"Kenyataan rill di
papua terus terjadi dan diabaikan maka saya yakin pemerintah akan menyerahkan
papua sebagai Negara berdaulat tanpa pertempuran" Oleh, Turius wenda
Turius wenda (foto SBP) |
Sejak
tahun 1960-an sampai saat ini konflik papua tidak kunjung usai, pembantaian,
penembakan, Penangkapan semena-mena, diskriminasi, pelanggaran HAM, dominasi
dan banyak kasus lainnya telah menjadi kenyataan rill sehari-hari di papua,
rakyat papua-lah yang paling dominan menjadi korban, tidak ada itikat baik oleh
para berkompeten mencari solusi untuk
menghakiri semua kasus konflik di papua.
Kita
baru saja melihat kasus 17-20 Oktober 2011, saat rakyat papua mengelar kongres
III, Aparat gabungan TNI/POLRI dengan kekuatan peralatan perang telah bubarkan
paksa, akibatnya rakyat papua tidak luput dari serangkaian aksi brutal ini, dan
telah menewaskan setidaknya 6 orang (sesuai laporan komnas HAM). dan juga aksi
mogok di PT. Freeport telah menelan 3 oarng korban akibat kebrutalan aparat
keamanan.
Pemerintah
Jakarta menganggap papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI (Harga
Mati), namun dari kondisi riil di papua perlu dipertanyakan itikat baik
pemerintah. kalau memang papua bagian dari NKRI kenapa Jakarta tidak peduli
dengan konflik berkepanjangan di papua?,
Para
intelektual papua selalu menyuarakan agar persoalan papua harus diselesaian
melalui jalan dialog damai jakarta-papua. ide dialog ini telah di dorong oleh
lembaga LIPI Indonesia dibawah coordinator Muridan W, bersama Jaringan Damai
Papua (JDP) Pastor Neless Tebay, namun jakarta selalu menolaknya dan tidak
menanggapi secara serius.
Status
papua saat ini diberlakukan Daerah otonomi khusus sesuai UU RI nomor 21 tahun
2011 tentang otonomi Khusus bagi provinsi papua. Pemerintah menganggap otsus
solusi final (win-wing Solution), namun selama 10 tahun implementasi dari Otsus
ini tidak ada tanda-tanda keberhasilan alias gagal.
Protecsi
terhadap orang papua kenyataan tidak, semua sector di dominasi oleh para migram
(pendatang), sehingga orang asli papua di marjinalkan di atas tanahnya sendiri.
Kita
melihat subtansial otsus sendiri sebenarnya adalah hasil kompromi politik,
karena saat itu papua minta merdeka sehingga pemerintah menawarkan otonomi
khusus. sebenarnya otsus bukan solusi kesejahtraan tapi solusi politik, Jakarta
dan pemerintah provinsi berfikir bahwa otsus identik dengan uang sehingga
dengan nilai triliunan rupiah itu yang menyebabkan konflik karena uang adalah
akar segala kejahatan.
Solusi
melalui jalan dialog adalah jalan terbaik yang ditawarkan namun kebijakan
Jakarta selalu melenceng dengan aspirasi rakyat papua. Jakarta mengatur papua
dengan kemauan dan pikiran mereka sendiri (tidak aspiratif).
Jika
pemerintah tidak serius dan mengabaikan konflik papua terus terjadi, maka tidak
tertutup kemungkinan pemerintah Indonesia akan menanggung konsekuensi. walaupun
konflik papua adalah masalah dalam negeri tapi NKRI tidak bisa luput dari
tekanan internasional. pemerintah jangan menganggap NKRI Negara berdaulat, bias
saja Indonesia dibawa pada furum perundingan.
Dari kondisi dan kenyataan rill di
papua terus terjadi dan diabaikan maka saya yakin pemerintah akan menyerahkan
papua sebagai Negara berdaulat tanpa pertempuran, karena di dunia politik tidak
ada harga mati, kita belajar dari kasus Kosovo, sudan, mesir dan lain-lain.
Penulis: Staf Penelitian dan Pengembangan (Litbag) Sinode Badan
Pelayan Pusat - Persekutuan Gereja –
Gereja Baptis Papua (PGBP), Ketua Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua
(BPP-FGPBP),
e-mail: turiuswenda_84@yahoo.com
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here