawasih yang berdasarkan hasil penelusuran sementara SMS tersebut bersumber dari salah satu pentolan OPM yang sudah “bertobat” dan pada saat Konferensi ILWP dilangsungkan yang bersangkutan sedang berada di London Inggris.
“Penelusuran sementara SMS yang diawali tulisan “BREAKING NEWS BBC LONDON” dengan huruf kapital itu di kirimkan oleh Frans Alberth Joku sebagai laporan kepada petinggi Kodam dimaksud, dan SMS dari Frans Alberth Joku tersebut langsung diforward oleh petinggi Kodam XVII/Cenderawasih kepada kontributor Bintang Papua, kesalahan kontributor kami tidak jujur menyebutkan dengan terang dari mana informasi tersebut ia peroleh, juga tidak melakukan cek dan ricek kebenaran info tersebut, justru menulis seakan – akan itu lansirannya dari BBC London”, jelas Walhamri Wahid.
Menurutnya didalam keredaksian Bintang Papua selain merujuk pada Kode Etik Jurnalistik Indonesia, sudah ada Kode Etik Wartawan Bintang Papua yang mengatur dengan jelas teknis penulisan berita dan etika bagaimana menggunakan sumber anonim, namun sebagai manusia ia mengakui bahwa Redaktur di tengah kejaran waktu dan deadline menggantungkan sepenuhnya kepada kejujuran dan kredibilitas wartawan di lapangan.
“penilaian kami sementara ini kuat dugaan kontributor kami melanggar Kode Etik Jurnalis Indonesia maupun Kode Etik Wartawan Bintang Papua, dengan membuat berita bohong dan mencatut nama media lain sebagai sumbernya, tidak ada unsur kesengajaan dan maksud tertentu”, tandasnya.
Untuk itu selaku Pemred, ia meminta maaf kepada pembaca Bintang Papua terkait “berita bohong” tersebut dan menyatakan mencabut berita yang dikatakan mengutip dari BBC London itu, dan kepada pihak BBC London dirinya mengaku besok (hari ini –Red) akan meyurat resmi untuk mengkonfirmasi sekaligus mengklarifikasi dan meminta maaf seandainya benar adanya berita tersebut bukan dari BBC London.
“kami belum dapat bantahan resmi dari BBC London terkait berita yang dikatakan mengutip BBC London itu, tapi berdasarkan penelusuran kami, diduga kuat sumber berita itu bukan dari BBC London, karena begitu berita itu naik di website kami, saya sudah browsing ke internet tapi tidak menemukan breaking news dimaksud dalam semua situs berita BBC London”, tandas Pimred yang mengaku sedang tidak mengawal Redaksi saat berita tersebut dinaikkan.
Kutipan asli SMS yang dterima oleh Kontributor Bintang Papua tersebut adalah sebagai berikut: BREAKING NEWS BBC LONDON : Pagi ini di London menunjukkan pukul 2.00, tepat tanggal 3 Agustus 2011, dimana waktu – waktu yang sangat di tunggu – tunggu oleh masyarakat Papua, karena ada hari penting berlangsungnya KTT ILWP untuk menentukan hari mendatang bangsa Papua, berpisah dengan bangsa Melayu yang sudah dianggap sebagai saudara sekandungnya. Dari lokasi KTT secara langsung sulit di laporkan wartawan kami, sepertinya jalur info sengaja di blokir supaya unsur pembohongan dan sandiwara politik murahan tidak tersebar keluar.
Tampaknya pemerintah Inggris juga tidak terpengaruh oleh KTT ilegal dan sama sekali tidak menanggapi serius, karena faham demokrasi liberal yang sudah ratusan tahun dibangun. Liputan BBC pun akhirnya memperoleh masukan dari Mr. Andrew Smith bahwa bahwa KTT ILWP gagal mensepakati berbagai agenda yang sudah dirancang sebelumnya, penyebab kegagalan karena Mr. Jhon Saltford dari AS selaku saksi Pepera 1969 menganggap Act of Free Choice 1969 sudah sah sebagaimana Resolusi PBB 2504, sulit kami menentangnya sebagai kebijakan final, nanti banyak wilayah – wilayah pada saat itu meminta lepas, akan mempersulit keputusan PBB.
