Pemerintah Indonesia Defensif
Sidang UPR PBB (foto kontras) |
KontraS mengapresiasi negara-negara yang secara
aktif memberikan pertanyaan dan rekomendasi perbaikan kondisi HAM di
Indonesia lewat sidang Universal Periodical Review (UPR) 2nd
Cycle di Jenewa pada 23 Mei 2012. Namun seperti yang sudah diduga, Sesi
UPR II ini masih dipenuhi jawaban-jawaban yang sama dari Pemerintah
Indonesia pada Sidang UPR I tahun 2008. Itu artinya tidak ada perubahan
situasi penegakan HAM di Indonesia. Mengingat kasus-kasus intoleransi,
impunitas dan kekerasan terhadap pembela HAM (termasuk di Papua) masih
menjadi problem-problem dominan yang belum diselesaikan.
Lewat sidan UPR terlihat jelas bahwa komunitas internasional memahami stagnasi penegakan HAM di Indonesia. Mereka mampu menggarisbawahi isu-isu HAM aktual di Indonesia. Terbukti dari pertanyaan-pertanyaan dan rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan kepada Delegasi Indonesia.
KontraS mencatat sepanjang 3 jam sidang berlangsung dan 3 kali sesi tanya jawab, secara umum Dewan HAM PBB mengapresiasi modalitas institutional HAM yang dimiliki Indonesia (seperti adanya aturan dan lembaga terkait penegakan HAM) dan stabilnya transisi demokratisasi.
Terdapat sejumlah isu yang menjadi perhatian sejumlalh negara. Yang
paling banyak dijadikan pertanyaan adalah kondisi perempuan dan anak,
isu pendidikan, isu kesehatan, keberagaman dan intolerensi, reformasi
hukum (Perubahan KUHP, Sistem Peradilan Militer dan ratifikasi sejumlah
aturan internasional seperti Statuta Roma soal Pengadilan kriminal
Indonesia, Aturan Tambahan soal anti penyiksaan dan konvensi Pencegahan
Penghilangan Orang Secara Paksa). Sementara sejumlah isu lainnya
mendapat perhatian dari sejumlah negara seperti mekanisme HAM regional
di ASEAN, impunitas terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat
seperti kasus-kasus dimasa lalu, kondisi perlindungan pembela HAM,
reformasi sektor keamanan dan situasi Papua.
KontraS memberikan catatan khusus atas sejumlah hal dibawah ini, yang kami anggap cukup seharusnya mendapatkan perhatian, pertama, terkait masalah kebebasan beragama dan intoleransi yang berujung pada kekerasan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menlu Marty disidang UPR menegaskan bahwa Indonesia menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
KontraS memberikan catatan khusus atas sejumlah hal dibawah ini, yang kami anggap cukup seharusnya mendapatkan perhatian, pertama, terkait masalah kebebasan beragama dan intoleransi yang berujung pada kekerasan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menlu Marty disidang UPR menegaskan bahwa Indonesia menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Negara tidak akan campur tangan untuk urusan keyakinan dan
agama warganya. Prinsip ini juga berlaku pula untuk masalah Ahmadiyah
dan minoritas agama/keyakinan lainnya di Indonesia. Konstitusi dan
penegakan hukum menjadi alat yang akan digunakan dalam menjamin
perlindungan ini. Faktanya, sampai sejauh ini, praktik intoleransi
semakin merajalela di Indonesia dan komunitas internasional bisa
menangkap gejala tersebut. Situasi Ini menunjukkan bahwa klaim Indonesia
sebagai negeri yang plural dan toleran sudah tidak menjadi citra yang
bisa diandalkan di muka dunia.
Kedua, ketiadaan akuntabilitas terhadap pelanggaran
HAM serius seperti kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, atau
penghilangan paksa. Perwakilan negara-negara di sidang UPR juga terus
mempertanyakan posisi penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM yang Berat
di masa lalu. Termasuk wacana tentang Permintaan Maaf Resmi Indonesia
yang sedianya akan dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada
korban pelanggaran HAM dalam waktu dekat. Menlu Marty Natalegawa tidak
memberikan respons atas pertanyaan dan wacana tersebut.
Para delegasi sidang UPR juga terus mempertanyakan lambannya proses revisi UU KUHP, termasuk tentang penjelasan definisi tindak penyiksaan. Apalagi forum klarifikasi ini juga masih banyak mempertanyakan maraknya tindak penyiksaan yang dilakukan aktor-aktor keamanan (khususnya TNI dan Polri). Dalam rekomendasinya, dorongan untuk segera meratifikasi OPCAT juga menjadi tuntutan komunitas internasional.
