"Alasan mengapa insiden penembakan masih terjadi di Papua, menurut
Ikrar, karena sejak Aceh damai TNI tidak menemukan lokasi latihan
militer yang riil"Peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti.
Ikrar Nusa Bhakti |
JAKARTA - Peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, mengkritik TNI agar
jangan mengulang kesalahan sama di Papua seperti pernah terjadi di Santa
Cruz, Timor Timur, pada 1991. Kesalahan dimaksud Ikrar adalah membuat
semacam “latihan militer” terbuka di Papua dan melakukan komunikasi yang
dapat disadap pihak lain, termasuk kepolisian yang tidak bisa berbuat
apa-apa.
“Saya selalu peringkatkan tentara agar jangan berbuat bodoh seperti
pada saat peristiwa Santa Cruz, Desember 1991, karena kebodohan itu yang
bisa melepaskan satu wilayah Indonesia menjadi merdeka. Kadang-kadang
teman-teman TNI itu kalau melihat satu wilayah damai begitu lama suka
berpikir kok enggak seru banget ya? Dan itu bukan (terjadi) di Papua
atau Aceh saja, tidak hanya di daerah konflik tapi juga di daerah lain,"
ujar Ikrar dalam diskusi yang diadakan International Center for
Transitional Justice - ICTJ dan Elsham Papua, di Jakarta, Jumat sore, 29
Juni 2012.
Alasan mengapa insiden penembakan masih terjadi di Papua, menurut
Ikrar, karena sejak Aceh damai TNI tidak menemukan lokasi latihan
militer yang riil.
Hal lain yang masih dilakukan TNI adalah kadang-kadang masih
menggunakan cara-cara lama, seperti merangkul orang-orang yang dianggap
membangkang pusat. Hal ini sempat disinggung oleh aktivis LSM Papua,
Septer Manufandu, kepada Ikrar.
“Memang kadang-kadang TNI suka merangkul orang-orang yang diperkirakan
bandel, tapi kalau nakalnya melebihi "pagu" (batas) yang diberikan maka
rangkulan itu bisa berubah menjadi cekikan. Saya kira itu yang mungkin
terjadi pada Mako Tabuni. Semua belum jelas apakah betul dia menembak
polisi, dan merebut senjata polisi kita tidak tahu karena informasi
masih simpang siur,” ujar Ikrar.
Profesor ilmu politik dari Universitas Indonesia ini menghabiskan masa
kecilnya di Biak, Papua. Maka tidak heran ia mengenal betul budaya
masyarakat Papua, termasuk ketika meneliti beberapa tahun dan menjadi
Ketua Tim Perumus “Jalan Damai Papua” atau Papua Road Map bersama
puluhan rekannya di LIPI.
Rumusan itu telah disampaikan kepada Presiden Yudhoyono sebagai langkah
awal pelaksanaan Dialog Jakarta-Papua, namun sejauh ini belum
mendapatkan respon sesuai harapan para peneliti dan akademisi itu.
Ikrar menyampaikan pula keberatannya atas operasi-operasi yang
dilakukan militer nonorganik, yang masih banyak terjadi di Papua. Bukan
hanya menimbulkan korban tewas, tetapi juga mengadu sesama warga.
“Yang lebih buruk lagi mereka bermain dengan menggunakan orang Papua
sebagai agen mereka. Istilahnya perang dengan menggunakan tangan orang
lain. Dalam politik militer ini terjadi ketika mereka tidak berpolitik
langsung, tetapi dengan menggunakan agen sipil sebagai perpanjangan
tangan mereka,” ujar Ikrar.
Sebagai penutup, Ikrar menuturkan bahwa sejak 1987 dan mungkin hingga
sekarang, pasukan TNI yang ditugaskan ke Papua tidak dibekali
pengetahuan yang cukup mengenai medan bertugas dan sifat khas
orang-orang Papua.
Ia mencatat apa yang ditulis Herlina Kasim (saksi sejarah Tri Komando
Rakyat di Papua Barat) dalam bukunya, bahwa ketika Indonesia sudah
merebut Irian Barat maka Indonesia yaitu TNI bertindak seolah-olah
seperti tuan baru di situ.
“Mereka tidak bisa membedakan apakah si keriting hitam ini OPM atau
sipil? Seperti di Waris, Arso (daerah Papua Barat). Jadi mereka kalau
ketemu sewaktu saya penelitian di sana ada yang bilang, “Saya senang
ketemu Saudara.” Maksudnya apa, saya tanya? Ternyata kalau (anggota)
Kopassus itu harus kuasai 20 lingkaran (struktur daerah), termasuk
menjadi anggota KNPI, pendorong KNPI dan lain-lain,” kata Ikrar Nusa
Bhakti.[]
Sumber: http://atjehpost.com/
Senang atau tidak senang Papua Barat adalah suatu daerah Pasific bukan Asia yang akan dekolonisasi dalam tahun-tahun ini sesuai dengan waktunya. Anda siapapun merasa terganggu karena hilang habitat anda semestinya sadar bahwa anda bukan makluk planet lain yang menumpang planet bumi Papua. Anda lahir normal sebagai manusia memiliki darah merah dan makluk Manusia maka anda tidak perlu bimbang anda masih memiliki pulau yang dapat memberi tumpangan pada anda. Misalkan anda sebagai orang Jawa anda punya Pulau Jawa sebagai tempat hidupmu, anda orang Batak, padang, minang dan aceh anda mempunyai tanah air sumatera, anda adalah orang timor, sulawesim bali, menado anda masih punya pulau Sulawesi yang dapat menumpang. Anda tidak punya hak memberi komentar atas perjuangan orang Papua berkaitan konsekuensi negatif dari perjuangan orang Papua. Ingat anda yang berikan komentar adalah orang non Papua berarti anda melakukan kesalahan sangat besar karena anda tidak tahu bagaimana pahitnya dan jahatnya para pemimpin NKRI terhadap bangsa Papua sebagai rumpun negroid di kawasan pacific ini. Maka berhenti memberi peringatan kepada orang Papua tentang hal-hal yang bersifat sugesti. Bosan dengan cara pembunuhan karakter yang kalian bangun dan melakukan pemusnahan etnis dengan terorism state. Melalui poisoning and killing, shooting, aresting, by TNI and Polri rebellion. Terkutuklah bangsa ini karena bangsa ini menginginkan darah dan air mata para minoritas negeri ini. Semoga bangsa ini hancur pada waktunya. Senang melihat kehancuran imperium RI yang dibangun diatas penipuan.
ReplyDeleteTinggal menunggu waktu saja Papua terlepas dari pangkuan Ibu Pertiwi.
ReplyDeleteSaya orang Sangir-SULUT...tapi saya mendukung kemerdekaan Papua 100%....GOD BLESS PAPUA...
ReplyDelete