Sedangkan Mr. Clement Ronawery selaku narasumber yang di undang membenarkan pernyataan Jhon. Sementara itu saat di konfirmasi wartawan kami, Mr. Benny Wenda sebagai pemimpin Papua Merdeka di Kerajaan Inggris tampak kecewa berat dan menghindar dari kejaran wartawan kami. Kasihan orang Papua tertipu lagi dan terus mengharap mimpi – mimpi yang sulit nyata, demikian Liputan BBC London dari Oxford, UK.
Sementara Frans Alberth Joku ketika dihubungi di nomor 44778013xxxx (nomor register Inggris) hapenya sedang tidak aktif, namun dari keterangan pihak KBRI di London memang yang bersangkutan saat Konferensi ILWP tengah berada di London, namun tidak menghadiri Konferensi tersebut namun melakukan serangkaian pertemuan lainnya, dan kehadirannya diketahui oleh KBRI.
“Kalau Nick Messet saya kurang tahu pasti, kalau Pak Frans Alberth Joku memang datang ke London, beritanya ada di Antara, tapi beliau tidak ke tempat Konferensi, lebih memilih untuk lakukan pembicaraan dengan kalangan anggota parlemen Inggris dan LSM di sini”, kata Herry Sudrajat selaku Kepala Fungsi Penerangan KBRI London via SMS kepada Pemimpin Redaksi Bintang Papua semalam.
Dari pihak KBRI sendiri mengakui bahwa mereka tidak melihat liputan tentang konferensi tersebut di TV – TV di Inggris, maupun media – media terkemuka, termasuk BBC London. (cr-30/don/l03)
Kata Warinussy, satu hal yang penting adalah semua pihak, terutama Dewan Adat Papua (DAP), salah satu lembaga kultur yang memiliki legitimasi kuat di rakyat sipil Papua, perlu segera memiliki catatan berupa dokumen dan audio visual mengenai Konferensi Tingkat (KTT) ILWP yang berlangsung di London-Inggris Rabu (3/8) lalu. Dokumen dan bahan audio visual tersebut kata Warinussy perlu dianalisis dan dibuat pengantar yang baik untuk disosialisasikan kepada seluruh rakyat Papua dan pemerintah di daerah ini, termasuk institusi keamanan (TNI/POLRI). Hal ini bertujuan agar semua pihak memperoleh pemahaman yang sama tentang kegiatan itu, serta dampak-dampaknya bagi nasib rakyat dan tanah Papua kedepan.
“Soal apakah ide tentang referendum itu telah atau akan mendapatkan
dukungan dari banyak pihak, itu adalah urusan nanti, sebab hal itu tentunya diperlukan tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun yang kontra dengan ide penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua ini,”jelasnya kepada Koran ini Jumat (5/8) kemarin,
Menurutnya, Satu hal yang patut diingat bahwa hak menentukan nasib sendiri terletak pada semua rakyat di muka bumi, termasuk orang-orang asli Papua. Hal itu lanjutnya sudah diatur dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Masyarakat adat dan penduduk asli di dunia. Dia juga mengingatkan, langkah demokratis yang telah dicapai rakyat Papua melalui penyelenggaraan Konperensi Perdamaian Papua [KPP} 5-7 Juli 2011 lalu adalah bukti dan sebuah langkah maju yang luar biasa dan tidak pernah diprediksi sejak semula oleh banyak kalangan Karena dari KPP tersebut, semua masalah yang selama hampir 10 tahun terakhir ini menjadi pergumulan semua orang Papua dan turut dipelajari, dianalisis dan dikaji oleh berbagai kalangan dan ditulis secara ilmiah.