Para delegasi sidang UPR juga terus mempertanyakan lambannya proses revisi UU KUHP, termasuk tentang penjelasan definisi tindak penyiksaan. Apalagi forum klarifikasi ini juga masih banyak mempertanyakan maraknya tindak penyiksaan yang dilakukan aktor-aktor keamanan (khususnya TNI dan Polri). Dalam rekomendasinya, dorongan untuk segera meratifikasi OPCAT juga menjadi tuntutan komunitas internasional.
Ketiga, masalah Papua terus dibahas bukan dalam
kerangka masalah politik, tetapi lebih pada eskalasi kekerasan yang
terus berlangsung. Termasuk pada aspek akuntabilitas pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh aparat keamanan, seperti militer misalnya. Para
delegasi juga banyak bertanya seputar perkembangan reformasi sektor
keamanan. Menjawab problem Papua,
Menlu Marty kerap berdalih bahwa
sepanjang pengetahuannya Papua saat ini dalam kondisi stabil. Pemerintah
Indonesia juga telah memiliki skema pembangunan di bawah kebijakan
otonomi khusus yang diterapkan di Aceh dan Papua. Menlu Marty juga
menambahkan keberadaan Polisi dan TNI di Papua dan Aceh tidak menyalahi
prosedur, karena merupakan bagian dari mekanisme law and order.
Keempat, ada sedikit perkembangan positif yang
ditegaskan oleh Pemerintah RI, seperti rencana ratifikasi
instrumen-instrumen HAM internasional penting: Statuta Roma dan Konvensi
Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Menlu Marty
menerangkan bahwa untuk ratifikasi instrumen HAM harus ditentukan jadwal
pengesahannya.
Selain itu Pemerintah RI juga telah mengundang beberapa
Pelapor Khusus PBB untuk Hak atas Kesehatan, Perumahan yang Layak, dan
Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat. Sayangnya, dengan mingingat
begitu tingginya angka kekerasan atas nama agama dan kepercayaan,
pemerintah Marty tidak menegaskan rencana untuk mengundang pelapor
khusus PBB untuk isu Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Padahal agenda
tersebut telah dilayangkan sejak tahun 1996. Namun hingga belum ada
tindak lanjut dari Pemerintah RI.
Dari keseluruhan tema situasi HAM dalam sidang delegasi UPR Indonesia hari ini, KontraS melihat banyaknya dukungan, apresiasi, masukan positif untuk Indonesia atas proses pembangunan institusional dan perbaikan kondisi di bidang HAM. Akan tetapi KontraS masih belum melihat adanya jawaban yang baru dari pemerintahan Indonesia yang bisa menunjukan inisiatif penuntasan kasus-kasus kekerasan, termasuk belum ada perhatian detail pada penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Sebagai organisasi HAM yang turut memantau kemajuan HAM Indonesia, KontraS akan terus mendesak janji-janji politik HAM Pemerintah RI untuk dipenuhi dengan tolak ukur menurunnya kekerasan dan negara makin akuntabel. Kami menganggap bahwa janji-janji yang disampaikan oleh Marty Natalaegawa harus ditunaikan oleh Pemerintah Indonesia. Termasuk dengan melibatkan peran masyarakat sipil dan komunitas internasional.
Dari keseluruhan tema situasi HAM dalam sidang delegasi UPR Indonesia hari ini, KontraS melihat banyaknya dukungan, apresiasi, masukan positif untuk Indonesia atas proses pembangunan institusional dan perbaikan kondisi di bidang HAM. Akan tetapi KontraS masih belum melihat adanya jawaban yang baru dari pemerintahan Indonesia yang bisa menunjukan inisiatif penuntasan kasus-kasus kekerasan, termasuk belum ada perhatian detail pada penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Sebagai organisasi HAM yang turut memantau kemajuan HAM Indonesia, KontraS akan terus mendesak janji-janji politik HAM Pemerintah RI untuk dipenuhi dengan tolak ukur menurunnya kekerasan dan negara makin akuntabel. Kami menganggap bahwa janji-janji yang disampaikan oleh Marty Natalaegawa harus ditunaikan oleh Pemerintah Indonesia. Termasuk dengan melibatkan peran masyarakat sipil dan komunitas internasional.
Publisheh : http://www.kontras.org/
Media sosial : https://twitter.com/#!/KontraS dan https://twitter.com/#!/hrw_id
Media sosial : https://twitter.com/#!/KontraS dan https://twitter.com/#!/hrw_id
Jakarta, 23 Mei 2012
Badan Pekerja KontraS
Haris Azhar
Koordinator
0 Komentar Anda:
Post a Comment
Your Comment Here