Selanjutnya hal itu ternyata dapat didiskusikan dengan sangat tajam dan mendalam hingga nanti menghasilkan kesimpulan yang tajam dan rekomendasi yang sangat teknis oleh wakil-wakil orang Papua yang ikut sebagai peserta dalam KPP selama 3 hari tersebut.
DAP seharusnya segera melakukan konsolidasi pada selururh jajarannya di Tanah Papua dan mengambil prakarsa bersama semua komponen rakyat Papua untuk mempersiapkan langkah konkrit kearah tercapainya penyelenggaraan Dialog Papua-Indonesia dalam tahun 2011 ini.
Sementara itu terkait pemberitaan Bintang Papua edisi,Kamis 4/8 dengan judul “KTT ILWP Gagal Sepakati Beberapa Agenda” yang ditulis oleh salah satu Kontributor Bintang Papua yang seolah – olah mengutip Breaking News BBC London berdasarkan penelusuran Pimpinan Redaksi Harian Bintang Papua di Jayapura diragukan kebenarannya.
“kami menyadari ada kekurang telitian dan kesalahan kami dalam melakukan verifikasi dan konfirmasi terkait sumber berita tersebut, karena berdasarkan penelusuran sementara sumber dari berita tersebut diragukan kebenarannya, dan bukan resmi dari BBC London, Redaksi telah memberikan sanksi terhadap kontributor yang bersangkutan sejak besok Sabtu (6/8) atas ketidak jujurannya”, kata Pimred Bintang Papua semalam.
Walhamri Wahid selaku Pemimpin Redaksi menjelaskan berdasarkan pengakuan Kontributor yang mengirimkan berita tersebut kepada Redaksi Bintang Papua, bahwa sumbernya berasal dari sebuah pesan singkat (SMS) yang disebar luaskan oleh salah satu petinggi
Kodam XVII/Cenderawasih yang berdasarkan hasil penelusuran sementara SMS tersebut bersumber dari salah satu pentolan OPM yang sudah “bertobat” dan pada saat Konferensi ILWP dilangsungkan yang bersangkutan sedang berada di London Inggris.
“Penelusuran sementara SMS yang diawali tulisan “BREAKING NEWS BBC LONDON” dengan huruf kapital itu di kirimkan oleh Frans Alberth Joku sebagai laporan kepada petinggi Kodam dimaksud, dan SMS dari Frans Alberth Joku tersebut langsung diforward oleh petinggi Kodam XVII/Cenderawasih kepada kontributor Bintang Papua, kesalahan kontributor kami tidak jujur menyebutkan dengan terang dari mana informasi tersebut ia peroleh, juga tidak melakukan cek dan ricek kebenaran info tersebut, justru menulis seakan – akan itu lansirannya dari BBC London”, jelas Walhamri Wahid.
Menurutnya didalam keredaksian Bintang Papua selain merujuk pada Kode Etik Jurnalistik Indonesia, sudah ada Kode Etik Wartawan Bintang Papua yang mengatur dengan jelas teknis penulisan berita dan etika bagaimana menggunakan sumber anonim, namun sebagai manusia ia mengakui bahwa Redaktur di tengah kejaran waktu dan deadline menggantungkan sepenuhnya kepada kejujuran dan kredibilitas wartawan di lapangan.
“penilaian kami sementara ini kuat dugaan kontributor kami melanggar Kode Etik Jurnalis Indonesia maupun Kode Etik Wartawan Bintang Papua, dengan membuat berita bohong dan mencatut nama media lain sebagai sumbernya, tidak ada unsur kesengajaan dan maksud tertentu”, tandasnya.
Untuk itu selaku Pemred, ia meminta maaf kepada pembaca Bintang Papua terkait “berita bohong” tersebut dan menyatakan mencabut berita yang dikatakan mengutip dari BBC London itu, dan kepada pihak BBC London dirinya mengaku besok (hari ini –Red) akan meyurat resmi untuk mengkonfirmasi sekaligus mengklarifikasi dan meminta maaf seandainya benar adanya berita tersebut bukan dari BBC London.
“kami belum dapat bantahan resmi dari BBC London terkait berita yang dikatakan mengutip BBC London itu, tapi berdasarkan penelusuran kami, diduga kuat sumber berita itu bukan dari BBC London, karena begitu berita itu naik di website kami, saya sudah browsing ke internet tapi tidak menemukan breaking news dimaksud dalam semua situs berita BBC London”, tandas Pimred yang mengaku sedang tidak mengawal Redaksi saat berita tersebut dinaikkan.
Kutipan asli SMS yang dterima oleh Kontributor Bintang Papua tersebut adalah sebagai berikut: BREAKING NEWS BBC LONDON : Pagi ini di London menunjukkan pukul 2.00, tepat tanggal 3 Agustus 2011, dimana waktu – waktu yang sangat di tunggu – tunggu oleh masyarakat Papua, karena ada hari penting berlangsungnya KTT ILWP untuk menentukan hari mendatang bangsa Papua, berpisah dengan bangsa Melayu yang sudah dianggap sebagai saudara sekandungnya. Dari lokasi KTT secara langsung sulit di laporkan wartawan kami, sepertinya jalur info sengaja di blokir supaya unsur pembohongan dan sandiwara politik murahan tidak tersebar keluar.
Tampaknya pemerintah Inggris juga tidak terpengaruh oleh KTT ilegal dan sama sekali tidak menanggapi serius, karena faham demokrasi liberal yang sudah ratusan tahun dibangun. Liputan BBC pun akhirnya memperoleh masukan dari Mr. Andrew Smith bahwa bahwa KTT ILWP gagal mensepakati berbagai agenda yang sudah dirancang sebelumnya, penyebab kegagalan karena Mr. Jhon Saltford dari AS selaku saksi Pepera 1969 menganggap Act of Free Choice 1969 sudah sah sebagaimana Resolusi PBB 2504, sulit kami menentangnya sebagai kebijakan final, nanti banyak wilayah – wilayah pada saat itu meminta lepas, akan mempersulit keputusan PBB.
Sedangkan Mr. Clement Ronawery selaku narasumber yang di undang membenarkan pernyataan Jhon. Sementara itu saat di konfirmasi wartawan kami, Mr. Benny Wenda sebagai pemimpin Papua Merdeka di Kerajaan Inggris tampak kecewa berat dan menghindar dari kejaran wartawan kami. Kasihan orang Papua tertipu lagi dan terus mengharap mimpi – mimpi yang sulit nyata, demikian Liputan BBC London dari Oxford, UK.
Sementara Frans Alberth Joku ketika dihubungi di nomor 44778013xxxx (nomor register Inggris) hapenya sedang tidak aktif, namun dari keterangan pihak KBRI di London memang yang bersangkutan saat Konferensi ILWP tengah berada di London, namun tidak menghadiri Konferensi tersebut namun melakukan serangkaian pertemuan lainnya, dan kehadirannya diketahui oleh KBRI.
“Kalau Nick Messet saya kurang tahu pasti, kalau Pak Frans Alberth Joku memang datang ke London, beritanya ada di Antara, tapi beliau tidak ke tempat Konferensi, lebih memilih untuk lakukan pembicaraan dengan kalangan anggota parlemen Inggris dan LSM di sini”, kata Herry Sudrajat selaku Kepala Fungsi Penerangan KBRI London via SMS kepada Pemimpin Redaksi Bintang Papua semalam.
Dari pihak KBRI sendiri mengakui bahwa mereka tidak melihat liputan tentang konferensi tersebut di TV – TV di Inggris, maupun media – media terkemuka, termasuk BBC London. (cr-30/don/l03)
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here